Rabu, 06 Mei 2020

Hendra Gunawan: Profesor Macan Tutul Jawa

Ichwan Susanto

Hendra Gunawan tercatat menjadi satu-satunya ilmuwan di Indonesia yang menyandang gelar kehormatan profesor riset bidang konservasi macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Pada pundak peneliti ahli utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, terpanggul tanggung jawab menyelamatkan macan tutul jawa, predator satu-satunya tersisa di Pulau Jawa, dari kepunahan.

Prof Hendra, demikian ia kini mencoba membiasakan diri untuk disapa oleh kolega dan sesama peneliti. Capaian tertinggi bagi peneliti utama tersebut didapatnya pada 22 Juli 2019 setelah dikukuhkan Majelis Pengukuhan Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Hal ini tak didapatkannya dengan mudah. "Rumah saya ke SMP berjarak 14 kilometer, jalanan masih berlumpur. Kalau sudah dekat kota, sepeda saya cuci dulu biar tidak diejek anak kota," kenang Hendra Gunawan akan masa kecilnya. Ditemui Selasa (30/7/2019), ia ditemani peneliti Kebun Raya Bogor LIPI, Sugiarti, seusai mengikuti rapat di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta.

Hendra lahir dari keluarga petani penggarap miskin yang mengerjakan lahan di pinggir sungai dan permakaman. Di lahan tersebut, bapaknya menanam singkong dan ubi jalar di bagian-bagian lahan kuburan yang kosong.

Kemudian, bapaknya bersama warga di kampung ramai-ramai menggarap kawasan hutan yang dikelola Jawatan Perhutani atau Perhutani.

Dengan capaian sebagai profesor riset yang menempati "kasta" tertinggi dalam jenjang fungsional keilmuan, ia merasa bangga bisa membanggakan ayahnya. Meski berasal dari keluarga miskin-sederhana, Hendra mengatakan, bapaknya sangat total mendukungnya dalam bersekolah. Buku pelajaran yang saat itu sangat mahal dibeli oleh bapaknya.

Dia mengatakan sangat bangga bisa mewariskan sejumlah buku pengetahuan terkait konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan hutan. Satu buku, Fragmentasi Hutan (2015) yang ditulisnya bersama LB Prasetyo laris diunduh hingga puluhan ribu kali.

"Buku jangan hanya dibaca sesama peneliti, tetapi pengambil kebijakan dan masyarakat harus tahu," ucapnya.

Pendidikan

Hendra Gunawan sejak sekolah sangat tertarik dengan dunia alam belantara. Hal itu berkat sosialisasi mobil keliling WWF Indonesia dan Yayasan Indonesia Hijau yang memutarkan film terkait hutan dan faunanya di sekolah.

Bersekolah di SMA 1 Cirebon, Jawa Barat, ia mulai memupuk ketertarikannya pada dunia kehutanan tersebut. Ini didukung tradisi sekolah tersebut saat itu yang mempunyai kegiatan mendaki Gunung Ciremai setiap kenaikan kelas.

Motivasinya untuk terjun di dunia kehutanan tersebut kemudian disalurkannya dengan memilih kuliah di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tak seperti sekarang, jurusan konservasi ketika itu bukan favorit.

Dibandingkan dengan jurusan lain di Fakultas Kehutanan, yaitu Manajemen Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, jurusan konservasi yang dipilihnya sepi peminat. Hal itu dimaklumi karena di tahun 1980-an sedang pada masa kejayaan izin hak pengelolaan hutan (HPH) atau saat ini izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam. "Saya berpikir futuristik karena yang tersisa saat hutan habis nanti, ya, pasti konservasi. Saya merasa di jalan yang benar meski peminat sedikit," katanya.

Setelah lulus, Hendra sempat menjajal kerja di perusahaan HPH di Aceh Barat selama dua tahun. Namun, dia memutuskan berhenti karena hal yang dilihatnya sehari-hari tak sesuai hati nurani. "Karena saya dasarnya konservasi, lihat pohon ditebang, lihat gajah dan harimau terusir itu bagaimana begitu. Hati konservasi saya enggak happy, enggak nikmat," katanya.

Pada 1992, ia dinyatakan lolos diterima sebagai pegawai negeri sipil dengan penugasan pertama sebagai peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Makassar, Sulawesi Selatan. Di situ, ia meneliti kehidupan burung maleo beserta ekologinya yang mengantarkannya lulus mengambil S-2 di IPB pada 2000.

Pada 2003, ia ditarik ke markas Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (kini Badan Litbang dan Inovasi) di Bogor. Kembali ke Pulau Jawa ini, ia menekuni lagi soal macan tutul jawa yang di tahun 1989 mengantarkannya menjadi sarjana.

Hendra Gunawan tertarik memfokuskan diri pada penelitian macan tutul jawa (Panthera pardus melas) karena fauna ini satu-satunya spesies kucing besar di belantara Jawa, termasuk di Pulau Nusakambangan. Kerabat dekatnya, harimau jawa (Panthera tigris sondaica), dinyatakan punah di awal tahun 1980-an.

"Macan tutul jawa sekarang menjadi satu-satunya top predator di hutan-hutan di Jawa. Karena itu, keberadaannya sangat penting bagi ekosistem," katanya.

Hal itu terbukti, seiring macan tutul jawa yang habitatnya terus tertekan oleh pembangunan infrastruktur, pembukaan lahan, dan fragmentasi, sejumlah konflik pun terjadi.

Hendra mempelajari karakteristik macan tutul di tipe hutan pegunungan (Gunung Slamet dan Merapi), hutan dataran rendah (Nusakambangan), hutan jati (Kendal), hutan pinus (Banjarnegara bagian utara di Sigaluh), dan vegetasi karst (Gunung Kidul). Untuk desertasinya, didapatkan dari penelitian di Gunung Ciremai yang juga menghasilkan lima jurnal ilmiah.

Saat ini, ia pun menjadi anggota kelompok peneliti kucing besar di Badan Konservasi Dunia (IUCN) sejak tahun 2013 dan Ketua Forum Macan Tutul Jawa sejak 2015. Forum tersebut menghasilkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa yang ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada 2016. Sejak terangkatnya isu macan tutul, sejumlah organisasi tertarik mendedikasikan dana dan memberi perhatian pada satu-satunya kucing besar di Jawa yang tersisa. Ia pun berharap upaya penyelamatan macan tutul jawa dari kepunahan belum terlambat dilakukan. 

Di Jawa, 50 persen macan tutul tinggal di hutan produksi (areal Perhutani) dan di Jawa Tengah sekitar 80 persen macan tutul tinggal di luar kawasan hutan berfungsi lindung (hutan lindung dan hutan konservasi). Areal-areal di luar kawasan hutan ini diharapkannya bisa menjadi kawasan ekosistem esensial yang dilindungi pemerintah daerah.

Selain itu, Hendra pun bermimpi fragmentasi habitat akibat kantong-kantong populasi harimau yang terpisah oleh lahan pertanian, jalan, dan kebun bisa terbangun koridor. Ini untuk menambah ruang lalu lalang macan tutul jawa agar tak terjadi perkawinan sedarah yang bisa membawanya pada kecacatan lalu kepunahan.



Hendra Gunawan
Lahir: Banjarnegara, 3 April 1964
Istri: Retno Widianingsih
Anak:
- Priyahita Adhika Putera Rendra
- Pradnya Paramarta Raditya
- Sistha Anindita Pinastika Heningtyas
Pekerjaan: Peneliti Ahli Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Bidang kepakaran: Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pendidikan:
- SD Negeri 1 Kaliwungu, Banjarnegara, Jawa Tengah (1976)
- SMP Negeri 1 Purwareja Klampok, Banjarnegara (1980)
- SMA Negeri 1 Cirebon, Jawa Barat (1983)
- S-1 IPB Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan (1988)
- S-2 IPB Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (2000)
- S-3 IPB Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (2010)



Sumber: Kompas, 9 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain