Tulang Miskin: Bawaan Nasib, Keturunan, atau Ulah Kita? – Joseph Landri (PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007)
Buku setebal 296 halaman yang ukurannya seperti chiclit terbitan GPU ini mudah dibaca,
sehingga aku bisa menamatkannya dalam sehari—beberapa jam doang sebetulnya
kalau pembacaan tidak dipotong-potong. Gaya bahasanya seperti bertutur, banyak
kata yang dimiringkan karena tidak baku.
Bagian utama buku ini adalah 34 cerita mengenai bagaimana
orang-orang dengan kekayaannya. Kebanyakan adalah tentang yang gagal, dengan
demikian penulis memberikan pelajaran dari ketidakberhasilan tersebut yang
dirangkum dalam ruang tersendiri di tiap akhir cerita. Pelajaran itu ia sebut
dengan ilmu KOEDOE, cara menulisnya saja yang zadul padahal pengertiannya
adalah bahasa Sunda dari “harus” (“kudu”).
Saya hanya mencatat beberapa pelajaran yang paling terngiang dalam benak saya
selama membaca, seolah memang hal itu yang paling ditekankan oleh penulis.
Yang pertama, istri jangan bergantung kepada suami. Perempuan
pun harus mandiri secara finansial, kalau bisa sejak sebelum menikah, kalau
belum bisa ya jangan dulu punya anak. Punya anak nanti saja kalau tabungan
sudah cukup, karena butuh biaya yang tidak sedikit untuk membesarkan anak.
Yang kedua, anak harus dididik dengan ketat supaya disiplin,
rajin, pintar bergaul, hemat, dan seterusnya… hingga ia bisa
mempertanggungjawabkan sendiri hidupnya.
Hlo kok menyerempet parenting?
Tengok lagi judul buku ini. Meskipun kukira penulis tidak mendalami psikologi
secara mendalam, namun faktor didikan keluarga menurutnya menentukan apakah
seseorang bisa bekerja keras atau tidak supaya kaya. Syukur kalau bisa hidup
enak terus, tidak ada rintangan dalam bisnis orangtua, tapi nasib siapa yang
bisa menerka sih? Kita bisa sewaktu-waktu bangkrut, dan kita harus selalu punya
persiapan untuk itu.
Yang ketiga, perhitungkan setiap risiko. Jangan terlalu
percaya saat mengambil suatu keputusan, melainkan harus ada cadangan semisal
tabungan, deposito, apalah.
Ujung tombaknya memang kerja keras, tapi pola asuh orangtua
juga berpengaruh signifikan. Soal kepuasan sama apa yang sudah kita miliki itu
ya terserah, yang penting kembali ke yang pertama yaitu belajar kerja itu
penting.
Selain ilmu KOEDOE, di akhir tiap cerita juga disuguhkan pepatah
China dan kutipan dari orang-orang terkenal. Buku yang baik untuk memperluas
wawasan.
Pengantar Teori Fiksi
– Pujiharto (Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan Penerbit
Elmatera, Yogyakarta, 2010)
Buku ini semacam Teori
Fiksi-nya Robert Stanton yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, dari segi konten sampai ukuran. Sayang daftar isi dalam buku ini
cuman berisi judul bab, tanpa subbab apalagi subsubbab, yang padahal jika lebih
rinci tentu bisa memberi bayangan yang “lebih terbayang” bagi pembaca. Bagaimanapun
aku menemukan beberapa istilah baru dari buku ini, yang belum aku dapatkan di
buku-buku lain mengenai fiksi.
Dikotomi antara fiksi serius dengan fiksi populer juga
dibahas dalam buku ini. Fiksi populer sekadar menceritakan sesuatu, sedang
fiksi serius menceritakan sesuatu dengan menggunakan fakta-fakta dan
sarana-sarana yang lebih rumit hingga untuk memahaminya diperlukan analisis
yang serius. Fiksi populer menggambarkan tokoh yang stereotipe (pada umumnya),
sedangkan fiksi serius menghadirkan keunikan suatu tipe tokoh.
Tujuan dari penciptaan fiksi menurut penulis adalah untuk berbagi
pengalaman kemanusiaan. Bisa saja kita mewawancarai sang pengarang agar berbagi
secara langsung, tapi dampak yang ditimbulkan akan berbeda dengan apabila kita
memperolehnya melalui karya yang disusun secara estetis. Dengan demikianlah
kualitas seorang pengarang diuji.
Fakta cerita adalah hasil tindakan pengarang dalam berimajinasi,
berupa detail-detail yang diorganisasikan dengan baik. Fakta cerita menurut
Stanton (1965) terdiri dari alur, tokoh, dan latar, yang merupakan elemen yang
pertama-tama teramati oleh pembaca dalam memahami fiksi. Pembaca kemudian
melihat relasi antar fakta, menemukan tema, dan mencermati sarana-sarana yang
digunakan dalam menyusun fakta, hingga tercapai pola-pola yang bermakna.
Buku ini tidak hanya memberikan penggalan-penggalan cerpen
sebagai contoh dari apa yang dijelaskan, tapi juga cerpen utuh seperti Kado Istimewa (Jujur Prananto), Perempuan dari Masa Lalu (Sirikit Syah),
Robohnya Surau Kami (AA Navis), dan Dilarang Mencintai Bunga-bunga
(Kuntowijoyo). Aku paling suka dengan dua cerpen terakhir. Aku coba
membandingkan sekaligus menginterpretasikan keduanya dengan berpatok pada
salah satu kriteria dalam menilai fiksi yaitu kejujuran(-koherensi), yang kalau
aku rada pintar dan tidak malas mungkin bisa menjadi esai tersendiri. Kriteria
lain dalam menilai fiksi menurut buku ini adalah kesatuan, orisinalitas, konsistensi,
dan kompleksitas. Dari contoh-contoh cerpen yang ditampilkan, baik utuh
maupun penggalan, aku menyadari bahwa rangkaian kalimat sederhana sudah mampu
menimbulkan suasana tertentu. Jadi kenapa sih kita harus begitu pusing memikirkan
kalimat-kalimat “bagus” untuk dituliskan?
Reporter dan Sumber Berita: Persekongkolan dalam Mengemas dan
Menyesatkan Berita – Herbert
Strentz terj. …b. Indonesia (PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993)
Buku ini cukup tipis dan kecil, harganya pun hanya Rp 6.500, saat
diterbitkan. Aku kira kesulitanku dalam pembacaan buku ini—hingga aku pinjam
dua kali tapi tidak pernah berhasil menamatkan—adalah karena bahasa
terjemahannya yang tidak simpel. Aku capek membacanya, barangkali karena kalimat-kalimatnya
kurang pendek—serasa ada banyak gagasan yang hendak dimasukkan dalam satu
kalimat. Bagaimanapun seharusnya buku ini memberikan ulasan yang bagus mengenai
hubungan antara reporter dengan sumber beritanya, sayang aku terkendala
dengan bahasa.
Fifty Shades of Grey – EL James (dapet ngunduh di 4shared)
Fifty Shades of Grey – EL James (dapet ngunduh di 4shared)
Novel ini adalah novel berbahasa Inggris pertama yang berhasil aku tamatkan, yang bukan simplified edition. Awal pembacaan aku merasa tepat membaca novel ini, karena mudah dari segi bentuk dan isi. Bahkan kukira novel ini masih lebih mudah ketimbang cerpen-cerpen di Harper Anthology of Fiction. Bahasa dalam novel ini seperti bahasa percakapan. Jumlah halaman yang mencapai 236 dalam format pdf aku lahap dalam sehari saja. Sesekali aku mesti berhenti membaca novel ini karena mataku capek, tapi mungkin juga karena isinya.
Bicara soal isi, menurutku novel ini penuh sensasi. Cewek biasa bertemu cowok wow yang menginginkannya mati-matian—sangat klise. Ingatlah Hana Yori Dango, Meteor Garden… Ya namanya juga novel erotis, ups, tahulah bumbu apa yang wajib dibubuhkan. Dengan tokoh utama perempuan berusia 21 tahun yang baru lulus kuliah, suka baca buku, kebanyakan mikir, tidak percaya diri, naif, dan begitulah, aku merasakan tujuan dibuatnya novel ini memang untuk menyenangkan pembacanya… para perempuan yang insecure.
Kesenanganku selama pembacaan novel ini lebih karena sembari membiasakan diri membaca teks berbahasa Inggris. Kosakataku sedikit demi sedikit bertambah melalui kata-kata yang sering muncul, seperti “murmur”, “mutter”, “shrug”, “enigmatic”, “taciturn”, “navel”, “thight”, aw aw aw… Aku malah merasa plain dengan sensasi-sensasi dalam novel ini. Biar tokoh utama perempuan diberi Mac, Blackberry, Audi, apalah, oleh kekasihnya yang waw itu, aku kurang tergugah karena aku mungkin tidak begitu tertarik dengan materi. Mereka juga terlalu sering begituan, sampai aku berpikir, …enggak capek apa? Sesekali adegan begituan dilakukan melalui prosedur yang cukup rumit karena si pria penggemar BSDM (pengertiannya silahkan googling sendiri), dan aku malas buka kamus sehingga aku tidak begitu terbayang mengenai, ya, ujung-ujungnya intercourse kan, ah sudahlah. Aku memang tersentuh dengan si pria yang begitu perhatian pada tokoh utama, juga kemisteriusannya walau tidak terjawab di jilid ini (yaa novel ini ternyata berlanjut hingga dua jilid berikut!) namun pada satu titik aku jenuh. Pola hubungan di antara mereka begitu terus. Masalah sedikit, begituan. Kalau tidak dengan begituan, si pria memanjakan tokoh utama dengan kemewahan. Konflik di antara mereka sekadar pengantar menuju kesenangan berikut. Edan. Sensasi belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar