Kamis, 23 Januari 2020

Pembacaan Catatan Harian 2019 dan Beberapa Kutipan dari Dalamnya

Sepanjang 2019, saya menulis catatan harian setebal 232 halaman F4. Jumlah halaman tersebut sebenarnya tidak pasti, sebab adakalanya saya salah menulis nomor halaman. Misalkan, halaman 31 dan halaman 32 terdapat dalam satu halaman. Lo, bagaimana bisa?! Bisa, karena ketika hendak menulis, saya melipat kertas menjadi dua, lalu saya menandai nomor halaman masing-masing di pojok kiri bawah dan di pojok kanan bawah. Ada juga halaman yang dobel. Misalkan, halaman 43 ada lebih dari satu. Jadi, kalau ditotal, kurang lebih sepertinya hanya 230 halaman saja. Eh, entahlah. Saya malas menghitung halamannya satu per satu, hihihi. Yang jelas, nomor yang terakhir adalah 232.

Saya tidak menetapkan waktu khusus untuk menulis catatan harian. Saya menulis semaunya saja. Ada hari-hari tanpa entri. Ada juga hari-hari ketika saya bisa menulis sampai berlembar-lembar sekaligus. Kalau jumlah halaman dibagi dengan jumlah hari dalam setahun, rata-ratanya sepanjang 2019 saya menulis sekitar setengah halaman F4 lebih sedikit per hari.

Segepok kertas yang kutulisi selama setahun 2019.
Kertas F4 yang digunakan merupakan kertas bekas. Artinya, saya memanfaatkan sisi halaman yang kosong sedangkan sisi satunya merupakan hasil keluaran mesin printer atau fotokopi yang sudah tidak digunakan. Keuntungannya:
  1. Hemat. Saya tidak perlu sengaja membeli buku harian fancy yang harganya sampai puluhan ribu, sebab sudah tercukupi dengan begini saja. 
  2. Bebas. Karena kertas diperoleh secara cuma-cuma dan tersedia banyak, maka saya tidak merasa sayang untuk menghambur-hamburkannya, yakni dengan menulis sebanyak-banyaknya. Selain itu, karena kertasnya tidak bergaris, maka tidak ada perasaan dibatasi. Malah, adakalanya tulisan saya sampai menjalar ke sisi belakang, mencari ruang kosong di antara paragraf-paragraf yang tercetak. 
Saya memulai pembacaan catatan harian ini sejak awal tahun, pada kesempatan yang biasanya dialokasikan untuk pembacaan buku cetak. Yah, anggaplah catatan harian ini juga merupakan suatu buku cetak. Awalnya, satu jam pembacaan tidak terasa. Padahal, isinya begitu-begitu saja:
  1. Kegalauan dalam mengisi waktu sehari-hari, kebanyakan berupa ide atau rencana kegiatan yang tidak praktis-able.
  2. Pengembangan ide cerita. Ketika masukan sudah cukup banyak dan saya merasa layak untuk dikembangkan secara sungguh-sungguh, saya membuatkan jurnal tersendiri--tentu saja masih dengan memanfaatkan kertas F4 bekas. 
  3. Ide-ide tulisan lainnya, yang kurang begitu mengembang, sehingga saya kurang terdorong untuk meneruskannya. 
  4. Curhat tentang kepenulisan.
  5. Dan, pastinya, rekaman kegiatan, kejadian, perasaan, pikiran, dan sebagainya.
Lama-lama saya bosan juga membacanya, hahaha. Maka, saya kurangi waktunya menjadi 20 menit saja, sedangkan 40 menit selebihnya untuk membaca buku cetak betulan.

Ketika jumlah halaman tinggal sedikit, saya pun bersemangat untuk segera menyelesaikannya. Pembacaan kembali menjadi satu jam bahkan lebih, karena tanggung, sebentar lagi tamat. Akhirnya, setelah sekitar tiga minggu, selesai juga saya membaca kehidupan saya sendiri selama satu tahun ke belakang.

Secara keseluruhan, tahun 2019 relatif tenang walaupun membosankan, atau bisa juga dibilang, membosankan tapi tenang. Sebagian besar perhatian saya tersita oleh aktivitas literasi pribadi. Hari-hari terakhir terisi oleh harapan sebagai berikut.
  1. Menggarap proyek panjang, seperti novel-novel, dan juga serial.
  2. Menerjemahkan buku-buku tentang orang-orang yang hidup tanpa uang, dan bisa juga artikel-artikel terkait.
  3. Membaca daftar panjang buku (baik cetak maupun digital, dan sebenarnya meliputi majalah, bahkan komik pun mungkin saja kelak dimasukkan) yang telah saya kumpulkan.
Harapan-harapan itu tentu saja tidak dapat terpenuhi hanya dalam setahun 2020, tapi jangka panjang, bahkan mungkin sampai hitungan dekade. Bagaimanapun juga, manusia hanya dapat berharap dan berbuat, tapi Tuhan yang menentukan. Percuma apabila Ia tidak rida. Ia yang Menuntun makhluk-Nya ke jalan lurus atau sesat. Jadi, saya berserah dan memohon perlindungan saja kepada-Nya.

Sembari membaca, saya menemukan beberapa kalimat yang entah kenapa saya rasa menarik dan bolehlah dibaca orang. Jadi, seandainya ada yang penasaran dengan apa yang saya tulis dalam catatan yang sifatnya begitu personal (ih, GR, ih), ini saja yang boleh kamu intip, hehehe.

16-01-19

Kalau olahraga, aku capek. Kalau capek, aku tidur. Kalau tidur, aku kurang produktif. Kesimpulan: olahraga membuat kurang produktif.

Memperbaiki dosa dan kesalahan dengan membuat dosa dan kesalahan baru. #absurditashidup

17-01-19

Apa gara-gara belakangan ini aku minum teh hijau dari Jepang tiap hari makanya otakku jadi dilanda cerita bertemakan Jejepangan.

24-01-19

Tapi, biarpun membandingkan diri dengan orang lain membuatku tertekan, bukan berarti aku ingin seperti mereka. Itu seperti menafikan proses yang kualami selama ini. Itu seperti menghendaki kepribadian yang sama sekali lain, latar yang berbeda, yang menyesali hidup sepenuhnya, takdir Tuhan ...?

26-06-19

... "jodoh adalah cerminan". Dan sulit untuk becermin dengan jiwa yang penuh keburukan atau jika kita merasa buruk rupa.

29-06-19

... ngomen-ngomen ujung-ujungnya balik buat diri sendiri, semacam kesalahan orang lain aku perbaiki di penulisanku sendiri, atau hal-hal yang enggak aku sukai dari (karya) orang lain, ya, jangan sampai kumunculkan dalam karyaku sendiri.

30-06-19

Berhadapan dengan karya fiksi itu kayak berhubungan dengan orang. Kalo hati telanjur keambil, segala cacat dan kekurangan bisa diabaikan. Tapi kali udah telanjur jijay, keunggulan-keunggulannya lah yang terabaikan. Ada juga yang di antara itu, alias B aja, sehingga dalam kasus ini pandangan bisa agak objektif.

... berhadapan dengan hal yang enggak kita suka emang melelahkan.

... kalo kita maksain baca karya yang di luar minat kita, cabe akan bertebaran.

... tentang di Belanda dan negara maju lain di Eropah, orang dikasih tunjangan hamil atau punya anak atau semacam itu, bahkan diajari cara melahirkan sendiri, yang menunjukkan kemandirian orang sana. Lalu aku menangkap ironi: orang sana mandiri tapi pada enggak mau punya anak, sementara orang sini manja (terkait artikel Kompas Minggu lalu tentang kebergantungan pada ART) tapi banyak anak. ....

Idealnya mungkin mandiri dan kelangsungan populasi terjamin (tiap orang pengin punya dua-tiga-empat anak), tapi kenyataannya enggak gitu.

01-08-19

Gambar dari sini.
HAIKU
guling-guling,
nungging:
kucing aing

02-08-19

Kenapa aku begitu sombong? Padahal aku sudah sehina ini, tapi masih saja bisa sombong. Kadang terlalu merendah, kadang terlalu meninggi. Aku tetap begini, apakah merupakan cara Tuhan menundukkan kepalaku yang seperti bobble head?

11 - 09 - 19

Jadi, dari 1 halaman F4 itu bisa jadi 500 kata di Word. 

06-12-19

Perempuan harus pandai membaca situasi, cerdas mengelola emosi, dan fleksibel: tahu kapan harus bergantung dan tahu kapan harus mandiri; bisa cari uang sendiri tapi juga mengembangkan cara-cara alternatif atau tanpa uang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Seandainya kamu tertarik membaca selebihnya, segala tulisan yang ada di blog ini, blog satunya, dan Goodreads saya sebenarnya juga catatan harian yang sudah ditata (sedikit) supaya layak dibaca orang lain lo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain

  • Tempo Nomor 20/XXXI/15 – 21 Juli 2002 - ISSN : 0126-4273 Rp 14.700 Dalam edisi ini, sedikitnya ada 3 kumpulan artikel yang menarik buat saya. Yang pertama adalah… Read more Tempo Nomor 20/XXXI/1...
    4 minggu yang lalu
  • Berkata Tidak - Aku dapat berkata tidak. Ketika aku masih anak-anak, aku takut berkata tidak. Aku melihat orang tuaku menyurutkan cinta dan perhatian mereka bila aku tidak...
    1 tahun yang lalu
  • Tentang Stovia - Tulisan berjudul "Stovia yang Melahirkan Kebangsaan" (*Kompas*, 28/5) telah menyadarkan kita tentang arti penting nilai-nilai kebangsaan yang dibangun para...
    6 tahun yang lalu