Welcome to the NHK
– Tatsuhiko Takimoto terj. …b. Inggris (TokyoPop,
2007, dapet ngunduh di 4shared) sekalian Drop Out – Arry Risaf Arisandi
(GagasMedia, Jakarta, 2008)
Welcome to the
NHK (selanjutnya WNHK) adalah novel berbahasa Inggris kedua, yang bukan simplified edition, yang berhasil aku
tamatkan dalam waktu relatif cepat. Bahasanya simpel, pembacaannya pun asyik.
Kupikir tepat untuk membandingkan WNHK dengan Drop Out (selanjutnya DO). Kedua novel
ini mengangkat kasus yang nyaris serupa. Tokoh utama sama-sama dewasa muda—lelaki—dari
kalangan menengah yang lagi terpuruk akan nasib, dengan konteks menurut negara
masing-masing. WNHK di Jepang, sedang DO di Indonesia.
Aku membandingkan kedua novel tersebut dari berbagai aspek
semisal latar belakang tokoh utama, tokoh pendukung primer yang sama-sama perempuan,
tokoh pendukung sekunder—yang merupakan tempat pelarian bagi tokoh utama—yang umumnya
laki-laki, alur, keberbobotan, sampai kekurangan masing-masing cerita (or I thought so…). Kesan yang kudapat
dari WNHK adalah rapi, fokus, serius, dan mendalam, sedang DO walaupun
menghibur namun terasa acak-acakan. Walau ringan, WNHK dapat memberikan
perenungan melalui percakapan dan pikiran para tokoh di dalamnya yang
menyerempet hal-hal filosofis semacam kehidupan, kematian, Tuhan, bahkan
konspirasi, sedang seingatku aku tidak menemukan momen-momen semacam itu di DO.
Perbandingan tersebut sepertinya bisa menjadi ulasan tersendiri yang sebaiknya
aku kerjakan dengan serius lain kali.
Kupikir keduanya semacam komedi suram, yang bikin pembaca ketawa
sekaligus meringis sama nasib karakter-karakter di dalam cerita. Cerita sama-sama
diakhiri tanpa perubahan nasib yang drastis, namun tokoh utama menjadi lebih tegar
dalam menjalani kehidupan. Menilik latar belakang pengarang masing-masing,
aku suka bagaimana mereka menceritakan nasib buruk yang pernah dialami—walau tidak
persis—dalam kemasan yang jenaka walau tetap menyedihkan. Senada dengan apa
yang pernah kupelajari dari serial semacam 30
Rock dan Community, kelucuan
digali justru dari keburukan—dalam hal ini adalah manusia alias para karakter
yang ditempatkan dalam situasi tertentu.
Percik-percik Pemikiran Iqbal – Ahmad Syafii Maarif dan Mohammad DIponegoro (Shalahuddin
Press, Yogyakarta, 1983)
Buku yang mini banget, mungkin bisa dimasukkan ke dalam saku.
Tebalnya cuman 66 halaman. Isinya terdiri dari empat tulisan, yaitu pengantar
dari M. Habib Chirzin, dua dari Ahmad Syafii Maarif, dan selebihnya dari
Mohammad Diponegoro—yang kukira adalah Pak Dipo yang mengarang Si Odah dan Cerita Lainnya.
Iqbal adalah pemikir yang merekonstruksi pemahaman akan Islam.
Ia bukan saja filsuf, tapi juga penyair. Konon tulisan mengenai Iqbal lebih
mudah dipahami ketimbang tulisan Iqbal sendiri. Aku pun penasaran dengan
bagaimana sesungguhnya pemikiran beliau, dan mengapa namanya begitu besar. Buku
ini memberitahuku bahwa Iqbal mengusung individualitas. Tiap orang menanggung
dosanya sendiri, tidak dosa orang lain. Tiap orang bisa menentukan nasib
sekaligus takdirnya sendiri. Tuhan semacam partner manusia dalam memperjuangkan
nasibnya, namun manusia perlu berinisiatif terlebih dulu. Aku pun teringat
judul kumpulan cerpen Leo Tolstoy dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
Jalasutra itu, Tuhan Maha Tahu tapi Dia
Menunggu. Tulisan-tulisan dalam buku ini juga membicarakan tentang ego,
penjelasan yang barangkali akan lebih mudah dicerna oleh orang yang meminati
filsafat, bagaimana Iqbal mempertemukan pemikiran Barat dengan Timur, ijtihad itu
penting, dan semacamnya.
Dari Peristiwa ke Imajinasi: Wajah Sastra dan Budaya
Indonesia – Umar Junus
(PT Gramedia, Jakarta, 1983)
Buku ini merupakan kumpulan esai kritik sastra, terdiri dari
tiga bagian yaitu “Realitas dan Imajinasi”, “Karya Sastra dan Pembaca”, dan “Hakikat
Suatu Karya”. Judul-judul yang terhimpun dalam masing-masing bagian sebetulnya
menarik, seperti “Dari Peristiwa ke Imajinasi”, “Unsur Luar dalam Novel
Indonesia”, “Karya Sastra dan Pembaca: Antara Dua Kerangka Pemikiran”, “Novel
dan Pembaca: Persoalan Jarak”, dan sebagainya. Umumnya esai merupakan
interpretasi penulis pada unsur tertentu dalam suatu karya—karya-karya yang
entah kenapa aku tidak tertarik untuk baca. Aku tidak bisa menyelesaikan buku
ini karena pembacaanku kurang nikmat, entah karena bahasanya, kontennya, atau
konteksnya—yang terlampau zadul bagiku secara yang dibahas adalah novel-novel
Balai Pustaka. Entah apa aku mulai antipati dengan novel-novel Indonesia zadul.
Padahal aku suka dwilogi Putri – Putu
Wijaya dan Olenka – Budi Darma, juga
seru sekali membaca Atheis – Achdiat K.
Mihardja, Harimau! Harimau! – Mochtar
Lubis, bahkan Tenggelamnya Kapal Van der
Wijk – Hamka. Meskipun aku juga tidak bisa menangkap kesan dari Jalan Tak Ada Ujung – Mochtar Lubis, dan
tidak berminat menyelesaikan Belenggu
– Armijn Pane.
Kasus-kasus Perdana Poirot –
Agatha Christie (PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991)
Ada 18 kasus dalam buku ini. Tokoh utama adalah Poirot, seorang
detektif yang sombong lagi pesolek dan metodis. Sebagian besar cerita dibawakan
melalui sudut pandang orang pertama perspektif Kapten Hastings—semacam Watson
bagi Holmes, bahkan ia juga tinggal satu flat dengan Poirot! Beberapa cerita
dibawakan dengan sudut pandang orang ketiga saja tanpa Hastings. Beberapa
cerita berbingkai… berbingkai-bingkai malah… di mana satu orang menuturkan
cerita orang lain yang menuturkan cerita orang lain lagi… wow! Khas cerita
detektif kukira. Figur-figur yang diangkat dalam kumpulan kasus ini umumnya
berasal dari kalangan atas, atau menengah ke atas. Asal-usul penting. Pergaulan
internasional. Bahkan pelayan pun sebaiknya tampak terhormat. Menilik di
Wikipedia, Agatha Christie memang berasal dari kalangan atas, dan ternyata dia
bukan perawan tua seperti Miss Marple.
Pembacaan cerita detektif agaknya membutuhkan konsentrasi
tinggi, sementara pikiranku doyan kelayapan tak peduli apa yang tengah
kukerjakan. Cerita detektif juga agaknya lebih melibatkan pikiran ketimbang
perasaan, sehingga bagiku kurang berkesan.
Aku juga
menamatkan Celoteh Soleh oleh
Soleh Solihun (B-First), Pengkajian
Kritik Sastra Indonesia dari Yudiono KS
(Grasindo), dan Aku Ini Binatang
Jalang yang merupakan kumpulan puisi
Chairil Anwar di tahun 2012 kemarin, tapi selain informasi tersebut aku sama
sekali tidak menuliskan pembacaan masing-masing. Aku juga sempat membaca The
Girl with a Pearl Earring karya Tracy
Chevalier sampai halaman 37 lalu memutuskan untuk berhenti. Ternyata aku
memang belum kuat dengan novel berbahasa asing. Kukira karya-karya pendek yang dilengkapi
daftar pertanyaan—yang terhimpun dalam antologi semacam The HarperAnthology of Fiction atau One World
of Literature lebih memadai bagiku untuk awal
pembelajaran fiksi berbahasa Inggris.
kang, saya penggemar welcome to the nhk.
BalasHapusdan sialnya 6 tahun setelah nonton itu (saya dapet via dvd versi animenya) semuanya malah kealamin,,,kyanya kena sugesti.
klo boleh nanya di indonesia novelnya ada ga sih?
thanks b4
salam kenal, mas alam lukman.
Hapusrasa-rasanya novel welcome to the nhk belum pernah ada yang nerjemahin ke bahasa indonesia, ya. #soktahu
baca yang versi bahasa inggris aja, udah pernah? ringan kok, hehehe.
semoga tetap semangat menjalani hidup, waha.
ya saya belum nemuin itu di gramed sejauh ini, dan memang belum nanyain ada ato enggaknya. versi bahasa inggris dapet dari mana selain pesen di web?
BalasHapussantai saja. surat DO saya tersimpan aman dan belum ada yang tahu.
Ha-Ha. :I
googling aja, mas, hehe.
Hapuskalau DO Arry Risaf udah baca belum?