Minggu, 17 Mei 2020

Jurnal Ngebun: Minggu 1 Memulai Lagi

Berkebun yang tadinya untuk weekend saja malah jadi pikiran sehari-hari -_1 Tiap hari ada saja hal-hal lain menyangkut kekebunan yang saya lakukan selain membersihkan bedeng tembok dari kotoran kucing, menyiram, dan memasukkan sampah dapur ke komposter. Dengan menulis catatan harian seperti ini, entahkah dapat menjaga konsistensi?

H2 dan H3 cabai merah besar (CMB), kacang hijau (KH), cabai merah keriting (CMK), dan kacang tanah (KT)

Saya menemukan ada bekicot-tidur di atas mulsa, yang serta-merta saya ambil dengan cangkul kecil lalu saya lempar jauh-jauh. Jadi penggunaan bubuk cangkang telur jelas-jelas tidak efektif.

Tampaknya penggunaan tusuk gigi juga tidak efektif, malah pemborosan. Mungkin tusuk giginya kurang tinggi, tapi di mana bisa mendapatkan tusuk gigi raksasa? Saya coba menancapkan sumpit. Tapi karena jumlah sumpit tak terpakai di rumah tidak sebanyak tusuk gigi, maka sepertinya tetap saja enggak berguna. Kalau menemukan ranting yang cukup panjang di antara potongan rumput/daun kering, tentu akan saya tancapkan juga.

Saya tetap menemukan mulsa diacak-acak, yang di baliknya kadang ada kotoran kadang enggak (mungkin si kucing cuma buang air kecil). Tapi, penggunaan mulsa tampaknya cukup membantu dalam menyingkirkan kotoran. Paling enggak, saat menyingkirkannya, tidak begitu banyak tanah yang terbawa karena digantikan oleh mulsa. Mulsa juga berguna untuk mengelap kotoran yang tercecer sampai ke permukaan tembok.

Saya mulai hopeless biji-biji yang saya tanam akan tumbuh. Saya tidak tahu apakah mulsa membantu atau justru menghambat pertumbuhan biji. Membantu karena melindungi dan menjaga kelembapan, keteduhan, atau apalah, sehingga mendukung biji untuk tumbuh. Menghambat karena menghalangi cahaya serta menutupi ruang bagi biji untuk tumbuh. Well, this is just another cara bodoh untuk berkebun  you may say.

Timbul pikiran: apa semestinya saya menyemaikan biji di tempat lain terlebih dahulu, baru setelah besar dipindahkan ke area situ? Tapi saya lihat di pot yang ada tanaman jeruknya, ada kucing sedang menggaruk-garuk permukaan tanah kosong di bawahnya mau buang air. Jadi, sepertinya sih mau tanamannya sebesar apa pun, kalau ada ruang kosong pada tanah, kucing akan tetap memanfaatkannya sebagai toilet.

Sebenarnya sudah terpikir oleh saya untuk menanami area tersebut dengan tumbuhan-tumbuhan yang sudah jadi saja, misalnya heherbaan; pokoknya yang masuk dalam kategori TOGA lah. Tapi, tanaman jadi harganya cukup lumayan (puluhan ribu rupiah), dan saya masih galau antara mendatangi sentra tanaman hias terdekat atau pesan online. 

Anyway, let's just see. Ini kan baru tiga hari, belum seminggu. Siapa tahu biji-biji itu baru tumbuh setelah seminggu. Apalagi belakangan ini masih hujan, cuaca mendung, dan udara agak dingin. Mungkin kecambah-kecambah pun pada malas keluar. (Dasar manusianya yang enggak sabaran )

Jadi, di samping menyiram-tanaman, menyingkirkan-kotoran-kucing dan membereskan-mulsa-kembali masuk ke agenda harian.

H4 CMB + KH + CMK + KT

Saya merasa excited atau upset karena beberapa hal, dan jadilah menonton video-video berkebun di YouTube pada tengah malam. Saya menemukan video yang sangat membuka mata ini:


Dia mematahkan "mitos" bahwa cangkang telur dapat mencegah bekicot, dan benda tajam seperti garpu dapat mengusir kucing. Dia bilang: untuk bekicot, gunakan garam; untuk kucing, "kandangin" aja tanamannya.

Hikmahnya: walaupun salah satu akun IG yang ternama itu telah memberikan saran yang tolol, paling tidak efektif untuk menggerakkan saya mencoba lagi berkebun ... dengan cara yang tolol :v Enggak apa-apa, enggak salah enggak belajar :") #penghiburandiri.

Saya sudah merasa malas membersihkan bedeng dari kotoran kucing. Adanya tusuk-tusuk gigi yang menancap tegak malah bikin pengambilan kotoran jadi kagok. Selain itu, ada cukup banyak tusuk gigi berikut tanah yang terambil saat menyekop kotoran itu. Sayang. This is kinda frustrating, but who knows few days later some things will grow jadi ini enggak bakal sia-sia banget. Mudah-mudahan.

Sejak semalam, saya sudah mulai menanyakan hal-hal seputar berkebun kepada beberapa teman yang melakukannya. Salah seorang teman saya bersama keluarganya bisa dibilang telah berhasil bahkan menjadi contoh bagi lingkungannya. Mereka membuat kebun pangan hidroponik di atap rumah. Ia memperlihatkan videonya kepada saya, tampak hasilnya luar biasa subur. Untuk mengoptimalkan ruang, banyak potnya yang digantung. Saya pun menanyakan kepada dia tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sampai sedetail-detailnya, mulai dari alat dan bahan, tempat mendapatkannya, harganya, dan seterusnya.

Tapi, bagaimanapun juga, saya harus memanfaatkan alat dan bahan yang sudah saya miliki terlebih dahulu. Baru ketika semuanya sudah terpakai, dan uang telah turun dari langit, saya dapat membeli yang baru. Itu pun mesti saya batasi anggarannya. Sebab, kalau berkebun justru menghamburkan biaya, ya mending beli jadi di warung Soal organik atau enggak, level saya masih di "asal-ekonomis".

Paket biji sayuran. Pengemasannya lama
mungkin karena bijinya kudu dihitung satu
per satu? 
Siang ini juga pesanan biji sayuran saya akhirnya datang juga. Ada 10 produk yang saya pesan: 1 macam caisim, 2 macam tomat, 3 macam bayam, dan 4 macam selada. Tapi sayangnya, selada yang datang hanya 3 macam. Yang satu lagi digantikan oleh bonus biji bayam. Sudah begitu, tidak ada tanggal kedaluwarsanya pula. Meski begitu, ada petunjuk pembenihan yang cuma satu untuk kesepuluh macam biji ini? Jadi semuanya harus disemai terlebih dahulu?! Olala~

Saya sempat mencoba menyemaikan--dulu-dulu--tapi kebanyakan hasilnya tidak selamat, di antaranya saat dipindahkan. Apalagi untuk jenis sayuran seperti bayam dan kangkung, rasa-rasanya langsung di wadah yang itu saja tidak mengapa. Tapi karena teman saya yang sudah berhasil dan mendapat publikasi dari Dinas Pangan dan Pertanian Jawa Barat itu bilang, "disemay," maka sebaiknya saya menurut saja?

Saya pun mulai mondar-mandir di beberapa ruangan rumah, mencari wadah-wadah yang layak untuk tempat persemaian.

Walaupun pesanan yang datang mengecewakan, saya telah menghabiskan sepanjang pagi menelusuri katalog dari toko yang sama di Shopee untuk produk bunga-bungaan. Salah satu video YouTube yang saya tonton semalam adalah tentang perlunya companion plant untuk tanaman sayur berupa bunga-bungaan. Gunanya adalah untuk mengatasi hama bahkan membantu kesuburan. Saya pun mencatat jenis bunga-bunga yang berguna itu, dan mencarinya di katalog toko tersebut sampai saya bacai deskripsi setiap jenis yang ada. Pilihan saya pun jatuh pada jenis-jenis dari: marigold, foxglove, chamomile, bayam kumis kucing, lavender, dan krisan. Yang terakhir itu entah apa gunanya terhadap hama, cuma saya penasaran saja karena katanya bisa dikonsumsi.


Setelah pesanan datang dan saya memberikan nilai, foto, dan komentar untuk tiap-tiap produk, saya pun membuat pesanan baru di toko yang sama hingga saldo Shopeepay saya tinggal 818 rupiah :v
Cukup sudah belanja bulan ini.

Sekarang saya punya ratusan biji yang harus disemai, dan masih seratusan lagi yang akan datang.

Entah apakah ini yang dinamakan tumbuhnya passion baru, sebab saya sampai enggak bisa tidur siang (padahal semalam kurang tidur) dan tidak berhasrat mengerjakan rutinitas atau passion saya yang biasanya. Saya mengingat-ingat pengalaman berkebun yang lalu, yang mungkin saja sama menggairahkannya seperti sekarang tapi setelah beberapa hari yang intens lantas terbengkalai begitu saja. Mudah-mudahan kali ini saya bisa mengendalikannya dengan lebih mengedepankan kesabaran, ketelatenan, dan keteguhan seperti kata orang Jawa: alon-alon waton kelakon.

Untuk persiapan wadah tanam, tadinya saya hendak memanfaatkan tumpukan ban mobil bekas yang ada di rumah. Timbul ide untuk memotong-motongnya, menggantungkan di pagar, mengolahnya jadi pot, dan sebagainya. Saya sudah membayangkan diri akan menjadi pengrajin ban bekas saja. Tapi setelah melihat caranya di YouTube dan menyadari bahwa sepertinya dibutuhkan tenaga besar serta peralatan tertentu, saya berpikiran bahwa ban-ban itu sebaiknya dijual saja dan uangnya untuk beli pot, media tanam, dan segala macam. Saya pun googling tempat jual ban mobil bekas di kota saya. Kebanyakan sedang tutup dalam masa pandemi ini. Saya pun menghubungi kontak salah satu yang buka.

Setelah saya kontak, rupanya dia juga sedang tutup. Tapi saya lanjutkan saja dengan dengan pertanyaan-pertanyaan. Dari "wawancara" super singkat itu, saya mendapat perasaan bahwa menjual ban bekas ini sepertinya tidak akan begitu mudah. Maka kembali timbul pikiran untuk menjadikannya wadah tanaman saja, tanpa harus bersusah payah mengolahnya terlebih dahulu. Cukup tidurkan ban pada area berumput di halaman (soalnya, mau di mana lagi), lalu masukkan media tanam dan tanaman yang sudah agak besar pada lubangnya.

"Wawancara" singkat dengan yang punya tempat jual beli ban mobil bekas.

Saya membicarakan ide ini kepada teman-teman dan orang tua. Memang ada beberapa masukan, dan ban sepertinya bukan wadah tanam yang ideal. Bagaimanapun juga, sebenarnya ini masih jauh untuk dilakukan. Sebab, biji-bijinya saja belum pada disemai! Kalau sudah disemai pun, sepertinya makan berminggu-minggu lagi sampai tumbuhan itu sampai layak pindah.

H5 CMB, KH, CMK, KT

Saya menceritakan tentang tanaman-tanaman jeruk yang tidak kunjung berbuah kepada teman saya. Dia menyarankan untuk mengurangi daun-daun tanaman itu. Ide bagus, pikir saya, terutama daun-daun jelek yang sudah kena hama. Padahal belum beberapa lama saya menonton sebuah video YouTube, yang di bagian awalnya mengajukan ide serupa.


Saya menyadari bahwa saya telah kalap, membeli terlalu banyak biji mentang-mentang mau mulai lagi dengan lebih baik. Padahal kalau tanaman-tanaman jeruk itu saja (yang bijinya sekadar sisa dari buah yang dimakan, bukan sengaja beli) saya rawat dengan sepenuh hati sampai berbuah alias benar-benar menghasilkan, sudah cukup sebagai awal pembelajaran berkebun. Sungguh saya ini orang yang di samping kemaruk juga tidak pandai bersyukur. Astagfirullahaladzim ....

Tapi saya tidak menyesal membeli biji-biji itu, dan sebagai tanda tobat saya mesti belajar merawat tanaman-tanaman jeruk itu dengan baik: mulai dari mengurangi daunnya serta rutin memberikan pupuk.

Ah, so much work to do ....

Pada 11 Mei 2020 lalu, saya menyimak webinar ketahanan pangan keluarga di channel YouTube Dompet Dhuafa TV (Instagram: @prakarsa.berkelanjutan) tentang ecoenzyme. 


Sebenarnya saya sudah pernah menghadiri semacam seminar (?) tentang topik ini. Tapi saya tonton juga video itu, siapa tahu menyuntikkan semangat baru untuk bikin lagi. Dan, memang.
Ada poin-poin praktis yang saya tidak dapatkan dari seminar sebelumnya:

1) Sebaiknya menggunakan toples plastik (yang bermulut lebar). Soalnya, kalau pakai ke botol plastik (yang bermulut kecil), bisa susah nanti saat hendak mengeluarkan ampasnya.

2) Sebaiknya gunakan kulit buah saja, atau minimal 75%-nya sedangkan yang 25% lagi boleh sayur, supaya hasilnya aromatik; kulit jeruk paling baik. Kalau kebanyakan atau seluruhnya pakai sayur, aromanya yang dihasilkan cenderung tidak menggairahkan.

Mencoba bikin ecoenzyme lagi secara presisi.
Maka sore kemarin ketika melihat ada gundukan buah jeruk yang baru dibeli di dekat meja makan, timbul pikiran untuk membuat ecoenzyme lagi. Kali ini saya mencari toples-toples plastik untuk menampungnya. Saya menemukan beberapa toples bekas bawang goreng yang sangat layak digunakan, dan memberi tahu orang-orang rumah untuk memasukkan kulit jeruk ke dalamnya. Sampai sahur, saya berhasil mengumpulkan cukup bahan untuk membuat toples ecoenzyme pertama--dengan tambahan kulit pisang dan potongan batang kangkung sih sebetulnya.

Kali ini saya menggunakan gula pasir saja, alih-alih gula merah. Soalnya, sekarang kan masih bulan puasa, sehingga gula merah yang ada mungkin hendak digunakan untuk bikin penganan berbuka saja.

Saya pun berusaha untuk presisi dengan menimbang serta mengukur bahan-bahan terlebih dahulu, dengan timbangan (yang biasa saja karena belum punya yang digital :v) serta gelas ukur.

Percobaan bikin ecoenzyme yang sebelumnya. Hari ini
mestinya sudah bisa panen dua botol, tapi tapi tapi ....
Sepuluh gram gula pasir, tiga puluh gram kulit buah dan sayur, serta seratus mililiter air (sesuai dengan rumus 1:3:10) saya tambahkan secara bertahap sampai toples penuh; didapat empat kali.

Dalam percobaan ecoenzyme sebelumnya, bisa dibilang saya masih sembarangan. Rempah-rempah pun saya masukkan. Malah ada satu botol isinya cuma potongan batang bayam :v Kalau aromanya terlalu "semerbak", akan saya gunakan sebagai POC saja.

Hari ini, sekalian menginspeksi kotoran kucing, saya mencabuti tusuk gigi yang sudah terbukti tidak berguna. Sekalian saya juga mengambili mulsa walaupun tidak sampai bersih amat (da susah :v). Lalu saya meratakan kembali tanah. Dengan begini, biji yang tumbuh akan mudah terlihat.

Itu juga kalau mereka tumbuh atau enggak keburu diacak-acak kucing ._.

Memang semestinya saya belajar menyemai terlebih dahulu  Bukan saja sampai semainya layak untuk dipindah-tanam, tapi juga unsur soft-skills-nya, seperti kesabaran, ketelatenan, keteguhan, apalah, ... pokoknya yang under the name of "great care".

Sudah dibersihkan, tapi enggak bersih-bersih amat.
Kalaupun enggak ada biji yang tumbuh sampai besar dan berbuah dengan selamat, tanah di situ bisa dimanfaatkan terlebih dahulu sebagai media tanam di wadah lain yang aman dari cakar kucing(?) Kalau sudah ada kesempatan, barulah bagian situ ditanami dengan jenis TOGA yang sudah besar (dari beli jadi atau ditumbuhkan sendiri) dengan permukaan tanah di sekitarnya ditutupi batu-batu koral untuk menghindarkan dari garukan kucing (begitulah kiat teman saya yang sudah berhasil itu).

Setelah beres di situ, saya lanjut dengan mencabuti daun tanaman-tanaman jeruk. Di sini saya melakukan kebodohan lainnya. Saya menggunakan sarung tangan karet sementara batang tanaman jeruk kan berduri. Tampaknya sarung tangan saya terkoyak oleh duri-duri itu (memang ada yang menusuk sampai ke kulit sih), sehingga robek dan kurang layak digunakan lagi (._.) Besok saya mau mengurangi tanaman daun jeruk pakai gunting saja :v

Setelah menyudahi memasukkan benda-benda organik ke dalam komposter (dan saya menemukan dua ulat hijau muda yang asalnya entah dari mana pada bagian bawah penutupnya, hiii!), saya coba meletakkan ban-ban mobil bekas di atas area berumput.

Kalau segala wadah yang bisa dimanfaatkan untuk pot sudah habis, saya berpikiran--sebelum membeli pot-pot baru--kenapa tidak menggunakan ban-ban ini saja terlebih dahulu? Setelah saya bicarakan kepada beberapa teman, memang ada beberapa kekurangan atau syaratnya.

Bagaimanapun juga, ban-ban ini mau diapakan? Dari percakapan seperlunya dengan penjual-beli ban bekas, saya merasa ban-ban ini akan sulit laku mengingat keadaannya yang sudah berkarat bahkan berjamur.

Yah, begitulah. Tapi itu masih jauh. Menyemai saja belum  Jadi ini peragaan saja.

Rencana bedeng ban serta sebagian dari ban mobil bekas yang menumpuk di garasi.

Ah, dan saya juga mesti menggali lubang yang dalam untuk mengubur gundukan tahi kucing dari bedeng tembok itu 

H6 CMB, KH, CMK, KT

Beberapa hari kemarin saya telah menghabiskan banyak waktu untuk urusan kekebunan, walaupun sebagian ada yang hanya berupa aktivitas di dunia maya :v Rutinitas yang biasanya pun terbengkalai. Maka hari ini saya ingin mengerjakan yang seperlunya saja, seperti memasukkan sampah dapur ke komposter serta membersihkan bedeng tembok dari kotoran kucing dan menyiraminya ..
.
... dan mungkin mengguntingi daun tanaman jeruk ...

... dan mungkin mengidentifikasi tanaman-tanaman liar yang siapa saja tahu saja ternyata bisa dimakan ...



Jadilah saya kembali menghabiskan berjam-jam di halaman, lupa waktu dan makan energi.

Salah satu tanaman liar yang bisa dimakan itu adalah sirih cina; saya mendapatkan informasinya dari IG @sustainable.indonesia. Saya menemukan banyak tumbuhan itu tersebar di halaman rumah, masih pada kecil-kecil.

Hanya segelintir dari sekian banyak sirih cina kecil yang saya temukan di halaman.

Ada juga semanggi, yang sudah saya ketahui bahwa bisa dimakan.

Entah apa lagi, tapi begitu saja sudah bikin saya merasa berkelimpahan dan kewalahan.

Belum lagi saya menemukan ada tumbuhan di wadah bekas yang kelihatannya seperti anakan tomat. Kalau benar begitu, saya ingin bikin tomat botol yang digantung terbalik itu lo.

Belum lagi kemarin pesanan biji wijen saya sudah datang. Tadinya saya ingin menggunakannya untuk memasak. Tapi karena ada banyak, timbul pikiran: apa bisa dicoba-tumbuhkan?

So many works! So little time!

Saya memikirkan rutinitas-rutinitas yang biasanya saya kerjakan, sebelum hendak memulai ini. Ada yang sebaiknya atau tidak semestinya saya tinggalkan. Ada juga yang terancam untuk dikorbankan.

Peralihan ini menggalaukan.

Siangnya, pesanan biji bunga saya sudah datang. Dengan begini, kompletlah sudah semua yang ingin saya tanam untuk batch (?) pertama. Sebenarnya, saya pesan biji seledri, biji bawang daun, dan biji kelor juga, tapi tahu-tahu saja si penjual membatalkan pesanan ☹️ dan saya malas mencarinya lagi.

Malamnya, saya menanyai seorang teman yang lain kalau-kalau dia kenal jenis-jenis tumbuhan liar. Dia bilang enggak, tapi memberi tahu saya bahwa ada aplikasi yang dapat membantu kita soal itu. Segera saja saya mencarinya di PlayStore. Saya mengunduh dua aplikasi serupa, tapi mencopot salah satunya karena lebih sreg dengan yang lain.

Primbon untuk menjelajahi halaman.

Saya takjub sekali dengan adanya aplikasi ini. Saya mengunggah foto beberapa tumbuhan liar yang ada di halaman rumah, baik yang sudah saya ketahui maupun belum. Aplikasi itu kemudian memberikan sejumlah pilihan yang menyerupai tumbuhan itu. Kita mesti memilih yang kira-kira paling sesuai dan mengonfirmasikannya. Walau cara begini sebenarnya belum tentu akurat juga, tapi untuk sementara ini bolehlah. Apalagi aplikasi ini juga menyediakan sejumlah tautan ke situs-situs tempat kita bisa menelusuri tentang jenis tumbuhan itu lebih lanjut.

Saya excited sekali dengan aplikasi ini, dan jadi merasa beruntung hidup pada zaman sekarang.

Angan-angan saya pun mengembang hendak mempelajari setiap tumbuhan yang ada di halaman rumah.

H7 CMB, KH, CMK, KT
H0 pindah tanam Tomat Gantung (ptTG)
H0 Chamomile (Ch) dan Floxglove (F)

Biji-biji cabai merah besar, kacang hijau, cabai merah keriting, serta kacang tanah yang saya tanam tepat seminggu lalu masih belum tampak ke permukaan. Mungkin saya akan menunggu sampai sebulan. Kalau sudah sebulan atau empat minggu belum tumbuh juga ... BONGKAR!!!

Yang membuat saya bersemangat untuk tetap ngebun hari ini adalah ide membuat tomat gantung. Entah di mana pertama kali saya melihatnya, hingga timbul ide tersebut. Saya sudah menyimak beberapa video YouTube yang menunjukkan caranya.

Saya pun memotong botol. Saat hendak melubanginya, saya pikir sekalian saja dengan wadah-wadah untuk semai. Saya belum mencari dan mengumpulkan wadah untuk persemaian dan pot secara menyeluruh (maksudnya dari tempat-tempat penyimpanan di rumah), jadi saya menggunakan yang sudah sengaja saya tumpuk saja yaitu gelas-gelas plastik bekas minuman.

Untuk tali gantungan, saya menggunakan kabel telepon yang sudah tidak terpakai. Hehe.

Mulailah saya "bekerja". Saya berusaha mengeluarkan si tomat dari tempat tumbuhnya secara berhati-hati. Rupanya akarnya masih kecil sekali. Rasa-rasanya tomat yang ada di video-video itu berukuran lebih besar.

Untuk menahan tumbuhan agar tidak lolos dari mulut botol, digunakan kain perca yang bagian tengahnya dilubangi. Minggu lalu ketika papa saya bersih-bersih halaman, ada potongan lengan baju yang terbawa ke sampahnya. Saya manfaatkan saja kain yang tidak jelas asal-usulnya itu ._.

Tampaknya lubang yang saya bikin kebesaran, dan sepertinya salah satu sisinya tidak perlu digunting lagi (sebagaimana yang ditunjukkan di salah satu video tapi tidak di video yang lain). Saya cukup kesulitan berusaha menahan tumbuhan agar tidak lolos lagi dari mulut botol. Beberapa kali saya memperbaiki cara membungkus akar dengan kain itu. Sudah begitu, si kucing tetangga yang enyoi-enyoi lucu pakai banget itu () lagi bermain-main di kaki saya.

Tomant gantung pertamaku 
walaupun belum ada "tomat"-nya 
Akhirnya, upaya menahan akar di mulut botol berhasil juga. Saya pun memasukkan media tanam. Bisa dibilang media tanam ini bekas pakai yang asalnya dari botol-botol bekas percobaan berkebun yang lalu. Kondisinya masih agak basah karena pernah kehujanan.

Setelah mengisikan media tanam, saya gantungkan wadah itu di pagar. Saya tambahkan pupuk kandang, yang setelah saya ingat-ingat sepertinya sudah dicampur dengan tanah dan sekam bakar :v Lalu saya siram sampai hampir memenuhi bukaan botol, dan air menetes-netes dari mulutnya.

Dari waktu ke waktu sampai tengah hari, saya mengamati bahwa tomat yang dipindahkan itu rupanya tidak tahan panas. Di bawah sinar matahari langsung, daun-daunnya jadi kuyu hingga saya kasihan melihatnya. Tadinya saya kira itu efek dari pindah tanam, atau jangan-jangan akarnya terbungkus semua oleh kain sehingga kenapa-kenapa. Tapi, setelah saya pindahkan ke bagian yang teduh, daun-daun itu kembali membuka. Mudah-mudahan dia bisa survive sampai berbuah .... Saya ingin bikin yang banyak tomat gantung seperti ini! 

Biji chamomile dan foxglove yang super tini wini biti,
 kayak telur kutu!
Kemudian saya mulai menanam chamomile dan floxglove. Keduanya saya pilih untuk ditanam pertama karena, setelah saya hitung-hitung, harganya yang paling murah.

Biji-bijinya kecil sekali, hampir-hampir cuma setitik untuk floxglove. Yang chamomile berukuran sedikiiit saja lebih besar. Saya masukkan ke lubang dengan pinset sambil deg-degan.

Setelah urusan persemaian itu beres, saya membersihkan barang-barang yang bisa dijadikan alas untuk wadah semai berikutnya serta pot dan alat-alat. Sebelumnya saya mencampur tanah, pupuk kandang, dan sekam bakar--masing-masing dua gayung--di satu ember untuk media tanam semai.

Saya berencana untuk menyemai dulu semua yang perlu disemai, terutama bunga-bunga. Harga biji bunga cukup mahal sehingga sayang kalau ditanam begitu saja di luar lalu tidak tumbuh ._. Untuk jenis sayur, saya masih ragu apakah memang perlu untuk disemai terlebih dahulu. Maksudnya, kalau sejak tanam sampai panen bisa di satu tempat saja (tidak perlu pindah-pindah), kenapa tidak? Kan untuk menghemat waktu, energi, dan tempat  Saya mau cari tahu terlebih dahulu soal itu.

Barisan semai chamomile dan foxglove, seperti Gogle V
berhadapan dengan Power Rangers.
Bisa juga sih saya membuat percobaan. Misalkan, saya coba tanam barang 5 pot terlebih dahulu untuk tiap-tiap jenis. Kalau ternyata dia tumbuh selamat sampai layak panen di situ, maka penyemaian memang tidak diperlukan. Tentunya itu dilakukan sembari diiringi dengan upaya-upaya untuk mengatasi hama, misalkan dengan menaburi garam di sekitar wadah tanaman untuk mencegah bekicot.

Mengetahui bahwa jenis tumbuhan liar tertentu ternyata bermanfaat, saya juga jadi ragu untuk mencabutinya. Padahal tadinya tumbuhan liar itu mau saya bersihkan dari area tanam dan wadah-wadah terbengkalai, sebelum mulai menanam jenis-jenis sayuran. Karena itu saya mau mengenalinya terlebih dahulu; yang berguna diamankan, yang tidak dibuang saja. Baru tadi terpikir cara lainnya, yaitu memisahkan antara wadah berisi tumbuhan liar dan wadah yang bersih dari tumbuhan liar. Yang berisi saya kumpulkan untuk dipelajari, sedangkan yang kosong bisa mulai saya tanami sayuran.

Di salah satu video YouTube tentang tomat gantung yang saya tonton, ditunjukkan bahwa penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore. Saya pun penasaran untuk menurutinya (karena biasanya saya malas dan menyiram hanya sekali sehari, hehe). Sekalian saya tambahkan pupuk kandang, murni tanpa campuran tanah dan sekam bakar--tidak seperti sewaktu paginya :v Setelah itu saya isikan air kolam ke bagian atas botol sampai penuh. Air lantas menetes deras dari mulut botol di bawahnya. Sampai-sampai saya menampungnya dengan gayung, walau lama-lama terasa gabut juga sih. Mengingat media tanam yang saya masukkan kemarin cukup basah, sepertinya penyiraman sekali sehari saja cukup ....

H8 CMB, KH, CMK, KT
H1 ptTG
H1 Ch, F

Hari ini saya tidak mau ada banyak pekerjaan kekebunan, mengingat ada jurnal ini yang sebaiknya dibereskan untuk di-posting 

Saya memulainya dengan menyemprot semai chamomile dan foxglove, yang belum tumbuh tentu saja. Lalu saya keluar, membersihkan kotoran kucing, menyiram, memasukkan sampah dapur ke dalam komposter ....

Tetap saja ada tambahannya, yaitu saya penasaran untuk menggunting ranting tanaman jeruk dengan gunting rumput sebab kalau dengan gunting biasa saja tidak kuat. Rupanya, dengan gunting rumput pun sama saja tidak kuat, hahaha. Ya, ada sih beberapa ranting yang berhasil dipangkas.

Saya memerhatikan ujung daun tomat gantung mulai bergerak ke atas. Saya tambahkan sedikit tanah di atasnya, untuk menutupi pupuk yang saya masukkan kemarin sore.

Setelah itu, lagi-lagi ada tambahannya, yaitu mengumpulkan wadah-wadah plastik yang dapat dijadikan tempat semai atau pot lalu mencucinya. Tentu saja tidak semuanya saya "korbankan". Sebagian saya sisihkan untuk dijadikan tempat ecoenzyme saja, sedangkan yang lain mungkin akan saya tengok lagi kapan-kapan kalau kekurangan.

Timbul pikiran bahwa berkebun adalah kegiatan yang "lengkap". Di samping hasilnya yang bernilai ekonomis (paling tidak untuk dikonsumsi sendiri), kegiatan ini juga melibatkan fisik, intelektual, bahkan mungkin emosional dan spiritual. Fisik karena kita mesti berjalan mondar-mandir ke sana kemari, misalkan untuk mengambil alat penyiram dan memindah-mindahkan wadah; belum lagi gerakan-gerakan seperti berjongkok atau membungkuk. Intelektual karena untuk dapat bekerja secara efisien dan efektif, kita sebaiknya tahu science-nya, misalkan mengenali ciri-ciri tanah yang sehat, aneka ragam tumbuhan berikut karakteristiknya masing-masing, jenis-jenis hama beserta cara mengatasinya, musim yang tepat untuk menanam jenis tertentu, dan masih banyak lagi. Emosional karena kita mesti sabar, telaten, dan penuh kasih sayang, seolah-olah tumbuhan itu mengerti apakah kita merawatnya dengan senang hati atau terpaksa (eh, iya, enggak sih?). Spiritual karena ini merupakan cara dan upaya untuk mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.

Kegiatan ini juga dapat mencakup passion saya yang biasanya, yaitu membaca dan menulis. Untuk lepas dari kebodohan dalam berkebun, tentu saja saya mesti membaca (--yang tidak mesti diartikan secara literal--) sebanyak-banyaknya sumber pengetahuan dan inspirasi yang dapat dipercaya. Pengalamannya kemudian saya sarikan dalam bentuk tulisan seperti ini.

Angan-angan masih melambung, ide-ide terus bermunculan, hingga menimbulkan kemungkinan persoalan. Kalau suatu saat saya dapat mengoptimalkan segala ruang yang ada di sekitar rumah untuk berkebun, dan mendapatkan hasil yang melimpah ruah, tentu tetangga-tetangga akan bisa melihatnya--terutama yang berada di halaman. Seandainya saya berteman dekat dengan tetangga, sepertinya saya akan ringan saja berbagi hasil. Masalahnya ...

... saya enggak kenal mereka 

Oke, sepertinya berkebun memberdayakan secara sosial juga ....

Menjelang asar, hujan turun deras sekali. Saya mengkhawatirkan nasib si tomat gantung, dan apakah media tanam yang baru saya tambahkan akan meluber? Sayang dong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain