Minggu, 31 Mei 2020

Jurnal Ngebun: Minggu 3 Memulai Lagi

H16 CMB, KH, CMK, KT
H9 ptTG
H9 C, F
H7 ptSC
H4 L
H3 A
H2 M
H2 KM
H2 ptGJ
H2 tCB1

Hari ini saya mengeluarkan compost bag yang kedua, dan mengisinya dengan seluruh sampah cokelat yang tersisa di plastik besar. Tapi saya mesti memilah terlebih dahulu, sebab ada saja sampah plastik atau karet yang terselip. Compost bag itu pun langsung terisi sampai hampir separuhnya. Selain sampah cokelat, ada juga sedikit sampah dapur yang saya masukkan.

Tampak pucuk baru di tomat gantung. Kondisi selebihnya masih sama seperti sebelumnya.

Saya belum menanam lagi, tapi sekadar mencampur media tanam (tanah, sekam bakar, dan pupuk kandang, masing-masing tiga gayung di dalam ember).

Sisa pupuk kandang saya bagikan di antara pot pepaya dan pot-pot jeruk, kemudian saya tutupi dengan semak bakar yang masih lebih banyak tersisa.

Saya memerhatikan sudah dua minggu lebih sejak saya menanam cabai dan kacang. Ada beberapa yang tumbuh, tapi sedikit sekali dibandingkan dengan jumlah biji yang saya tanam. Saya masih tetap menyiraminya, dan membersihkannya dari kotoran kucing--kalau ada. Tapi saya sudah tidak begitu memedulikan atau mengharapkan yang kemarin saya tanam akan tumbuh. Kalau mereka benar-benar tumbuh, saya berpikiran untuk menanaminya dengan caisim dan selada (yang entah kapan, karena sampai sekarang belum saya semai). Itu juga kalau saya sudah membeli batu koral sebagai penolak kucing, yang entahkah akan ampuh atau tidak.

Gingseng jawa yang saya pindah tanam baru-baru ini pun tampak hopeless.

Tanpa bilang-bilang terlebih dahulu kepada saya, ibu saya membelikan paket benih sayuran. Mumpung lagi murah, katanya. Tetap saja saya curiga akan kemahalan. Dia sudah mencetakkan e-book berisi petunjuk menanam dan merawat tiap-tiap jenis--ada belasan. Sekarang tinggal menunggu kiriman paketnya. 

Seharusnya saya berterima kasih, ya.

Thank you, Ma.

H18 CMB, KH, CMK, KT
H11 ptTG
H11 C, F
H9 ptSC
H6 L
H5 A
H4 M
H4 KM
H4 ptGJ
H4 tCB1
H0 Krisan (Kr)

Kemarin saya hampir-hampir tidak melakukan aktivitas kekebunan, selain menyemprot yang ada di dalam rumah. Penyebabnya:

1. Saya tidur siang, hanya sebentar dan bangun sekitar azan asar. Tapi, setelahnya saya bukan main malasnya melakukan apa pun.

2. Tidak terpungkiri, belanja dapat membangkitkan semangat. Kebetulan stok makanan kucing basah sudah habis dan saya baru saja mempromosikan agar mengganti spongebob dengan loofah kepada ibu saya. Akhirnya, saya pun menghabiskan waktu untuk mencari-cari produk di Sh*p** kemudian pergi ke ATM untuk mentransfer bayaran.

Ini tidak bisa dibiarkan! Memang tidak setiap hari saya tidur siang ataupun belanja. Bagaimanapun, ini menimbulkan gagasan untuk menetapkan tugas harian menyangkut kekebunan sebagai berikut.
  • mengisi compost bag dan mengaduknya
  • membersihkan kotoran kucing dari bedeng tembok
  • menanam beberapa biji baru, atau menyiapkan wadah/medianya jika belum ada
  • mengidentifikasi sedikitnya satu jenis tumbuhan (terutama yang ada di halaman) dan mempelajari keterangannya
Alhamdulillah, hari ini saya bisa menerapkan semuanya kecuali untuk poin terakhir karena keburu hujan lagi.

Biji krisan yang juga lumayan menyenangkan
untuk ditanam.
Saya memulai dengan menanam semua biji krisan yang ada. Ada empat varian, dan masing-masing terdapat tiga biji. Walaupun tidak sebesar (atau sepanjang) biji marigold, biji krisan tidak sekecil biji bunga-bunga lain sehingga termasuk menyenangkan untuk ditanam.

Untuk memberikan tempat kepada wadah-wadah baru ini, saya memindahkan sebagian wadah lainnya (tepatnya yang amanthus) ke kosen jendela terdekat.

Kemudian saya keluar untuk mengisi compost bag, mengaduk-aduk isinya, memeriksa kotoran kucing di bedeng tembok, menyiraminya dan beberapa tanaman lain.

Wadah-wadah amanthus yang sementara waktu
ditempatkan di kosan jendela.
Saya menemukan ada cangkang siput separuh terbenam di salah satu wadah sirih cina. Saya curiga dialah yang memakan daun-daun sirih cina itu.

Di samping itu, selagi mengisi air untuk menyiram, saya mendapati ada suatu benda cokelat. Awalnya saya mengira itu daun kering. Baru kemudian saya menyadari bahwa itu ... siput berukuran sedang tanpa cangkang (._.). Ya ampun, sedari tadi saya berada sedekat itu dengan makhluk semenjijikkan itu!!!

Omong-omong, siang ini telah datang paket biji sayuran. Ada 16 jenis yang masing-masingnya berisi puluhan sampai ratusan biji. Selain biji, kami juga mendapatkan 200 gram pupuk NPK, sebotol kecil hand sanitizer, 16 lembar polybag dalam dua ukuran, serta e-book petunjuk penanaman, perawatan, dan sebagainya, yang kemarin sudah ibu saya cetak dan jilidkan itu. 

Katanya, waktu kedaluwarsa bijinya 2021. Dengan begini, saya tidak perlu membeli bebijian lagi (kecuali yang bebungaan, kalau ingin mencoba lagi) sampai setahun ke depan. Kalau ada uang, pengeluaran bisa saya fokuskan pada media tanam (termasuk batu koral sebagai upaya penolak kucing) dan compost bag saja.

Mengenai pupuk NPK, saya pernah membaca bahwa ini zat kimia (buatan pabrik?) yang berarti tidak organik. Karena sudah telanjur ada, sayang juga kalau tidak dimanfaatkan. Maka sore ini saya mencampurkannya ke air untuk menyiram. Saya menyiram dengan botol ukuran 1 liter yang tutupnya dilubangi. Untuk tiap 1 liter itu, saya masukkan beberapa butir pupuk. Entah bagaimana efeknya nanti.

H19 CMB, KH, CMK, KT
H12 ptTG
H12 C, F
H10 ptSC
H7 L
H6 A
H5 M
H5 KM
H1 Kr
H0 Caisim (Ca)
H0 Kacang Merah 2 (KM2)

Wadah bekas Oreo yang entah apakah
tepat untuk menyemai.
Hari ini saya menanam 26 butir caisim, masing-masing dua butir dalam satu lubang. Saya menanamnya di wadah bekas Oreo yang terdiri dari 14 lubang, dan 1 lagi di wadah yang saya kira bekas puding. Sebetulnya saya merasa wadah yang Oreo khususnya terlalu rendah. Tapi, coba-coba sajalah.

Masih ada sisa 24 butir lagi; rencananya besok akan saya tanam di 8 wadah yang beragam ukurannya tapi lebih besar daripada yang hari ini. Satu wadah untuk tiga biji.

Biji caisim cukup mudah ditanam, maksudnya tidak sekecil biji beberapa jenis bunga. Meski begitu, tetap saja ukurannya kecil. Saya jadi merasa tidak enak hati, teringat pernah mengungkapkan ketidaksabaran saya karena pengemasan biji ini begitu lama--sampai batas waktu pengiriman. Kebayang lah, ribetnya ngitungin biji semungil ini (apalagi biji bunga!) satu demi satu sampai menepati jumlah yang ditetapkan dalam satu paket pesanan.

Anyway, ada kabar gembira. Saya mendapati ada yang tumbuh di salah satu gelas marigold.

Si mungil marigold mengintip dunia.
I love marigold!

Sebenarnya, jenis apa pun yang tumbuh cepat sih.

Saya berpikiran untuk mengurangi takaran air yang disemprotkan ke wadah semai. Biasanya saya menyemprot 10 kali per wadah. Apa 3 kali semprot saja sebenarnya cukup, ya? Lima kali, untuk yang sudah ada tumbuhannya.

Tomat gantung telah bertambah daunnya, walau masih pada kecil-kecil.

Kabar gembira lainnya, saya mendapati ada tumbuhan baru yang "aneh" di bedeng tembok. Saya curiga itu kacang tanah. Jumlahnya hanya satu, tapi. Entah apakah nantinya bakal raib dimakan siput atau bekicot.

Si kacang merah yang juga mengintip.
Kacang merah yang iseng saya tanam di salah satu wadah bekas minyak pun telah menampakkan pertumbuhan. Selain itu, lagi-lagi saya mendapati ada kacang merah dalam air bekas cucian yang dipakai untuk menyiram. Satu saya tanam di wadah bekas minyak yang tersisa yang masih kosong, sedangkan yang lain yang tidak begitu utuh saya biarkan begitu saja di bedeng tembok.

Kemudian saya menyadari bahwa dua tumbuhan baru (yang sebenarnya sudah saya lihat sejak kemarin-kemarin) di ujung satunya bedeng tembok itu jangan-jangan pepaya, alih-alih kacang. Kok bisa nyasar, ya?

Salah satu compost bag tadinya sudah saya cukupkan pengisiannya untuk ditunggu satu bulan kemudian. Tapi sebenarnya compost bag itu belum benar-benar penuh; masih ada ruang yang bisa dioptimalkan di bagian atas. Maka saya membuka salah satu karung yang telah diisi sampah cokelat, kemudian memindahkannya ke compost bag itu sampai bagian atasnya agak gembung sedikit lah. Kiranya sih compost bag itu masih bisa memuat sedikit lagi. Tapi agak repot memindahkan yang tersisa di dalam karung tanpa berjatuhan. Untuk membuka karung yang satunya lagi, saya sudah malas. Akhirnya saya cukupkan saja dulu untuk hari ini. Sisa di dasar karung saya masukkan ke compost bag yang satunya lagi saja.

Jangan-jangan pepaya ...?
Untuk identifikasi tumbuhan di halaman rumah, sore ini saya mengunggah gambar yang sepertinya Jatropha integerrima Jacq. Menurut Wikipedia Indonesia, tumbuhan ini punya nama lain peregrina, bunga betawi (batavia), atau jarak cina, dari keluarga Euphorbiaceae. Tumbuhan ini memang dikenal sebagai tanaman hias dan sangat disukai oleh berbagai jenis kupu-kupu dan burung kolibri (hmmm, rasa-rasanya tidak pernah melihat ada burung yang satu ini di sekitar rumah, haha!). Bunganya yang merah jambu kecil-kecil memang terlihat indah bertebaran baik di tajuk maupun pada permukaan tanah di bawahnya.

Perbanyakannya dengan stek atau biji. Omong-omong soal ini, sepertinya tumbuhan ini memang menjatuhkan banyak bijinya. Selain itu, saya mendapati pada akarnya ada tumbuhan baru. Justru tumbuhan itulah yang menarik perhatian saya untuk mengidentifikasinya pertama-tama. Setelah saya memerhatikannya betul, rupanya dia tumbuh dari akar yang menjulur.

Si bunga betawi, keindahan
yang diam-diam beracun ....
Sayangnya, selain untuk tanaman hias, jenis ini tidak memiliki kegunaan lain. Malah, semua bagiannya bersifat racun jika tertelan! Aduh, padahal tadinya saya mau coba menanam sayuran di bawah naungan tajuknya. Mungkin enggak, ya, racunnya sampai ke tanaman sayuran di sekitarnya?

Gingseng jawa yang dipindahtanamkan saya hapus dari daftar karena keadaannya yang semakin mengenaskan.

H20 CMB, KH, CMK, KT
H13 ptTG
H13 C, F
H11 ptSC
H8 L
H7 A
H6 M
H6 KM
H2 Kr
H1 Ca
H1 KM2
H0 Caisim 2 (Ca2), Selada Chris (SC)

Karena terlalu malas untuk melakukan pekerjaan lain, saya menanam saat pagi (tepatnya menjelang siang): sisa caisim yang 24 biji serta selada yang entah kenapa diberi nama Chris sebanyak 60 biji. 

Caisim part 2.
Caisim menggunakan 2 mangkuk bekas seblak yang dibeli saat hujan-hujan di samping Yogya Kepatihan, 4 gelas bekas teh gelas (2 merek), serta 1 gelas bekas yogurt. Masing-masing diberi 3 biji.

Selada menggunakan 3 wadah bekas telur, yang masing-masing terdapat 10 lubang. Sebenarnya saya merasa wadah ini terlalu kecil. Satu lubang hanya muat satu sendok makan media tanam. Tapi karena pernah melihat di suatu media sosial ada yang memanfaatkannya, saya pun penasaran untuk mencobanya.

Biji selada lumayan besar, tapi pipih. Yah, seenggaknya cukup mudah diambil dengan pinset.

Kebeneran, sepanjang sore hujan. Jadi saya tidak turun ke halaman. Saya hanya menyemproti yang ada di dalam, serta melubangi wadah-wadah sampai terdengar azan magrib. 

Let's see apakah wadah bekas telur ini tepat
digunakan untuk menyemai.
Wadah-wadah bekas makanan dan es krim ini sebenarnya saya pikir kerendahan juga, kedalamannya hanya beberapa sentimeter. Yah, paling enggak, enggak sekecil wadah bekas telur.

Selain itu, plastiknya cukup tebal dan tahan dalam microwave dengan suhu 100 derajat. Sayang juga dilubangi begini. Tapi, kalaupun tidak, wadah-wadah ini tidak termanfaatkan. Bahkan sebenarnya beberapa wadah merupakan hasil pulungan ibu saya. (Naluri dibuang sayang, tea.)

Saya juga merasa sayang kepada lilin-lilin yang habis untuk memanaskan ujung obeng demi melubangi wadah-wadah ini. Juga kepada bahan bakar di dalam lighter. Kalau mau berhemat, sebenarnya bisa menumpang api kompor gas ketika lagi ada yang memasak. Tapi, di samping soal timing dan mood, malas juga membawa wadah-wadah ini bolak-balik. Di dapur sudah ada begitu banyak barang pula.

H21 CMB, KH, CMK, KT
H14 ptTG
H14 C, F
H12 ptSC
H9 L
H8 A
H7 M
H7 KM
H3 Kr
H2 Ca
H2 KM2
H1 Ca2, SC
H0 Selada Merah (SM)

Hari ini saya menyemai selada merah. Saya menggunakan wadah-wadah bekas es krim, makanan, serta Nata de Coco. Untuk wadah bekas es krim dan makanan tampaknya terlalu rendah, tapi mati coba saja. Adapun wadah bekas Nata de Coco seems perfect.

Dalam satu bungkus mestinya ada 20 biji. Saya sudah mempersiapkan wadah-wadah itu untuk 1 lubang 2 biji. Tapi saya mendapati ada 29 biji. Karena malas menunda (:mencari wadah dsb) lagi, maka yang sisa 9 biji itu saya bagikan saja ke masing-masing lubang. Jadilah dalam 1 lubang ada 3 biji.

Sebetulnya sedari kemarin sprayer saya rada macet. Apa jangan-jangan itu karena saya menambahkan 1 butir pupuk NPK ketika isi ulang? Tapi kan pupuk NPK larut dalam air. Agak sebal sih, dan pegal juga karena mesti menyemprot lebih banyak.

Setelah itu, karena media tanam campuran untuk semai dalam ember sudah habis, maka saya membuat yang baru. Pupuk kandangnya basah :((

Ketika hendak memasukkan sampah cokelat ke compost bag, saya mendapati bahwa di balik penutupnya ada siput melekat. Kontan saya menjerit. Saya pun memukul-mukul bagian atas penutup itu dengan spatula (yang sudah tidak digunakan sehingga difungsikan untuk ngebun saja), sehingga dia jatuh ke dalam sampah. Meski begitu, tetap saja ini memberikan nuansa mengerikan dalam mengompos. Saya tidak mau bertemu benda itu lagi!!!

Kabar si tomat gantung yang menanti kawan.
Tomat gantung dan tumbuhan yang saya curigai sebagai kacang tanah tumbuh dengan bagusnya, alhamdulilah. Ada lagi satu tumbuhan mungil muncul di gelas chamomile 5. Semai-semai pepaya dari hari ke hari bertambah besar saja. Saya menunggu sampai batang mereka terlihat kuat baru hendak memindahkannya. Sementara itu, sirih cina tidak menunjukkan perkembangan berarti. Di bedeng tembok paling ujung ada banyak tumbuhan baru yang sepertinya liar, tapi masih terlalu kecil untuk dicabuti. (Di samping saya penasaran jadinya akan berupa apa.)

Karena sudah mulai gelap, saya malas berada lebih lama di luar untuk mengidentifikasi tanaman dan sebagainya. Jadilah saya masuk dan lanjut melubangi wadah-wadah. Saya juga melubangi tutup botol 1,5 L untuk alat penyiram tanaman-tanaman di lantai atas. 

Saya melakukan kebodohan saat mencoba melubangi polybag dengan obeng yang dipanaskan. Yang lebih bodoh lagi, kebodohan ini sudah pernah saya lakukan dulu. Saya pun mencoba melubangi polybag dengan semacam capitan--sebetulnya alat jahit untuk memutus benang. Lumayan juga, asal ada lubangnya. Tapi baru 1 polybag yang saya coba karena sudah magrib.

Sebelum memulai segala aktivitas di atas sebenarnya saya coba menentukan rencana menanam dalam hari-hari ke depan, dengan mempertimbangkan ketersediaan wadah dan media tanam. Ada beberapa hal yang menggalaukan. Setelah dipikir-pikir, enggak perlu terburu-buru beli media tanam baru. Kalaupun mau, paling-paling beli batu koral dan pupuk. 

Soalnya, masih ada media tanam di wadah-wadah bekas percobaan berkebun yang lalu. Mungkin sebaiknya saya membereskan yang ada itu terlebih dahulu:

1. Membersihkan wadah-wadah itu dari tumbuhan liar.

2. Memindahkan media tanam di dalamnya ke baskom besar yang sudah dipersiapkan. Kondisinya ada yang kering dan ada yang basah. Yang basah diamankan terlebih dahulu supaya kering, sehingga mudah memindahkannya ke baskom.

3. Mengaduk-aduk media tanam itu supaya tercampur baur dan gembur, kalau perlu tambahkan pupuk.

4. Setelah itu, baru dimasukkan lagi ke wadah-wadah untuk ditanami tomat, bayam, kangkung, cabai, dan sebagainya.

5. Sebelumnya, bersihkan terlebih dahulu area yang akan ditempati wadah-wadah tanaman itu dari tumbuhan liar.

6. Kalau media tanam yang digunakan ulang itu sudah habis, barulah membeli yang baru sesuai dengan keperluan dan anggaran.

H22 CMB, KH, CMK, KT
H15 ptTG
H15 C, F
H13 ptSC
H10 L
H9 A
H8 M
H8 KM
H4 Kr
H3 Ca
H3 KM2
H2 Ca2, SC
H1 SM

Hari ini saya ingin mengerjakan yang pokok-pokok saja, seperti menyiram dan mengisi compost bag, supaya ada waktu untuk membereskan dan mempublikasikan entri ini (berasa sok sibuk, ya?). Kebeneran, sore ini hujan.  Di halaman saya hanya sempat menyiram 5/6 bedeng tembok, sebelum tempias hujan membasahi.

Selagi menyirami bedeng tembok, saya berpikir ulang soal membeli batu koral. Tadinya, kalau caisim dan selada sudah pada tumbuh agak besar, saya hendak memindahkannya ke bedeng tembok ini dan memagarinya dengan batu-batu koral itu. Entah apakah itu ide cemerlang atau ide bodoh lainnya. Hingga barusan terpikir: Yakin nih, mau nanem sayur-sayuran di sini? Apa enggak lebih baik yang gitu-gitu ditanam di balkon saja? Kemungkinan di balkon agak lebih aman dari gangguan hama, khususnya bekicot dan kucing. Paling enggak, saya enggak ingat pernah menemukan bekicot di balkot. Enggak tahu deh kalau nanti sudah ada banyak tanaman. Saya juga enggak yakin kucing bakal mengacak tanah di wadah yang paling-paling sebesar wadah bekas minyak goreng. Kalau memang prioritas menanam di balkon, maka saya lebih membutuhkan media tanam baru berikut wadah-wadahnya (kalau yang sudah ada ternyata kurang) ketimbang batu koral.

Di samping ide menanami bedeng tembok dengan sayuran, ada juga ide memindahkan semai pepaya ke ban. Untuk itu, kemungkinan rumput di dalam lingkaran ban itu mesti dibersihkan barulah bagian tengahnya ditanami pepaya dan ditambahi media tanam bila perlu. Nah, terpikir untuk mengitari permukaan di sekitar pepaya itu dengan batu-batu. Tapi, kalau untuk keperluan ini saja, saya sudah mengumpulkan sekitar setengah ember batu-batu agak besar di halaman rumah. Memang batu-batu itu tidak seestetis batu koral, lebih menyerupai pecahan berangkal. Tapi, bolehlah; tiada rotan, akar pun jati. Kalau begini, lagi-lagi media tanam lebih diperlukan daripada batu koral.

Saya amati pot besar berisikan semai-semai pepaya itu. Akarnya yang putih sudah pada tampak ke permukaan. Apakah ini tandanya mereka sudah pada layak untuk dipindahkan? Tapi, saya kira batangnya belum begitu kuat.

Ide-ide begini berkeliaran di dalam kepala. Padahal waktu untuk melaksanakannya dibatasi, sehingga mesti mencicil. Dalam sehari pun belum tentu ada kemajuan berarti. Dengan begitu, tampak akan selalu ada pekerjaan dalam banyak hari ke depan. Mungkin karena itu juga prioritas adalah memanfaatkan yang ada terlebih dahulu (wadah, media tanam, dan sebagainya). Kalau ada kurangnya, barulah menentukan mana yang paling perlu dibeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain