Banyak cerpen dalam daftar "humour" tersebut adalah karangan Fernando Sorrentino (l. 1942). Sama-sama penulis Argentina, setidaknya. Biarpun tidak setermasyhur yang satunya, karya penulis ini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Di antara beberapa cerpen pendek yang ditulisnya dan telah diterjemahkan serta dipublikasikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu "There's a Man in the Habit of Hitting Me on the Head with an Umbrella" (judul yang menggugah, bukan?) dan "An Enlightening Book" yang bisa ditemukan dalam buku kumpulan 47 cerpen pendek dari 5 benua, Pagi di Amerika yang diterbitkan oleh Serambi, 2004) (ed. Hikmat Darmawan). (Sial, godaan untuk menghabiskan duit di Palasari lagi, nih!).
Cerpen pertama beliau yang saya coba terjemahkan adalah cerpen yang paling pendek, hanya satu halaman, yang diterjemahkan oleh Clark M. Zlotchew ke dalam bahasa Inggris dengan judul: "Mere Suggestion". Sebetulnya ada yang sudah menerjemahkan cerpen ini ke dalam bahasa Indonesia, namun karena saya kadung dibikin tertarik sama versi film cerpen ini (tenang, tenang, saya sematkan di bawah sono kok) dan tidak puas dengan terjemahan yang sudah ada, maka saya menerjemahkannya ulang. Mudah-mudahan hasilnya cukup enak dibaca. Silakan apabila ada masukan dikarenakan bagian yang dirasa kurang luwes atau tepat.
Cuma Sugesti
(Cerpen Fernando Sorrentino)
(Cerpen Fernando Sorrentino)
Teman-temanku bilang aku ini orangnya
sangat mudah terpengaruh oleh sugesti. Kurasa mereka benar. Sebagai buktinya, mereka
mengungkit-ungkit kejadian kecil yang menimpaku pada Kamis lalu.
Pagi itu aku sedang membaca novel horor.
Walaupun pada waktu itu cuaca terang, aku merasa menjadi korban dari kekuatan sugesti dalam cerita itu. Sugesti itu membuatku membayangkan adanya seorang pembunuh haus darah di
dapur. Pembunuh haus darah itu mengacungkan belatinya yang besar, menantiku
memasuki dapur sehingga dia dapat menyergapku dan menancapkan pisaunya ke
punggungku. Walaupun aku duduk tepat di seberang pintu dapur, walaupun
senyatanya tak ada seorangpun yang dapat memasuki dapur itu tanpa
sepenglihatanku, dan tidak ada akses lain ke dapur kecuali melewati pintu itu;
tapi aku sepenuhnya teryakinkan bahwa memang ada pembunuh yang bersembunyi di
balik pintu yang tertutup itu.
Jadi karena menjadi korban sugesti itu
aku tidak berani untuk memasuki dapur. Aku menjadi cemas. Sebentar lagi
waktunya makan siang dan aku perlu ke dapur. Tahu-tahu terdengar dering bel
dari pintu depan.
“Silakan masuk!” aku berseru tanpa
bangkit. “Pintunya tidak dikunci kok.”
Petugas apartemen masuk. Dia membawakan
beberapa surat.
“Kakiku tidak bisa digerakkan,” kataku. “Bisakah
tolong ke dapur dan ambilkan segelas air?”
“Tentu,” sahutnya. Dia membuka pintu
dapur dan masuk. Lalu aku mendengar jerit kesakitan disusul suara tubuh yang
dalam robohnya menjatuhkan pula perabotan. Akupun lompat dari kursiku dan lari
ke dapur. Petugas itu, separuh tubuhnya tersangga oleh meja sementara belati
yang besar menancap di punggungnya, terbaring tewas. Sekarang, tenanglah. Aku
bisa memastikan bahwa tentu saja tak ada pembunuhan di dapur.
Karena logikanya, kejadian itu
sebenarnya cuma sugesti.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar