1
Jalan-jalan sendirian, walau tidak di alam bebas, memang
memberi Elmo kejernihan dalam memandang. Clarity
of insight. Edan. Elmo jadi tahu apa yang mesti dilakukan. Ia akan
mendatangi rumah Aze hari ini. Elmo tahu rumah Aze di mana, Elmo tahu Aze akan
sedang menyiram tanaman hari Senin jam 4, Elmo juga tahu bahwa Aze kemungkinan
akan menghindar. Yeah, semangat Elmo!
Elmo menatap langit yang mendung tebal, seperti sudah
pada titik jenuh. Biarpun hujan turun dan Aze tidak menyiram tanaman, Elmo yang
sedang optimis tidak akan mundur. Ia akan mengetuk pintu rumah Aze.
Ah, itu dia sedang memasang selang air. Masih pakai
seragam, aduh. Elmo memarkir mobilnya di depan pagar rumah Aze. Turun.
”Elmo? Ngapain ke sini kamu?”Aze nanya. Tanpa nada
mengusir, seolah-olah dia bukan siapa-siapa.
”Eung, pengen aja. Keknya kita udah lama nggak ketemu.
Kemaren Elmo ke Giant, beli Oreo buat Aze, nih”
“Ah, baik kamu Elmo. Makasih.” Aze menyelipkan Oreo itu
ke saku jaketnya. Elmo jadi agak geli. Si Aze ini sedang linglung, sudah
jelas. Ia memulai acara menyiram
tanamannya, tak sekalipun lagi menatap Elmo, yang memutuskan untuk lugas saja.
“Aze, kamu kenapa sih?”
“Gapapa.”
“Kok makin jarang aja Aze ke BC? UN kan minggu depan?
Udah ngerasa pinter ya?”
Aze akhirnya menatap Elmo, setengah sebal, setengah geli.
Elmo ini sudah dirasuki oleh sosoknya.
“Ya, nggak gitu. Udah ngerasa ngerti aja.”
“Ya, bagus deh kalo gitu,” Elmo agak nggak rela, “Eh, ini
Elmo bawa soal BC loh. Bisa ngerjain nggak? Katanya udah ngerti. Ini jenis soal
yang lain dari yang lain.”
Diam. Elmo mendapat perasaan bahwa Aze tidak lebih
‘ngerti’ dibanding dulu. “Kamu punya masalah sama orang di BC? Elmo bilang Mas
Fahri ya?”
“Jangan!” Aze jengkel.
“Atau males naik angkot? Elmo jemput?”
“Oh, boleh. Eh, jangan, nggak, lagi jenuh aja,”
Sejurus desakan kemudian, Aze menyergah jengkel, sudah
hampir menyiram Elmo.
”Anjrit! Aze!”
Yang dipanggil membelakangi Elmo. Sebelah tangannya
terangkat ke wajah. Elmo duduk di depan pagar. Dari sinipun ia bisa melihat Aze
sedang mengusap matanya. Aze berbalik lagi, menyiram jalan dan mobil Elmo. Ya
ampun, si Aze itu habis nangis. Elmo menghela nafas, lalu pamit pada Aze.
2
Sepeninggal si cowok yang bawa Oreo, adalah Aze yang
selesai menyiram tanaman melipat selang, mengembalikannya ke garasi, berjalan
gontai ke kamarnya. Gontai. Kata yang lucu ya. Aze tidak pernah menyadarinya
sebelumnya. Ia berpapasan dengan adik bungsunya, yang mengoceh entah apa. Aze
hanya berhenti berjalan dan memandanginya, soalnya kayaknya adiknya itu sedang
ngomong sama dia.
Nggak tau kamu ya, kakakmu ini sedang patah hati?
Atau bukan. Apalah. Atau mungkin bingung karena tidak ada yang mrivatin lagi
padahal lagi butuh-butuhnya...? Minggir, minggir. Mau ke kamar. To pass the time in my room alone[1].
Lagu apa itu ya, tiba-tiba terlintas di benaknya. Aze bertanya-tanya dalam hati
sambil menyingkirkan adiknya dari jalannya, masuk kamar, mengunci pintu kamar.
Bersandar ke pintu. Lalu berjalan gontai lagi ke tempat
tidur. Terjun ke tempat tidur. Hmm, lagu
apa itu tadi ya? Dia berpikir sambil menutup wajahnya dengan bantal. Apa,
lagu apa?
Aze kira dirinya bakal nangis terisak-isak, menangis
semalam di atas bantal, segala air bercucuran di wajah, tengah malam saat
keluarganya sudah di kamar entah tidur atau tidak dia baru akan keluar karena
haus. Tapi apa yang terjadi, sepertinya Aze sudah tidak ingin menangis lagi. Jadi
tadi itu apa pas Elmo mampir, bisa-bisanya dia menitikkan air mata? Buncahan
emosi yang dikira hendak meluap, tinggal menunggu atmosfer yang tepat, ternyata
hilang begitu saja. Ada apa sih si Elmo itu? Elmo yang pintar dan baik dan suka
ngajarin Aze. Elmo yang lebih akrab sama cewek lain yang lebih cantik, yang
sebenarnya Aze pun jenuh jadi ceweknya. Gimana sih kamu ini Aze?
Aduh, Aze kehabisan nafas. Ia cepat-cepat menyingkirkan
bantalnya ke samping, lalu membuka bungkusan oleh-oleh Elmo. Ngapain si Elmo
beli Oreo segala? Tiba-tiba Aze jadi ingin tertawa. Sekaligus ingin menangis
lagi. Katanya yang seperti itu adalah tanda-tanda orang bipolar. Atau
skizofrenia?
Kehilangan minat deh. Setelah patah hati, gontai, tidak
jadi menangis, geli, ingin menangis lagi, sekarang Aze merasa sebal. Begitu
banyak emosi untuk setengah jam. Aze kangen kehidupannya yang dulu, tanpa
perasaan aneh, biarlah datar dan garing juga. Aze meraih hapenya, hendak menghapus
nomor Elmo, tapi urung. Nggak usah
segitunyalah. Siapa tau dia butuh lagi. Aze mengeluarkan buku 1001 soal
SPMB Kimia, lalu mengerjakan bab Larutan. Rasanya ia belum mantap di buffer.
Heuh... Aze tidak bisa konsentrasi.
Ia malah membuka-buka LKS Kewarganegaraan yang kebetulan
saja berada di urutan teratas dari tumpukan buku pelajaran di samping sikunya.
Siapa tahu dapat pencerahan. Ia sampai pada sepasang halaman penuh dengan soal
pilihan ganda. Tertangkap oleh matanya sebuah soal:
Di bawah ini merupakan kegiatan di kalangan generasi muda
yang dapat memperkuat patriotisme, kecuali...
a.
melakukan pendidikan politik
b.
meningkatkan disiplin nasional
c.
mengadakan peringatan hari-hari besar nasional
d.
ikut aktif dalam pelaksanaan pembangunan nasional
e.
memasuki kelompok pemuda yang pesimis pada masa depan
Aze memberi tanda silang besar dan dalam pada opsi e.
3
Malam itu Elmo sengaja tidak menelepon Aze. Belajar dari
pengalaman dan perkiraan, sebaiknya cewek yang siangnya nangis tanpa sudi memberi
tahu alasannya, malamnya jangan dihubungi dulu, peduli amat deh apa kata orang.
Terus Elmo, belajar dari pengalaman kamu, cewek yang
tiba-tiba menjauh dari kamu, mesti diapain biar deket lagi?
Nggak tau, nggak tau. Bisa-bisanya Elmo yang mestinya ngerti cewek nggak
tau gini mau ngapain? Uh. Elmo menurunkan lengannya yang sedari tadi menutupi
mata. Kelamaan tangannya di atas seperti itu, semutan jadinya. Elmo berbalik
menelungkup, tangannya terjuntai ke pinggir tempat tidur. Ia mencoba berpikir
jernih.
Iya, memang dia tidak seintensif dulu lagi menelpon Aze.
Mungkin dia sudah tidak sesensitif dulu dalam menebak apa sebenarnya yang
diinginkan seorang cewek. Dalam kepala Elmo, otaknya mulai berpikir.
Tapi otaknya tidak bisa bekerja tanpa oksigen. Kepala
Elmo terangkat seolah sedang berada di dalam air, lalu ia menarik nafas. Jadi
ingat salah satu episode Mr. Bean, itu loh, yang sedang tidak bisa tidur, hihi.
Entah kenapa merasa malu, Elmo mengenyahkan pikiran tentang itu dari benaknya.
Mesti diberi perhatian seperti apa si Aze itu biar hatinya tergugah? Oh iya.
-
beliin
makanan favoritnya, anterin ke rumah. Sudah.
-
kirim
sms lucu
Elmo bangun, meraih hape, lupa tentang teori
jangan-menghubungi-cewek-habis-nangis-nggak-jelas-nya.
4
Insomnia. Aze memejamkan mata tapi tidak tidur. Hapenya
yang sedang di-charge berbunyi.
Dengan malas Aze menjulurkan tangan ke meja, melihat siapa gerangan yang belum
tidur pada pukul 02.09 lalu mengirimnya sms.
z,z,
dhulu kala ada sEkor
krang yg sgt jlk.krn jlkny, smw yg mlht krang itu mati.tmt.hi2.Lmo.
Aze membekap mulutnya
dengan tangan, menahan tawa ngakaknya yang bisa membangunkan orang serumah.
Tapi lalu dia tersadar. Ya Tuhan, apa yang kulakukan?
5
Oh, pagi hari yang menyebalkan. Elmo malas bekerja hari
ini. Ia ingin tinggal di rumah dan main game
Zuma.
Smsnya semalam buat Aze sudah ada laporan terkirimnya,
tapi tidak ada balasan. Harus berbuat apa lagi dia? Menelepon dengan lebih
intensif mungkin. Tapi daripada salah langkah, mendingan dia tanya orang lain
dulu ya. Elmo berbaring di tempat tidurnya sambil menatap slip gaji terakhirnya
dari Papier Shelter dengan sedih karena tidak tahu akan dihabiskan bersama
siapa uang hasil kerjanya sebulan terakhir itu.
Oh iya, kemarin ada sms dari si Bamba, temannya semasa
SMA, yang mengajak Elmo kumpul-kumpul dengan anak-anak BKS lain yang masih
tinggal atau sedang berada di Bandung. Setelah sms itu menyusul sms lain yang
isinya serupa, dari si kembar kribo Yayat dan Yadi. Dari mana, Elmo heran,
mereka memperoleh nomornya ini. Masak sih dari Trista?
Elmo mendapat ilham. Ia akan meminta saran Trista.
Empat missed call
untuk Trista kemudian, Elmo menyerah. Tapi memang sudah takdir, saat
mengeluarkan mobil dari garasi, hape Elmo tiba-tiba bernyanyi dengan suara
tenor.
“Memory, all alone
in the moonlight, I can smile at the old days.[2].”
”Halo.”
”Aduh Elmo, maaf tadi nggak keangkat, aku lagi
asistensi!”
Asistensi. Apa pula itu, dasar mahasiswa. Tiba-tiba Elmo
ilfil.
”Ah, ya, gapapa, nggak penting..”
”Ada apa Elmo?”
”Iya, itu dia, nggak penting.”
“Eh, Elmo, jangan ngambek gitu dong, ntar nggak ganteng
lagi...”
Ugh. Elmo sebenarnya paling tidak suka digoda dengan cara
seperti itu. Makin ilfil aja dia.
“Apa kabar si Aze?” tanya Trista di ujung dengan nada
ceria. Ah, Aze. Elmo seolah teringat luka lama. Padahal baru kemarin..
“Iya, baik. Tris.. mau nanya nih.. soal Aze.”
“Ih, ya mana tau. Kan kamu cowoknya,” lalu Trista
tertawa. Elmo meringis. Ah, ayo cepat tuntaskan! Elmo pun mulai menguraikan
masalah. Juga usaha yang telah dilakukan dan terpikirkan. Sesekali Trista
menanyakan hal-hal tidak penting, seperti apakah Aze menghadap Elmo saat ia
menangis. Entah kenapa, ia tiba-tiba merasa lelah. Kenapa juga ia repot-repot
mengurusi hubungan ini, sebentar lagi SNMPTN dan mestinya ia konsentrasi pada
belajarnya.
“Mo, tau nggak, kayaknya si Aze itu jealous, atau ngerasa kurang perhatian,”
“Ah jealous sama
siapa, gue nggak pernah ngapa-ngapain,”
”Hmm, nggak tau juga sih, tapi biasanya itu..”
”Kalo ngerasa kurang perhatian sih bisa jadi. Ah, nggak,
dianya aja yang jadi aneh, terus gue harus ngapain emangnya? Anak kek gitu..”
”Idih, Elmo darah tinggi ya, marah-marah aja..”
”Huhu..” Elmo ketawa garing.
”Kalo saran aku sih kasih dia sedikit sentuhan..”
”HAH?”
”Maksud aku, yah, dari pengalaman juga, terus biasanya di
novelku, buat ngedeketin tokohnya, ya pake cara itu, hehe..”
Elmo berusaha tidak menampilkan kengeriannya. Ia diam
saja.
”Yah, biasanya sih dengan sentuhan, orang akan merasa..”
Euh..
”TAPI TRIS,” potong Elmo yang tidak ingin terus mendengar
ada cewek yang menyarankan menggunakan ’sentuhan’.
”..lebih dicintai, kenapa Mo?”
”Nggak. Sok sana terusin.” Bisa-bisanya si Trista.
Lingkungan kuliah telah mengubahnya. Dulu kalau Elmo minta saran tentang
ceweknya pada Trista, dia tidak pernah menyarankan ’sentuhan’. Adalah satu hal
kalau seorang cowok ingin menyentuh seorang cewek, tapi jika seorang cewek
menyarankan seorang cowok ‘menyentuh’ cewek lain, itu jadi mengerikan. Elmo jadi
penasaran, jangan-jangan si Trista ini cocok bergaul dengan beberapa di antara temen
BKS-nya yang mesum-mesum. Tiba-tiba, misteri dari mana nomornya diperoleh
Bamba, Yayat, dan Yadi jadi terpecahkan.
”Ng, itu elo ya yang ngasih nomer gue ke anak-anak?”
”Iya, kenapa Mo, nggak boleh ya? Maaf deh kalo..”
“Nggak, gapapa kok. Hayulah
Tris, gue mau kerja. Thanks yah,”
“Sama-sama.”
Elmo meletakkan hapenya di meja samping tempat tidur,
lalu menjatuhkan diri ke pembaringan, menutup wajahnya dengan tangan. Elmo
termenung. Walaupun Elmo selama ini menganggap dirinya adalah jenis orang yang
dapat menerima perubahan dalam hidup, tetapi tak urung hati Elmo merasa.. apa
ya.. pedih mungkin, melihat Trista sudah berubah. Elmo merasa berat ketika
timbul kesan dalam hatinya bahwa Trista yang dulu diam-diam ia cintai telah
berubah tanpa kehadiran Elmo.
Betapa Elmo tidak rela menerima hal itu. Besok ia akan
bertanya lagi pada Trista, siapa tahu sebenarnya sejauh apapun Trista berubah,
ia masih bisa memberi saran dan menyejukkan hati Elmo.
6
Siang terik. Trista memindah-mindah channel tivi mini di mobilnya yang sedang menunggu untuk bisa
keluar dari pelataran parkir kampusnya. Tadi ia habis mengerjakan tugas yang
membuatnya harus asistensi berulang kali. Tugas sampling, menurut Trista sebenarnya tidak usah sampai sebegitunya
asistensi sampai berkali-kali. Di malam itu, ya, di malam itu.
Selepas salah satu asistensinya ia berpapasan dengan Elmo
di pintu parkiran restoran. Trista menghela nafas sambil menyerahkan uang parkir,
akhirnya mobilnya bisa keluar, menuju kemacetan di jalan di depan kampusnya.
Membuat Trista bertanya-tanya, mana sih sarjana-sarjana planologi? Bukankah
mestinya mereka yang mengurusi masalah beginian? Siang terik, Trista mesti
membiarkan pikirannya hanya berputar di dalam mobil karena ia tidak punya teman
diskusi.
Setengah melamun di atas mobilnya yang merayap selamban
siput sekarat, Trista mematikan tivinya lalu menyalakan radio. Ponselnya
berdering.
“ Tris,”
“Elmo?”
Huh, siapa lagi gerangan yang menelepon dia di tengah
suasana hatinya yang sendu?
“Punten ya
Tris, gue ngganggu aja..”
“Ah, nggak. Ada apa Mo?”
“...Kusadari ku
sangat, sangat menginginkanmu..”.
Uh, lagu apa pula itu. Trista mengecilkan volume radio
lalu memindahkan frekuensinya.
”..Kucintaimu, tak
berarti bahwa.. ku harus memilikimu slamanya..”
Lagunya sama! Ya ampun, ia menyerah.
Trista merasa hatinya sakit. Iya, ia jatuh cinta pada
lelaki yang selalu dimiliki orang lain, yang tidak bisa dimilikinya.
Samar-samar, menyeruak ke dalam kesadarannya yang diisi lagu d’Massiv, Trista
mengerti bahwa Elmo lagi-lagi curhat tentang Aze. Aze-nya, yang jauh secara
emosional. Berarti sarannya kemarin tentang menggunakan sentuhan itu tidak
diterapkan Elmo atau sudah diterapkan lalu tidak berhasil?
”Jadi gimana dong Tris? Mesti gimana gue?”suara Elmo
terdengar sedih.
“..kembali
padanya... Aku bukan siapa-siapa.[3].”
Trista menelan teriakan
Elmo-yang-selama-ini-cinta-sama-kamu-tuh-aku dari tenggorokannya dan berusaha
berpikir jernih. Oh yeah, ia bisa dibilang sudah sembuh dari nervous breakdown atau schizophrenia atau apalah yang terjadi
padanya satu setengah tahun terakhir ini.
”Mo, menurut gue sih yang bisa bikin dia kembali kayak
dulu ya dengan bikin dia ngerasa kek dulu..”
”..”
”Bikin dia merasa nyaman secara emosional..”
“Hah?”
Biarlah, biarlah. Sekiranya mereka jadi dekat lagi. Cinta
tak harus memiliki. Trista menarik nafas dalam-dalam untuk mencegah suaranya
diwarnai isakan.
Selama hampir setengah jam Trista berusaha membuat Elmo,
yang bego dalam berkomunikasi, yang kadang orang bilang terlalu cengeng untuk
jadi anggota BKS, yang dia cintai,
untuk mengerti cara membuat ceweknya kembali. Elmo, kamu ajak dia ke rutinitas
kalian dulu yang mungkin sempet terpotong. Elmo, bikin dia merasakan kembali
masa-masa kasmaran dulu. Huh, memangnya mereka pasangan paruh baya yang jenuh
dengan rumah tangga? Trista tidak terlalu ngeh dengan sarannya sendiri, tapi
intinya itu deh.
Trista merasakan air mata perlahan-lahan mengalir
menuruni pipinya. Ia membiarkan emosinya tersalurkan. Biarlah, biarlah. Ia
tersedu-sedu di dalam mobilnya di siang bolong.
Ternyata ia sudah melewati kemacetan di depan kampus,
melalui Pasupati dan sekarang sedang menelusuri deretan FO di jalan Dago. Ia
akan menghibur hatinya yang patah dengan metode kesukaannya, retail therapy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar