Loh. Februari belum habis. Tanggungan akademis belum tuntas. Kok
hiatus sudah putus.
Februari
tinggal beberapa hari lagi padahal. Namun saya merasa tidak bakal mendapatkan
apa-apa kalaupun saya mempertahankan, selain kegelisahan.
Sesungguhnya
hiatus sudah kandas sejak awal masanya, walau tidak total. Aktivitas
kepengarangan yang diharamkan saat
hiatus tetap berjalan, terutama dalam pikiran.
Beginilah saya melaporkan.
Poin toleransi
1.
Membaca secara random
(koran, majalah, tabloid, manapun)
Saya
membaca majalah Intisari, majalah C ‘n S, majalah Janna, suplemen KOMPAS, tabloid
Peluang Usaha atau Wirausaha—apalah di antara dua itu, dan
lain-lain. Tidak tahan untuk tidak membaca sama sekali, seolah tidak tahu apa
lagi yang bisa dikerjakan. Pelan-pelan, lalu bertubi-tubi.
2.
Mencatat ilham untuk
dikembangkan jadi sesuatu lain kali
Tentu saja
saya lakukan. Kembali ke masa di mana saya cuman bisa mencatat gagasan, tapi
tidak tahu bagaimana mengembangkannya menjadi tulisan layak tayang.
3.
Menulis catatan harian
apabila mendesak
Tentu saja
saya lakukan. Semula saya mengeluarkan pikiran sepatah demi sepatah, karena
sejak (katakanlah semacam) mental
breakdown di awal Desember 2012 saya mewanti-wanti pikiran agar tidak
beranak-pinak. Lama-lama toh deras jua.
4.
Menghadiri forum
komunitas
Hadir
sekali di Sabtu sore bersama Komunitas Bawah Pohon.
5.
Mengulas karya milik
orang lain yang dikirim ke e-mail,
apalagi kalau memang diminta
Jangankan
yang dikirim ke e-mail, yang dipajang
di Kekom pun saya lahap. Seyogianya Kekom tercantum dalam larangan selama
hiatus.
Poin larangan
1.
Tidak memperbarui blog
Berhasil,
sampai hari ini. Sesekali saya tetap buka blog
sih, cuman untuk mengetahui jumlah pengunjung, komentar, pembaruan dari daftar
bacaan, dan lain-lain.
2.
Tidak membaca materi
terkait dari manapun
*ahahaha…
…tidak
intensif kok.
3.
Tidak mengulas cerpen di
Harper maupun manapun
Yang di
Harper sih tidak. Yang di Kekom… itu poin 1000++ dapat dari mana ya?
FYI.
Sekali komentar di Kekom dapat poin 5.
Hei.
Bagaimanapun Kekom mengakomodasi kebutuhan saya untuk berinteraksi!, dan itu
bisa dikatakan Poin Toleransi nomor 4 loh *maksa.
4.
Tidak mengerjakan
latihan dari sumber belajar manapun
Berhasil,
sampai dorongan untuk melanggar hiatus kian tak tertahankan. Kemarin malam saya
kerjakan prompt dari Write 4 Ten. Cuman
menulis bebas tentang bebas, termasuk ke Poin
Toleransi nomor 3 dong. Saya juga
mampir ke tantangan terbaru dari terribleminds, dan mentok ketika harus bikin
cerita dengan subgenre Zombie Apocalypse,
yang berlatar di prom SMA, dan
berkaitan dengan sebuah lukisan yang hilang. Masya Allah!
5.
Tidak meminjam buku dari
perpustakaan maupun orang lain, apalagi mengulasnya
Dari
perpustakaan di rumah saya menamatkan Kebudayaan Indis - dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Saya lupa berapa jumlah buku yang saya pinjam dari perpustakaan
pusat UGM, sedang yang saya tamatkan antara lain cuman Novel Voices, Gadis Tangsi, dan Digitarium.
Dari perpustakaan kota Jogja saya pinjam cuman
empat, yaitu Norwegian Wood, Sepiring Nasi
Garam, Hubbu, dan Kun… Fayakun:
semua tamat. Sebagian besar saya bikin ulasannya, walau acak-acakan dan cuman ditulis tangan. Soalnya sayang kan kalau kita sudah menghabiskan waktu untuk membaca buku, tapi tidak bisa mengapresiasi maupun menarik pelajaran darinya.
6.
Tidak menulis cerpen
Suatu pagi
saya mendengarkan lagu One Day I’ll FlyAway dari Randy Crawford, dan terbayang suatu situasi yang bikin saya
menangis. Malam tiba, saya dengarkan lagu tersebut berulang kali. Menangis
terus-terusan. Saya menerka-nerka apa sebabnya adalah karena serangan
pikiran-pikiran negatif (sebelum-sebelumnya begitu), tapi kiranya bukan. Ini
luar biasa. Saya merasa harus mengeluarkan apa yang batin saya alami, walau
raga cuman tiduran. Jadilah cerpen ini. Beberapa hari kemudian saya “dapet”.
Agaknya PMS bukan mitos. Susah jadi perempuan.
7.
Tidak menulis novel
Suatu pagi
jelang siang di ruang sirkulasi suatu perpustakaan saya duduk. Seharusnya saya
mengetik revisi daripada tanggungan akademis saya, alih-alih fiksi dengan
khayalan dan adegan jorok. Adapun yang saya ketik tersebut bisa dikata sebagai
satu dari rangkaian scene yang ingin
saya wujudkan menjadi novel. Tidak dimaksudkan sebagai erotis kok, cuman
dewasa-muda yang mengalami angst.
***
Sesungguhnya
ada tujuan yang ingin saya capai selama hiatus, yaitu:
·
menyelesaikan tanggungan
akademis;
Ujian saya
sudah tempuh, mandek di revisi. Sebulan lebih lalu. Tiap pagi saya mencorat-coret
kertas, tapi tidak mendapatkan paragraf-paragraf untuk diketikkan. Tiap malam
saya kalut memikirkan ini. Saya hiatus demi fokus pada ini, tapi ketika saya
tidak bisa mengerjakan ini saya tidak tahu apa lagi yang saya bisa kerjakan
selain tidur.
·
dan mempelajari
keterampilan baru.
Saya
berkenalan dengan bahasa Jerman melalui buku Siapa pun Bisa Bahasa Jerman, mentok di Topik 12: “PERUBAHAN TENSES”.
Saya juga sempat mengoperasikan vacuum
cleaner selama beberapa jam di suatu pagi. Saya tidak cukup giat untuk
lanjut berlatih harmonika dan menggambar, maupun mengerjakan latihan bahasa
Inggris dan mempelajari buku tentang komedi.
***
Ada The Heath Guide to Literature yang ingin
saya tekuni. Ada novel yang perlu saya ulas. Ada draf yang hendak saya revisi. Ada
ratusan cerpen yang menanti untuk dibaca. Ada beberapa event menulis-novel-bareng yang menarik untuk diikuti. Ada berbagai
sumber latihan dari internet yang menggoda untuk dikerjakan. Ada tanggungan akademis yang harus saya
tuntaskan, dan inipun perkara menulis. Ada-ada saja yang menghadang di
jalan ini.
Demikian hiatus
saya putus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar