Agustus 2008
Hari yang mestinya
penuh kejayaan ini terasa sendu bagi Elmo bukan hanya karena cuaca mendung,
tetapi juga karena tidak ada orang untuk diajak berbagi. Elmo menandatangani
semacam absensi sebelum meninggalkan loket pengambilan formulir daftar ulang di
gedung rektorat perguruan tinggi impiannya. Gerakannya sarat pikiran. Toh ia
tidak mesti cepat-cepat. Semua loket nyaris kosong. Peserta SNMPTN yang lulus
kebanyakan menunggu setidaknya hingga esok hari untuk mulai mengurusi tetek
bengek macam ini. Hari ini adalah untuk merayakan.
Tetapi apa yang mesti
Elmo kerjakan selama sisa hari ini? Ia hanya berbagi kejayaan dengan orang
tuanya. Lalu ia mengirim sms pada lima orang saja. Mas Fahri, Mas Luki, Yadi,
Yayat, Trista. Ia ragu-ragu ketika terpikir untuk mengirim sms pada satu orang
lagi, lalu menunda pengambilan keputusan untuk mengsms orang itu atau tidak.
Orang itu. Ngertilah, si Aze. Dia lulus
nggak ya?
Oh ya, Elmo tahu Aze
ikut SNMPTN. Di malam sebelum SNMPTN ia mendapat sms minta didoakan dari Aze.
Sebelumnya ia juga mengirim sms seperti itu padanya.
Itu saja. Elmo tidak
bertukar kabar lain. Ia bahkan tidak tahu Aze mendaftar ke mana. Bingung juga,
itu urusannya atau bukan sih?
Aze dengan kartu
peserta SNMPTN-nya.
Elmo berkedip-kedip,
membetulkan letak kacamatnya, sambil menatap sosok yang sudah tidak ditemuinya
selama tiga bulan itu. Aze yang tadinya sedang mencari loket tujuannya
menangkap sosok Elmo dan tertegun.
Not quite a year since she went away,
Rosanna, yeah/Now she’s gone, and I have to say/Meet you all the way..[1]
Mereka berdua
sama-sama senyum salting. Idih, Elmo merasa makin rikuh.
”Eh, Aze. Keterima di
sini juga?”
“Iya. Ng, kamu juga?”
Elmo mengangguk.
“Wah, selamat ya,
Elmo,”
Elmo merasa sulit
untuk menjawab,
“Iya,
“.. makasih.
“...Kamu juga,”
Elmo teringat janji
yang mereka buat pada suatu senja di atap BSM, beberapa menit setelah mereka
jadian. Kapan sih itu? November tahun lalu? Rasanya sudah lama sekali. Siapa
sangka ternyata janji yang itu malah mereka tepati?
Padahal kampus mereka
sempit. Bagaimana sikap mereka kalau bertemu lagi? Yah, kira-kira seperti
inilah.
Hening.
“Mau ngambil
formulir,” kata Aze akhirnya sambil menunjuk loket.
“Oh, iya. Duluan,
Aze!”seru Elmo. Mereka saling melambaikan tangan.
Elmo melangkah keluar
dari atap yang menaungi teras loket sambil menaikkan tudung jaketnya. Map
plastik berisi formulir ia selipkan ke dalam jaket untuk menghindari tetesan
gerimis. Ia melangkah cepat-cepat ke mobilnya tanpa menengok lagi ke belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar