Rabu, 31 Oktober 2012

Di Dalam Tubuh Miranda



“Kenapa kamu masuk ke Miranda?”

Justru aku mau keluar. Tolong aku keluar dari sini.

“Wah. Saya enggak berkemampuan buat ngeluarin kamu. Saya cuman bisa dialog sama kamu aja.”

Dan ngobrol bareng makhluk dari alam lain selalu jadi pengalaman eksotis buatku.

“Kenapa kamu bisa ada di dalam Miranda?”

Miranda nyaman. Orangnya baik, teman-temannya suka. Hidupnya enak, semua dipenuhi orangtuanya. Rajin belajar, aku bisa banyak menyerap ilmu manusia.

“Terus kalau kamu emang nyaman kenapa kamu pingin keluar?”

Aku enggak aman lama-lama di sini. Teman-temanku pindah-pindah medium, mereka lebih dihargai. Mereka belajar lebih banyak, mereka mendapat lebih banyak. Enggak ada tempat yang aman sebetulnya, tapi harus ada dinamika.

“Ya udah keluar aja.”

Enggak segampang itu. Kamu lihat sendiri kan, Miranda kesakitan waktu aku mau keluar. Aku sengaja muncul waktu Miranda dengan orang banyak, supaya menarik perhatian, supaya ada yang bisa bantu aku keluar.

“Oh baguslah. Mungkin entar orangtua Miranda bakal panggil kiai, orang pinter, atau apa…”

Tapi sebetulnya aku takut. Aku udah terlalu lama di Miranda. Nanti pasti susah menyesuaikan diri lagi dengan medium baru. Aku bingung.

“Tapi akhirnya kan kamu udah terlanjur menampakkan diri…”

Makanya itu, aku enggak tahu setelah ini gimana. Aku capek sama masalah ini. Aku enggak tahu sampai kapan bisa tahan di sini, tapi apa aku bisa tahan di luar sana? Oh…

Nonmiranda menangis dengan menggunakan air mata Miranda.

Tiba-tiba tubuh Miranda berkelojotan, diakhiri sentakan kencang. Pandangannya kosong sesaat, lalu dengan lemah celingukan. Ekspresinya tidak lagi menyerupai Suzanna waktu minta sate 100 tusuk, suaranya tidak lagi seperti Darth Vader.

“...ngh, aku kenapa sih...?” tanyanya, dengan napas masih terengah.

sumber gambar:
http://bengkuluekspress.com/siswa-sman-3-bs-kesurupan-massal/
Akupun seperti baru menyadari kalau hanya aku dan dia di ruangan ini. Dia perempuan dan aku bukan. Lengan dan kakinya terikat di tempat tidur. Pintu tertutup. Gorden rapat. Sialan. Makhluk itu menghilang begitu saja. Dasar pecundang. Setan labil.

“Enggak ada apa-apa,” kataku. Lekas-lekas berdiri.

“Kenapa aku di sini? Ngapain kamu di sini?!” Kali ini gelisah Miranda bukan karena makhluk di dalam tubuhnya, aku yakin… ia lebih ngeri padaku ketimbang pada makhluk di dalam tubuhnya-andai-saja-ia-tahu.

“Tenang, tenang, Miranda…” Lihat, pakaian kita sama-sama utuh. Kamu di tempat tidur dan aku di sofa yang jaraknya satu meter lebih darimu. Tubuhku bahkan tidak condong ke arahmu. Sayangnya aku terkelu.

Cepat! Sebelum dikira pervert!

“Saya panggil guru dulu…” ucapku sebelum menutup pintu, “…ngasih tahu kalau kamu udah sadar,” dengan menyimpan sesuatu yang masih ingin bersembunyi di dalam tubuhmu.[[waktuhabis!]] 


241012:sekadar ngerjain latihan dari sini
dengan menggunakan emosi yang ada di lagu "Runaway, Houses, City, and Clouds" (Tame Impala, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain