Minggu, 10 Mei 2020

Jurnal Ngebun (atau Tepatnya, Ngompos): Minggu 0 Memulai Lagi (Bagian 2)

Hari ini, Minggu (10 Mei 2020), rencana saya terkait kekebunan tadinya hanya:


2) Menyiapkan compost bag yang baru tiba kemarin. Menurut petunjuk, bahan dasar komposter yang terdiri dari tanah + kompos + sampah organik (yang kalau bisa dicacah) + daun kering (atau bahan organik cokelat lain) mesti disiapkan terlebih dahulu selama 2-3 hari sampai menghangat. Itu tandanya komposter siap digunakan.

Tapi, rencana simpel di atas kemudian berkembang hingga makan berjam-jam.

Pertama, saya mendapati bahwa walaupun saya sudah memasang "ranjau" untuk menolak hama, tetap saja bedeng tembok saya diacak-diacak -_-"

Tampak mulsa menumpuk di beberapa tempat sehingga ada permukaan tanah di pinggiran yang tidak tertutupi. Saya pun mengambil alat untuk merapikannya lagi. Sepertinya saya menemukan beberapa kotoran kucing, yang kemudian saya singkirkan. Lalu saya menambahkan mulsa--kali ini yang cokelat kering--pada beberapa bagian yang kurang tertutupi.

Barulah setelah itu saya mengisi botol dengan air kolam untuk menyemproti tanaman, yang tentu saja belum ada yang kelihatan tumbuh.

Kedua, dasar kreatif bandel enggak sabaran, saya malah mengisi komposter sampai kira-kira ¾-nya!

Setelah memasukkan tanah, pupuk kandang, dan bahan organik cokelat kering--masing-masing 1 gayung--ke dalam compost bag, lalu mengaduk-aduknya, timbul rasa penasaran untuk melihat hasil percobaan mengompos saya yang dulu-dulu. 

Percobaan mengompos saya ada di dua tempat dan keduanya dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. 

Yang pertama, sampah dimasukkan ke dalam karung, lalu dibungkus lagi dengan plastik untuk menampung rembesan air lindi, dan akhirnya ditaruh begitu saja di salah satu pojok halaman depan. Jumlahnya ada tiga bungkus

Yang kedua, sampah dimasukkan ke dalam ember ukuran sedang yang telah pecah, kemudian diberikan tutup seadanya. Jumlahnya ada tiga ember, warna merah, biru, dan hijau (udah kayak Power Puff Girls aja). Ketiganya ditempatkan di belakang rumah, dekat area cuci-cuci.

Mungkin sudah ada bertahun-tahun percobaan itu tidak pernah saya tengok lagi. Walaupun sudah makan waktu selama itu, hasilnya secara keseluruhan bisa dibilang tidak terurai dengan baik. Mungkin sebenarnya ada sebagian yang sudah jadi kompos matang, tapi sayangnya tercampur dengan yang kurang terurai. 

Hasil dari percobaan di halaman depan masih ada yang agak basah, tapi ada yang cukup kering; bahkan terlalu kering sampai membentuk bongkahan agak besar serupa pecahan batu.

Setelah memasukkan hasil dari percobaan di halaman depan ke dalam compost bag, saya mengaduk-aduknya dengan gagang sapu (atau pel?) yang sudah copot. Kemudian saya menyemprotinya beberapa kali dengan air yang sepertinya campuran antara cucian beras dan sayuran lain; cukup beraroma bawang putih sih sebenarnya. Memang selama ini saya dan ibu saya telah terbiasa mengumpulkan air bekas cuci bahan masakan ke satu ember, untuk kemudian disiramkan ke tetumbuhan di halaman.

Setelah itu, tadinya saya mau memasang compost bag yang satu lagi di belakang rumah, untuk menggantikan ember-ember percobaan mengompos yang sebelumnya itu. 

Tapi, ketika menengok ke dalam ember-ember itu, saya terkejut--geuleuh sebenarnya--oleh beberapa bekicot; dan lagi, ketika saya mencolek bubur hitam yang sangat lembek itu (karena sepertinya terus-terusan kehujanan) dengan ujung cangkul kecil, rupanya di dalamnya ada banyak cacing. Selain itu, sepertinya ada semacam kutu-kutu.

Hiii ...!

Saya pun menimbang ulang gagasan untuk menaruh compost bag di sana. Tempat itu sangat jorok. Compost bag itu lama-kelamaan akan meng-geuleuh-kan juga, sangat kotor dan menjadi titik kumpul aneka organisme pengurai. Entah bagaimana, halaman depan terasa lebih bersih--dan kering pula.

Saya pun memutuskan untuk menggunakan satu compost bag yang sudah ada di halaman depan itu saja dulu, sedangkan yang lainnya untuk nanti ketika yang satu itu sudah penuh. Tapi, saya tetap memindahkan hasil percobaan mengompos dari ember-ember itu ke dalam komposter yang ada di halaman depan.

Caranya yaitu dengan menggunakan cangkul kecil tadi sebagai sekop (karena enggak punya alat lain :v) beserta ember kecil dari KFC sebagai wadahnya. Ember KFC ini sebenarnya yang saya gunakan untuk membuang kotoran kucing dari bedeng tembok, tapi saya bilas dulu kok dengan air kolam :v Soalnya, saya enggak segera menemukan wadah lain yang lebih layak sih.

Maka, saya pun bolak-balik antara belakang rumah dan halaman depan. Lumayan olahraga sih. Kebetulan, pada waktu itu juga, papa saya sedang membersihkan halaman sehingga ada daun-daun kering dan sebagainya yang terkumpul. Setiap habis memasukkan satu ember dari belakang rumah, saya timpa dengan bahan organik dari halaman depan itu. 

Keadaan hasil percobaan di tiap-tiap ember berbeda. 

Di ember hijau, yang sepertinya paling sering kehujanan, hasilnya yang tadi saya bilang berupa bubur hitam lembek mengandung banyak cacing itu. Timbul asumsi bahwa sebenarnya itu kompos yang sudah matang, hanya saja kebanyakan air. Karena banyak cacing dan ada satu bekicot-bangun bertengger di atasnya, saya garap ember ini paling terakhir. Ketika sampai gilirannya, rupanya bubur hitam lembek itu hanya di permukaan. Di baliknya ada sampah yang tidak terurai dengan baik, seperti bonggol jagung utuh bahkan ada juga plastik! Memang, dalam mengompos pun saya masih asal-asalan, tapi, plastik??? Yaolo .... (-_-")a

Ember biru berada di tengah dengan penutup yang paling proper, alias tutup ember betulan. Tapi, sampah di dalamnya tampak sama sekali belum terurai dengan baik, hanya berlumuran air lindi saja. Saya juga tidak menemukan cacing dan bekicot di sini, hanya berupa semacam kutu-kutu yang menempel pada permukaan bagian atas sebelah dalam ember. Ember ini yang pertama saya garap.

Ember merah, di ujung terjauh, sedang ditenggeri dua bekicot-tidur. Tapi, isi di dalamnya benar-benar kering, walaupun kalau enggak salah masih mengandung beberapa cacing. Selain itu, tampak adanya semacam selaput putih di satu bagian--apakah itu jamur?

Mau tidak mau, karena sudah telanjur panas, saya pun memberanikan diri menghadapi binatang-binatang men-jijay-kan itu, sampai isi tiap-tiap ember terkuras. Bahkan cacing-cacing pun ikut saya masukkan ke dalam komposter, karena memisahkannya bakal jadi pekerjaan yang terlalu mengerikan! Maaf, ya, cacing-cacing. Kasihan sih mereka, tapi saya lebih mengasihani diri sendiri :v 

Memang bagian dalam ember-ember itu tidak sampai benar-benar bersih, sebab memerlukan upaya lebih untuk mengorek-ngorek bagian dasar dengan seekor bekicot-tidur masih bertengger di sana, atau karena terlalu cair sedangkan si bekicot-bangun masih belum juga melepaskan diri. Dengan begitu, sisanya itu saya serahkan saja kepada hujan nanti--kalau datang lagi--untuk membersihkannya! 

Usai mengosongkan ember-ember di belakang rumah, saya menambahkan sampah kering ke dalam komposter lalu mengaduk-aduknya sebelum meritsletingnya. Saya sudah berpesan kepada mama saya untuk mengumpulkan sampah dapur dalam wadah yang telah saya siapkan, dan kepada papa saya untuk tidak membuang sampah halaman.

Hasil akhir sebelum tutup ritsleting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain