Cukupkah pedoman Ejaan yang
Disempurnakan (EyD) dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia untuk menguasai pengetahuan berbahasa Indonesia? Dalam
praktiknya, sering terjadi penyimpangan dalam berbahasa hingga menarik para
pemerhati bahasa untuk membahasnya dalam sebentuk artikel. Kita dapat membaca
artikel-artikel tersebut tiap Jumat di harian KOMPAS, di bagian belakang majalah bulanan Intisari, juga di buku karangan Dr. J. S. Badudu Membina Bahasa Indonesia Baku.
Dalam Pesta Buku Bandung pada Oktober
2013 lalu, saya menemukan buku semacam namun tidak membelinya. Selain karena bujet, saya sangka buku yang saya lihat
di pameran itu merupakan versi baru dan terpadu dari tiga seri Membina Bahasa Indonesia Baku yang dua
di antaranya telah tersedia di rumah. (Dulu pun trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari diterbitkan terpisah, baru
belakangan dicetak ulang dalam satu jilid.) Sayang saya tidak sampai mengamati
penerbit dan harga cetakan baru tersebut, barangkali ada yang tertarik untuk
mencarinya.
Lagipula buku ini muncul setelah Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan diresmikan presiden pada tanggal 16 Agustus
1972. Bukankah sampai sekarang ejaan tersebut masih menjadi patokan dalam
menuliskan bahasa Indonesia secara baik dan benar? Boleh tengok bagaimana isi
buku lawas ini masih ada yang relevan dengan gejala bahasa sekarang. Bahasan
tentang pemakaian kata nyaris dan hampir, misalnya. Kedua kata tersebut
bersinonim namun tidak selalu dapat saling menggantikan. Dalam halaman 158 buku
ini: “Kata nyaris tidak boleh
digunakan dalam pengertian yang menguntungkan seperti nyaris menang, nyaris mendapat keuntungan, nyaris lulus dalam ujian.”
Hal sama diungkapkan pula dalam rubrik Bahasa Kita Intisari edisi Januari 2014: “Kata hampir bersifat netral; mungkin berkaitan dengan hal yang tidak
diinginkan, mungkin pula tidak. Sementara itu, kata nyaris cenderung dikaitkan dengan peristiwa yang tidak diinginkan.”
Membaca buku ini membuat saya insaf
kalau pengetahuan bahasa saya masih kurang. Saya baru tahu kalau pemakaian dariku, darimu, darinya hanya boleh
dalam bentuk puisi (halaman 68). Penyair diberikan kebebasan dalam melanggar
kaidah bahasa (licencia poetica)
karena keperluan sajak dan irama puisi yang digubahnya. Dalam bahasa prosa, hal
itu tidak dibenarkan. Dari,
sebagaimana di dan ke, merupakan kata depan. Kita tidak
boleh juga mengatakan diku, dimu, dinya,
atau kemu, kemu, kenya. Oleh karena
itu, pemakaian yang dibenarkan bukanlah dariku,
darimu, darinya melainkan daripadaku atau dari saya, daripadamu
atau dari kamu, daripadanya atau dari dia.
Selain itu, kita tidak boleh seenaknya
menghilangkan kata. Sebagai contoh, kata oleh
harus disertakan pada kalimat yang kata kerjanya berawalan ter-: Buku itu terbawa oleh Amir. Bayangkan apabila
kalimat itu diubah menjadi: Buku itu terbawanya.
Ganjil kan? Nah, kata oleh boleh saja
dihilangkan apabila terdapat pada kalimat yang kata kerjanya berawalan di-.
Contohnya: Buku itu dibawa oleh Amir.
Kalimat tersebut tidak akan terasa janggal apabila diubah menjadi: Buku itu dibawanya.
Masih banyak lagi gejala bahasa yang
diulas dalam buku setebal 166 halaman ini. Mulai dari pengaruh bahasa daerah
dan bahasa asing, ejaan lama yang masih acap digunakan walaupun ada ejaan baru,
kebiasaan untuk melebih-lebihkan kata dan sebaliknya, makna dan pemakaian
kata-kata tertentu, cara melafalkan singkatan dan akronim, sampai petunjuk
dalam surat-menyurat.
Menulis mungkin akan lebih lancar kalau
kita mengabaikan aturan berbahasa. Asal orang mengerti—begitu prinsipnya.
Padahal justru karena bahasa itu bersistem maka ia mudah dipelajari. Makin
banyak penyimpangan dalam suatu bahasa, makin sukar bahasa itu dipelajari
(halaman 123). Coba saja kita lihat bahasa Alay. Bahasa tersebut sukar
dipelajari karena kita tidak mengerti bagaimana sistemnya sehingga satu kata bisa
tersusun atas huruf kecil, huruf kapital, dan angka sekaligus. Suatu kata bisa
lain penulisannya di tangan orang yang berbeda. Oleh karena itu, mari kita pelajari
bagaimana menuliskan bahasa secara baik dan benar demi kemaslahatan bersama.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar