Selasa, 18 Agustus 2020

TKI: Hilang Uang, Hilang Kerja

Dua perusahaan pengerah jasa TKI dicabut izin usahanya gara-gara menelantarkan calon TKI.

Ingin memperoleh pekerjaan, justru duit sendiri yang hilang. Itulah nasib yang dialami ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Puluhan calon TKI yang dijanjikan akan dikirim ke Malaysia itu disekap di Tanjung Pinang, Riau, pertengahan Januari lalu. Tak beberapa lama kasus serupa mencuat di Cianjur, Jawa Barat. Ratusan TKI yang akan dikirim ke Korea telantar, tak jelas kapan diberangkatkan.

Semula 40 orang calon TKI, percaya begitu saja pada PT Aula Mahkota Pratama (AMP) di Tanjung Pinang, Riau. Mereka yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dijanjikan pekerjaan di Malaysia. Untuk sementara para pencari kerja itu ditampung di sebuah rumah di Desa Dompak, Tanjung Pinang.

Tapi, sampai pada hari yang dijanjikan, ternyata hanya 17 orang yang bisa diberangkatkan. Itu pun tanpa izin kerja. Mereka masuk ke Malaysia hanya dengan paspor, visa kunjungan, dan membayar fiskal biasa. Sisanya, harus mendekam di tempat penampungan tak tentu entah kapan berangkat ke negeri jiran tersebut.

Merasa ditelantarkan, Iwan, salah seorang dari calon TKI itu, melarikan diri dan mengadukan nasibnya ke orangtuanya di Cianjur, Jawa Barat. Tak jelas, akibat laporan Iwan atau apa, akhirnya pihak Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) mencium juga gelagat buruk PT AMP. Depnaker lantas mengirim tim untuk menyelamatkan mereka. "Sebanyak 5 orang melarikan diri, dan sisanya 18 orang berhasil diselamatkan," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Tenaga Kerja, Fachri Thaharuddin.

Rupanya pengiriman TKI oleh PT AMP itu tidak melalui prosedur yang digariskan. "PT AMP tidak mempunyai perjanjian kerja. Tidak ada job order. Juga tidak ada permohonan pengajuan visa untuk bekerja," ujar Fachri menyebutkan kesalahan perusahaan itu.

TKI YANG DIBERANGKATKAN:
Ada juga yang ditelantarkan.

Tak heran, jika kini Depnaker memasukkan PT AMP, yang izin usahanya habis pada Februari ini, ke dalam daftar hitam. Artinya, Menteri Tenaga Kerja menolak perpanjangan izinnya.

Lain lagi yang terjadi di Cianjur. Bermula dari rekrutmen 2.262 TKI laki-laki dan 646 TKI perempuan oleh PT Binawan Praduta (PT BP) sejak Mei-Desember 1994. Mereka yang rata-rata berusia 20-30 tahun itu, tergiur bekerja ke Korea karena dijanjikan gaji sekitar 500 sampai 1.000 dollar Amerika bersih per bulan.

Untuk persiapan, mereka dididik dulu di balai latihan kerja PT BP di Cianjur. Untuk biaya pengurusan dan latihan tersebut, masing-masing TKI dipungut Rp 1 juta sampai Rp 1.250.000. Tapi yang terjadi jauh dari impian. Yang berhasil diberangkatkan hanya 847 TKI laki-laki dan 252 TKI perempuan. Sisanya masih telantar.

Buntutnya, pertengahan Januari lalu, sekitar 60 orang mewakili TKI yang telantar itu mengadu ke DPRD Cianjur. Tak hanya itu, mereka pun menuntut PT BP melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cianjur. "Setelah satu bulan mengikuti latihan di Cianjur, dua minggu kemudian akan diberangkatkan langsung ke Korea Selatan," ujar Ari, calon TKI yang juga seorang sarjana.

Hingga kini mereka yang belum berangkat ke Korea masih bertahan di Cianjur meskipun sudah tidak diberi fasilitas oleh Binawan. "Kami sekarang terpaksa menginap di rumah penduduk tanpa biaya memadai. Kami terpaksa bekerja apa saja di sini untuk makan," ujar seorang calon TKI sambil menangis.

Toh, Direktur PT Binawan Praduta, Saleh Alwaini, tetap membantah perusahaannya menelantarkan calon TKI itu. "Ini semata-mata karena bertepatan dengan liburan akhir tahun. Jadi ada kelambatan soal proses visa di Kedubes Korea," ujar Saleh.

Menurut Saleh, pihak Binawan pun telah menawarkan beberapa pilihan bagi calon TKI yang ragu-ragu berangkat. Mereka, kata Saleh, bisa meninggalkan program pelatihan dan uangnya akan dikembalikan secara penuh. "Walaupun uang itu telah digunakan untuk pelatihan, medical check-up, psikotes, dan pengurusan paspor," ujarnya.

Pihak Binawan boleh berkilah. Tapi yang jelas, kini seluruh rekrutmen baru yang akan dilaksanakan PT Binawan terpaksa dihentikan. Soalnya, pihak Depnaker telah memutuskan hanya 14 perusahaan yang diberikan izin mengirim TKI, 18 Januari lalu. Dan, surat keputusan yang berlaku efektif awal Februari itu tidak mencantumkan nama PT Binawan.

Iskandar Siregar, Teguh A., Asikin HS. (Bandung), dan Wahyudi El Panggabean (Riau)


Sumber: Forum Keadilan Nomor 22, Tahun III, 16 Februari 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain