Tak Usah Kau Takut
Oleh Ny Widya Suwarna
Bobo No. 47/XXIX/02
Marta bergegas pulang ke
rumahnya. Ia baru saja belajar bersama di rumah Sisi. “Apakah hari ini lemet
buatan Mama laku terjual?” pikir Marta gelisah. Rumah Marta adalah sebuah
penginapan kecil. Namun akhir-akhir ini jarang ada tamu menginap. Padahal
penghasilan Mama berasal dari tamu-tamu itu. Ayah Marta sudah meninggal. Hari
ini Mama baru akan mencoba menjual lemet atau ketimus. Makanan kecil ini
terbuat dari singkong, diberi gula merah dan kelapa, dibungkus daun pisang dan kemudian
dikukus.
Ketika Marta masuk ke rumah,
tampak Mama dan Mbak Eni sedang duduk di kursi meja makan. Mama bertopang dagu,
sementara Mbak Eni duduk membisu. Di atas nampan di meja masih ada tumpukan
lemet.
“Halo, Ma, Marta sudah
pulang. Lo, kok lemetnya masih banyak?” tanya Marta, lalu duduk di sisi Mama.
Mbak Eni menghela napas.
“Tadi Mbak bawa 50 bungkus.
Mbak sudah keliling kompleks, tapi hanya laku 25 buah. Masih ada 25 buah lagi.
Banyak orang tak mampu beli kue. Mungkin mereka bikin sendiri!” kata Mbak Eni.
“Yaaa, baru jualan satu hari,
kok hasilnya payah!” seru Marta kecewa.
Mama tersenyum dan berkata, “Sudah,
tak usah kecewa. Kita mengucap syukur pada Tuhan karena sudah 25 buah lemet
laku. Mbak Eni pergi ke warung saja dan beli beras 1 kg. Nanti kalau ada tukang
sayur kita beli bayam dan jagung. Besok kita masak bubur!”
Kemudian Mama menyanyi
pelan-pelan, “Tak usah kau takut, Tuhan menjagamu ….”
Marta ikut menyanyi. Ada
perasaan hangat mengalir di hatinya. Tuhan selalu menolong kalau Marta, Mbak
Eni, dan Mama menghadapi kesulitan.
Selesai menyanyi, Marta dan
Mama saling berpandangan dan tersenyum. Mama bangkit dan mengambil lemet serta
memisah-misahkannya di meja.
“Marta, tolong antarkan 5
buah pada Ibu Sakri. Dan 5 buah lagi untuk Tante Ina. Yang 5 buah terserah kamu
mau berikan pada siapa. Yang 10 buah akan kita makan sendiri!” kata Mama. Marta
pergi ke dapur, mengambil kantung-kantung plastik dan memasukkan lemet-lemet
tadi.
Marta berjalan ke luar rumah
sambil berpikir-pikir. Mula-mula lemet yang 5 buah akan diberikannya pada
kawannya, Evi, yang tinggal di ujung jalan. Tapi, kemudian diurungkan niatnya.
Belum tentu Evi suka singkong. Mungkin lebih baik ia berikan pada tukang-tukang
ojek yang mangkal di ujung kompleks. Tapi ah, siapa tahu ada orang lain yang
lebih cocok untuk menerima lemet itu.
Marta menyelesaikan tugasnya
mengantar lemet pada Bu Sakri dan Tante Ina. Marta terharu ketika anak-anak Bu
Sakri menyambutnya gembira. Mereka berseru, “Horeee, ada kueee!” lalu mereka
segera memakan lemet bawaannya.
Tante Ina lain lagi. Ia
berkata, “Wah, lagi krismon bagi-bagi kue! Ini bukan untuk dijual?”
“Maunya sih dijual, tapi cuma
laku sebagian!” kata Marta. Kemudian Tante Ina memberikan 5 bungkus mi instant.
Ketika berjalan pulang Marta
masih bingung. Lemet yang 5 buah itu mau diberikan pada siapa? Ah, akhirnya
Marta ingat tukang tambal ban, Pak Amin. Ia pun belok ke kanan. Di bawah pohon
besar di ujung jalan, di sanalah tempat Pak Amin mangkal.
“Hei, nona kecil, sini dulu!”
tiba-tiba terdengar suara dari arah kanan. Oom Martin yang gemuk pendek
melambai-lambaikan tangan. Marta masuk ke halaman rumah. Tiba-tiba saja hatinya
tergerak untuk memberikan lemet itu pada Oom Martin.
“Ini untuk Oom!” katanya
sambil memberikan bungkusan berisi lemet.
“Terima kasih, terima kasih.
Kamu tahu saja Oom lagi lapar. Beta baru pulang memancing dan Tante belum
pulang dari kantor!” kata Oom Martin.
“Duduklah dulu. Oom mau makan
kue ini!” kata Oom Martin. Marta duduk di teras dan Oom Martin segera melahap
lemetnya. Satu buah, dua buah, tiga buah … dan Marta berseru,
“Sisakan untuk Tante, Oom!”
Oom Martin tertawa
terkekeh-kekeh. “Beta sedang lapar. Tuhan baik kirim nona kecil bawa lemet.
Bilang sama mamamu, besok Oom pesan 20 lemet untuk Tante. He he he, biar dia tidak
marah. Marta, tolong ambilkan Oom minum. Ambil sebotol air kulkas dan gelasnya!”
kata Oom Martin dengan riang. Marta menurut. Dalam hati ia merasa geli. Oom
Martin ini lucu.
Sesudah Oom Martin kenyang
makan dan minum ia berkata, “Tadinya Oom panggil kamu mau suruh masak supermi.
Tapi, sekarang Oom sudah kenyang. Terima kasih, ya. Tunggu sebentar, Oom mau
ambil ikan untuk mamamu!”
Oom Martin masuk ke dalam.
Kemudian ia keluar membawa seekor ikan tenggiri yang diikat dengan tali rafia.
“Terima kasih, Oom, Mama pasti
senang!” kata Marta sambil menerima ikan itu. Marta lalu pamitan. Namun saat
Marta berjalan keluar halaman. “Marta! Hei nona kecil … sini dulu!” panggil Oom
Martin. Marta yang sudah di jalan kembali lagi. Ada apa, pikir Marta.
“Ini uang untuk bayar lemet
20 buah. Kirim besok siang, ya!” Oom Martin memberikan uang Rp 10.000.
“Kembalinya besok, ya Oom!”
kata Marta.
“Ah, kembalinya untukmu
sajalah. Oom tahu kamu anak Mama yang baik!” kata Oom Martin. Marta mengucapkan
terima kasih.
Di jalan menuju rumah, tak
putus-putus Marta bersyukur pada Tuhan. Siapa sangka ia bertemu Oom Martin yang
baru pulang mancing ikan. Siapa sangka Oom Martin pesan lemet dan Tante Ina
memberikan mi instant. Siapa sangka anak-anak Bu Sakri menyambut pemberian
sederhana itu dengan riang. Sungguh Tuhan amat baik. Dalam hati Marta kembali
menyanyi dengan riang,
“Tak usah kau takut, Tuhan menjagamu ….”
BONUS: BAHASA JAKSEL KID 2000-AN
(Dari majalah yang sama, sebelum sampai pada cerpen di atas, ada artikel menarik.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar