Videoklip ini ada di
barisan kanan ketika aku menonton Foster The People di Youtube. Aku asal klik.
Barangkali menarik. Seperti aku menemukan This
is The Day dari The The saat membuka Rah Band. Aku tidak menduga akan
disuguhkan cerita yang aw… walaupun dibawakan oleh boneka marionette yang lazimnya
untuk pertunjukan anak(?).
Cerita dibuka dengan
adegan merancap[1]
seorang pemuda sembari meneropong seorang perempuan yang lagi mandi di bawah pancuran. Heran juga sih. Jendela kamar
mandi kok selebar itu, yang malah dibuka ketika ruangannya lagi dipakai—apa sengaja
ingin diintip? Bagaimanapun perempuan itu
tampak tidak senang.
Kepergok sasarannya,
si pemuda sangat malu. Ia pun berkonsultasi kepada seorang pria yang kukira
profesional—psikolog. Tapi pria tersebut tidak benar-benar mendengarkannya,
malah asyik merancap juga sambil menyaksikan kuda dari jendela. Aku bisa
merasakan kesedihan si pemuda. Orang lain yang diharap membantu ternyata bermasalah
juga, dan malah menikmati masalah itu.
Pemuda itu pun
pulang. Minum bir, kukira. Kaleng-kaleng bergelimpangan. Majalah porno di meja.
Ia memindahkan saluran di TV yang menampilkan adegan ciuman sepasang kekasih,
ke saluran yang menayangkan tinju, ke saluran yang menyajikan acara masak. Pria
berkumis di TV mengingatkannya untuk mengaduk seluruh bahan, jangan cuman duduk
membuang waktu. “Emangnya apa yang sudah kamu lakukan dengan hidupmu?!” si
pemuda bicara pada TV. “Aku membuat blancmange,”
pria berkumis menunjukkan hasil karyanya. Pemuda itu tertegun.
Ia pun coba untuk menghasilkan
sesuatu. Ia pergi keluar, melukis kuda yang sedang merumput. Sampai ia
menyadari kalau ia ternyata tidak sendiri. Tidak jauh, dua orang lelaki yang
tampak berandal juga sedang melukis… grafiti, dengan cat semprot, di dinding.
Kemudian mereka menertawakannya, bahkan kuda yang tadinya ia lukis pun
menertawakannya. Pemuda itu seakan merasa bahwa apa yang ia lakukan tidak lagi
ada artinya.
Bersepeda ia pulang.
Hujan menyapunya, tapi bulir-bulir di pipinya tetap ada hingga ia kembali di kamarnya.
Alat lukis berserakan. Gambar porno terabaikan. Lingkaran merah menandai hari
ulang tahun di kalender. Hingga ia menyadari sebuah teropong tengah terarah
kepadanya, bergerak-gerak. Ia pun tersenyum.
Berikut videoklip yang kumaksud. Kalau usiamu belum 20 tahun, aku sarankan untuk tidak mengeklik segitiga putih (maupun abu-abu) di bawah.
Kuda yang muncul
berkali-kali dalam videoklip ini mengingatkanku akan lagu Belle and Sebastian, Judy and the Dream of Horses. Ada yang
pernah memberitahuku kalau kuda ternyata mengandung makna seksual.
Dengan menafikan adegan yang “mengganggu”, videoklip ini kena buatku. Mula-mula aku terpikat dengan cerita dalam videoklip tersebut, alih-alih musiknya. Setelah berulang kali menyetel videoklip tersebut, barulah aku menikmati musiknya. Liriknya di telingaku serasa dilantunkan dengan begitu lembut, padahal singkat saja dan diulang-ulang.
Dengan menafikan adegan yang “mengganggu”, videoklip ini kena buatku. Mula-mula aku terpikat dengan cerita dalam videoklip tersebut, alih-alih musiknya. Setelah berulang kali menyetel videoklip tersebut, barulah aku menikmati musiknya. Liriknya di telingaku serasa dilantunkan dengan begitu lembut, padahal singkat saja dan diulang-ulang.
I wish that I could swim and sleep like a shark does. I'd fall to the bottom and I'd hide 'til the end of time, in that sweet cool darkness. Asleep and constantly floating away. I wish that I could break and bend like the world does. I'd fall to the bottom and I'd chase all my dreams away. And I'd let you crush me. My dreams would be constantly wilting away.
sumber
Kekosongan, yang oleh pemuda dalam videoklip isi dengan pornografi. Keinginan untuk meringkuk saja di zona nyaman. Tak ambil peduli pada mimpi-mimpi yang hancur berantakan.
Mengetahui bahwa
genre yang diusung Unknown Mortal Orchestra adalah psychedelic rock, aku mafhum. Tidak jauh dari apa yang lagi doyan
dikonsumsi telingaku belakangan ini, khususnya Tame Impala. Warna musik mereka
ternyata memang mirip ya sama The Beatles. Aku sempat mengira tidak akan bisa
membedakan mana yang Unknown Mortal Orchestra mana yang Tame Impala, ketika aku
ingin coba setel bersamaan dua album mereka yang sama-sama baru aku dengar—II (2013) dari Unknown Mortal Orchestra
dan Lonerism (2012) dari Tame Impala.
Kurasa Unknown Mortal Orchestra rada lembut. Aku senang musik semacam ini
karena serasa membawaku mengawang-awang. Acap kali pyschedelic diasosiasikan dengan drugs. Buatku sih pikiran yang jelimet lagi acak-acakan saja sudah
cukup bikin teler.
[1] Semoga ini istilah yang
tidak umum, karena istilah yang umum
kali-kali menimbulkan kesan kurang nyaman :P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar