1
Trista mengoleskan MAC di permukaan bibirnya yang penuh
dan sensual. Kedua bibir itu lalu maju mundur dengan lembut untuk meratakan
warna indah yang ia harap bisa membuat Elmo tergoda dan mencampakkan cewek
kampungan itu. Menendangnya jauh-jauh...
Ti—tidak, kenapa aku bisa sampai berpikiran untuk merusak
hubungan orang seperti itu? Mungkin memang sudah saatnya bagi sobatnya
tersayang untuk merasakan sesuatu hal yang beda...
Tapi, gara-gara perempuan itu semuanya jadi begini!
Hubunganmu dengan Elmo telah kandas!!!!
Bukan—bukan karena itu. Perempuan itu tidak punya andil.
Ini semua merupakan kesalahan Elmo yang menghilang sejak...
...sejak...
....pengumuman SPMB.
Ah, mulai lagi! Aku harus melupakan itu semua!
Jai Guru Deva... Omm.... Yoga intensif petang tadi rupanya telah cukup memberikan efek
positif bagi jiwanya.
Omm... Omm... Trista menyalakan lilin-lilin aromatherapy
yang tersebar di 4 penjuru mata angin di dalam kamarnya yang didominasi warna
marun. Ia mengulang pose yang telah diajarkan gurunya tadi. Jangan sampai malam
ini ia harus membayar 2500 dollar lagi... Bahkan lebih.
Oke. Trista siap.
2
Hening. Mereka ceritanya sedang menunggu
Trista di dalam kafe Papier Shelter. Elmo mulai gusar. Ia membayangkan apa
kiranya yang bakal terjadi jika ceweknya yang menyebalkan bertemu dengan cewek
yang dulu merupakan cinta terpendam Elmo. Selain itu Elmo kesal mendengar
senandung Aze yang tidak indah sejak mereka duduk di situ menunggu Trista. Kata
Aze sih, itu lagu kesukaannya di eskul. Menurut Elmo eskul itu bagus juga sih
musiknya. Asal Aze diam.
Dan sekarang sudah pukul tujuh lebih sepuluh
malam menurut jam tangan Elmo. Berarti sudah sekitar dua puluh menit mereka
duduk diam menunggu Trista.
Di
luar kafe, tampaknya mentari sudah tenggelam sejak zaman purba. Langit mulai
mengungu dan menyajikan semburat-semburat jingga yang artistik. Tapi itu tidak
membuat jadi gelap gulita. Kafe itu didirikan di daerah pusat gaul anak muda
yang laris manis. Cahaya terang benderang saling memamerkan keindahannya
masing-masing. Ternyata di daerah sini bagus juga pemandangannya ya... batin
Aze senang.
Sebuah Audy mewah berhenti di depan Papier
Shelter. Seorang wanita muda cantik nan anggun keluar dari dalamnya. Ia
mengibaskan rambutnya yang ikal dengan seksi. Cahaya-cahaya benderang yang
sedari tadi menghiasi jalanan seakan berebut untuk menyambut kedatangan wanita
itu.
“Aduh, silau...” Aze menempelkan punggung
tangannya ke mata untuk mengurangi pancaran sinar yang berusaha menyakiti
matanya. Tak mempan. Kilau-kilau glamor borjuis elite itu semakin dekat... Aze
memalingkan kepalanya ke arah Elmo yang tampak sedang termenung-menung.
“Elmo, itu liat tuh si Trista udah dateng,”
“...”
Kilau itu berhenti. Trista menghampiri meja
tempat Elmo dan Aze sedang sekarat hampir mati kebosanan menunggu seseorang
yang kelamaan dandan.
“Hai semua, sori banget ya, lama nunggu. Elmo
langsung ya, nggak pulang dulu?” tanya Trista ceria dan dengan gerak-gerik yang
sama sekali tidak artifisial.
“Iya, kita langsungan nih, nggak sempet
pulang dulu. Yuk, ah cepetan,” kata Aze
“Yuk, yuk. Aku males nungguin lagi nih,”kata
Elmo.
3
Kalau sedang jalan-jalan sama Elmo naik mobil
Trista, yang duduk di bangku penumpang di depan sementara Elmo menyetir adalah
Trista. Mereka akan mengobrol dan tertawa-tawa, bercanda seperti sepasang
sahabat tapi mesra.
Sekarang ia menumpang
mobil Elmo. Kata Elmo, ia dilarang naik motor oleh ibunya karena suatu hal
sejak beberapa waktu yang lalu. Trista merasa sebaiknya ia tidak usah
menanyakan alasannya. Kini, entah dari mana mendapatkannya, Elmo sudah memiliki
Toyota Yaris biru.
“Ayo, Tris, masuk!”
Trista tersenyum dengan indah. Dengan langkah
yang anggun ia memasuki mobil. Sebelum duduk di jok yang tampaknya cozy
itu, ia tersenyum penuh arti pada Elmo. Tadinya ia ingin mengedipkan mata,
namun khawatir Elmo salah mengerti maksudnya atau bahkan nggak ngerti sama
sekali.
Hm, memang sudah sepantasnya... pikir Trista.
Ia memandang melalui spion atas, melihat bagaimana keadaan anak kampung yang
mendahuluinya masuk. Sayangnya, dia baik-baik saja. Memancarkan kepolosan yang
sama sekali tidak membuatnya imut.
.
Sebenarnya Aze sedang deg-degan. Ia belum
pernah ke Starbucks. Itu kan kafe buat orang-orang berduit. Ia sudah
membayangkan yang tidak-tidak. Ia membayangkan sudah memesan banyak
makanan-minuman yang mahal-mahal karena Trista bilang akan menraktirnya. Yang
ia khawatirkan adalah kalau ternyata itu cuman akal-akalan Trista untuk
mengerjainya. Setelah puas makan tahu-tahu Trista menghilang bersama Elmo dan
Aze yang harus membayar semuanya dengan mencuci piring secara cuma-cuma. Aze
sempat menceritakan pikirannya itu pada Elmo tapi Elmo yang terlihat agak
tersinggung bilang kalau Trista tidak akan seperti itu dan cowoknya itu juga
memberi nasehat agar jangan kebanyakan nonton yang tidak-tidak.
Elmo masuk ke dalam mobil. Tak berapa lama
Yaris tersebut sudah menyusuri jalanan temaram Bandung yang dihiasi lampu-lampu
jalanan yang mulai menyala.
.
Trista kira dengan dirinya dan Elmo yang
kembali bertemu, mereka bisa membuat dunia mereka sendiri dengan mengenyahkan
Aze, menganggap seolah-olah gadis itu tidak ada sama sekali. Namun distorsi
memori tampaknya sudah mengacaukan otak Elmo. Sudah berapa kali, tak terhitung
banyaknya, ia menanggapi candaan Aze dengan tawa renyah, padahal tidak ada
lucu-lucunya.
Elmo..., aku kan ada di dekatmu... Kok kamu nggak nengok
ke aku sih... Trista sudah gemas ingin mengatakan hal itu
tapi entah mengapa ditahannya jua.
Oooh, Trista tak kuat.
Begitu banyak hal yang berubah.
Trista memijit-mijit keningnya. Mobil Elmo
direm mendadak. Trista tersentak ke depan karena kelembaman tubuhnya.
“Ada apa sih?” suara Aze.
Seorang polisi berkumis menggoda mengetok
kaca jendela sebelah kiri, tempat Trista duduk. Rupanya Elmo menghentikan
mobilnya di tempat yang kurang strategis bagi para polisi razia untuk membombardirnya
dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting langsung dari jendelanya. Saran Aze
yang sudah lama ia turuti.
Jam segini kok udah ada razia, aneh banget... pikir Trista yang sudah deg-degan namun tetap
bisa menguasai diri. Ia membuka jendela di sampingnya. Punggung Elmo maju ke
depan untuk bisa melihat polisi itu karena terhalang oleh Aze.
“Ada apa, Pak?” tanyanya.
Polisi itu mengawasi setiap penumpang dalam
mobil. Dari nona cantik yang sedang duduk di depannya, pemuda berkacamata yang
sedang memegang kemudi, dan seseorang yang buru-buru mendekap tasnya dengan
penuh curiga. Sang polisi mencoba untuk tidak menghiraukan itu dan to the
point dengan tugasnya merazia.
“Bisa lihat KTP dan SIM-nya, Dek?”
Elmo merogoh-rogoh saku
jinsnya, mengeluarkan dompet dan menyerahkan apa yang diminta polisi itu.
Polisi itu pergi sebentar dengan membawa
kartu-kartu pentingnya.
“Bisa-bisanya cari duit jam segini,” ledek
Aze dari belakang. Tadinya Trista ingin menanggapi setuju tapi tak jadi ah.
Jangan sampai ia dan gadis ini malah jadinya merajut hubungan pertemanan. Bisa
turun martabat dan kualitas teenlit-nya.
Polisi itu balik lagi.
“Ya, terima kasih, Dek. Sekarang boleh jalan
lagi...”
“Oh, nggak jadi minta duit toh... Baguslah...
Polisi jujur, patut dikagumi...” suara Aze pelan dan sayup-sayup. Entah si
polisi dengar apa tidak.
“Terima kasih, Pak...” sahut Elmo ramah.
Polisi itu menyerahkan KTP dan SIM Elmo pada
Trista. Sebelum Trista menyerahkannya kembali pada pemiliknya, tanpa sengaja
matanya tertancap pada tulisan STATUS dalam KTP Elmo. Karena setelah tercetak
(:), ada satu kata yang membuat Trista terhenyak ingin segera mencakar-cakar
jok dan menendang kaca depan mobill sampai hancur. Di situ tertulis,
STATUS :
KAWIN
Trista menyerahkan KTP dan SIM Elmo ke
pemiliknya dengan tangan bergetar dan tampang ngeri.
“Kenapa Teh, kayak abis dipukul palu godam
dan dililin idup-idup?”
Trista tidak mengindahkan pertanyaan Aze yang
bernada khawatir itu. Berusaha agarnya tidak gagap dan megap-megap, Trista
bersuara—dengan gemetar, “E—Elmo, ini KTP kamu kan?”
“Ya iyalah.” Wajah Elmo memancarkan
keheranan. Seakan tak ada hal yang cukup krusial untuk dibicarakan dari
selembar KTP.
“Apa maksudnya ini?!” Trista menunjuk pada
kata ‘KAWIN’ dengan amarah bergejolak di dalam dada...
“Euh? Ya, maksudnya itu... Elmo... ya, aku
ini, udah kawin! Gitu aja kenapa sih? Masak kamu nggak tau apa artinya kata
‘KAWIN’?”
“Heuheuheu... Kasian...” terdengar Aze
tertawa melecehkan.
“Sama siapa?” tanya Trista, tak peduli apakah
Elmo sudah melihat urat-urat yang sedang bergerumul di pelipisnya apa belum.
Meski ia sudah bisa menduga-duga siapa orangnya... apa yang bakal Elmo jawab...
Terdengar lagi suara dari belakang. Bernada
santai dan menyebalkan. Elmo memandang pemilik suara itu dengan kemesraan penuh
yang bagi Trista tampak seperti senyuman iblis. Aze berkata, “Oohh... jadi kamu
belum liat KTP aku, ya???”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar