Senin, 25 Mei 2020

Jurnal Ngebun: Minggu 2 Memulai Lagi

Seperti yang sudah diduga, euforia itu berlangsung di awal saja. Semangat berkebun yang tadinya meluap-luap, saya coba kendalikan dengan memindahkan waktunya yang sekalian untuk membatasi. Memang, semangat itu menyurut, haha. Tapi biji-biji sudah telanjur dibeli. Bergeraklah terus, biarpun selambat bekicot ngesot! Membuat jurnal pun sebenarnya malas, tapi setidaknya untuk menunjukkan bahwa ada suatu aktivitas baru yang dilakukan setiap harinya.

H9 CMB, KH, CMK, KT
H2 ptTG
H2 C, F
H0 pindah tanam Sirih Cina (ptSC)

Masih sulit untuk membatasi kegiatan di halaman dengan sekadar mengisi komposter serta membersihkan dan menyirami bedeng tembok. 

Hari ini saya menambah dengan beberapa pekerjaan lain:

- Mengeluarkan beberapa ban di garasi yang berukuran beda dengan ban-ban yang sebelumnya, mencoba menatanya. 

Rencana penataan ban.
Timbul ide untuk menyelang-nyeling penempatan ban-ban itu karena ukurannya yang berbeda. Isinya juga akan dibedakan. Maksudnya, ban yang berukuran lebih besar sepertinya bisa diisi oleh pepaya.

Ketika saya tanyakan kepada papa saya soal penempatan ban-ban ini, beliau malah menaruhnya di beberapa tanaman yang sudah ada.

- Membersihkan sekadarnya area yang hendak ditempati pot-pot tanaman jeruk dari tumbuhan liar, dan jadinya "panen" sirih cina; sebagiannya saya coba tanam di dua pot kecil.

Ada beberapa video YouTube tentang cara memasaknya, yang ternyata cukup mudah karena tinggal ditumis atau dipecel--sesuai selera. Tapi sirih cina yang saya lihat di video-video itu pada besar-besar sedangkan yang saya punya pada kecil-kecil. 

- Memindahkan pot-pot tanaman jeruk ke tempat yang lebih terbuka.

Beberapa ban yang sementara waktu begini dulu.
Kebetulan tanaman-tanaman ini dari kemarin-kemarin sudah saya jarangi daunnya. Untuk mengangkatnya, saya mesti meminta bantuan adik saya. Pot berisi tanaman yang berukuran kecil (alias enggak tumbuh-tumbuh) cukup mudah diangkat. Pot berisi tanaman yang berukuran jauh lebih besar sulit diangkat karena rupanya akarnya telah keluar dari lubang drainase, menghunjam dan menjulur ke balik permukaan tanah di bawahnya. Saya mesti menarik kedua akar itu sekuat tenaga baru copot dan potnya bisa diangkat. Kasihan sih, tapi kalau pot-pot itu diletakkan di situ terus bikin kagok kita-kita. Di samping itu, area tersebut relatif ternaungi, tidak seleluasa area satunya.

Setelah dipindahkan, saya coba menutupi akar-akar yang menjulur keluar dari lubang pot itu dengan batu-batu kerikil (yang memang mengalasi area tersebut). Cukup sulit. Mudah-mudahan mereka.bisa survive, lebih happy dengan tempat barunya, dan ... menghasilkan buah, mungkin?

Tempat penyimpanan yang saya masih belum mantap
menatanya. Sepertinya ada sebagian daun tanaman hias yang
mesti disingkirkan.
- Membereskan tempat penyimpanan di halaman, memindah-mindahkan barang, membersihkan, dan sebagainya.

Sekalian saja. Sebetulnya tempat itu masih belum benar-benar bersih dan beres. Timbul ide untuk mengalasi permukaan sebagian bedeng tembok di situ (tergantung pada ketersediaan alasnya sih) sehingga bisa digunakan sebagai tempat persemaian.

Saya masih bingung soal menempatkan komposter. Sepertinya tempatnya mesti leluasa, agar ketika waktunya matang, komposter bisa direbahkan untuk dibuka bagian bawahnya. Karena itulah area ini masih perlu pengaturan.

Banyaknya sampah halaman mengakibatkan komposter cepat terisi, sekarang sudah hampir penuh. Ada satu komposter lagi yang masih kosong, tapi saya sudah memikirkan untuk membeli sedikitnya dua lagi yang baru! Tapi sepertinya saya mesti memprioritaskan media tanam dan batu-batu koral (untuk penolak kucing) terlebih dahulu? Anggaran terbatas!

Pot-pot tanaman jeruk di tempatnya yang baru.
- Mengumpulkan batu-batu besar yang siapa tahu dapat berguna sebagai "mulsa"/penolak kucing atau alas media tanam.

Alternatif dari batu koral.

Terlepas dari aneka manfaat berkebun, membatasi waktu kegiatan ini penting buat saya. Kegiatan ini lumayan melelahkan secara fisik dan makan waktu, sehingga tidak ada cukup energi untuk melakukan beberapa pekerjaan rumah yang sebaiknya tidak saya tinggalkan. Di samping itu, ada hobi-hobi yang sudah menjadi rutinitas bahkan kebutuhan mau tak mau dikesampingkan.

Baru terpikir bahwa saya bisa menggeser waktu di halaman dari pagi ke sore. Apalagi sebetulnya saya menyiram bedeng tembok hanya sekali sehari. Jadi pagi saya kerjakan rutinitas yang biasanya terlebih dahulu, baru sore--yang durasi waktunya lebih pendek--saya menyiram dan sebagainya. Sore kadang cerah, kadang hujan, dan kadang becek karena siangnya hujan. Saya keluar pada waktu cerah saja, sehingga itu akan semakin mempersingkat waktu "berkebun".

Panen sirih cina yang masih pada terlalu
kecil, akhirnya hanya sedikit yang
termanfaatkan.
Mungkin ada trik lain soal mengairi tanaman jika hanya punya sedikit waktu (atau mesti membatasinya), mudah-mudahan nanti saya akan menemukannya dan dapat menerapkannya.

H10 CMB, KH, CMK, KT
H3 ptTG
H3 C, F
H1 ptSC

Hari ini saya berhasil menunda waktu kekebunan sampai sore.

Paginya saya sekadar menyemprot isi gelas-gelas chamomile dan floxglove. 

Ada yang tumbuh di gelas chamomile nomor 5. Anehnya, letaknya di pinggir gelas sedangkan kemarin kan saya menanam bijinya di tengah-tengah. Saya curiga jangan-jangan itu biji tanaman lain dari percobaan sebelumnya. Wallahualam. 

Daunnya yang mungil berwarna kuning. Saya curiga itu karena kekurangan sinar matahari. Siangnya, saya pun memindahkan semua gelas itu ke kosen jendela supaya kena hangat sinar matahari tanpa terpapar langsung. Benar saja, beberapa waktu kemudian saya lihat daunnya jadi hijau.

Semai yang saya masih belum tahu jenisnya,
baru dipindahkan ke kosen jendela.
Memang kemarin-kemarin saya sempat menonton video tentang cara menanam marigold dan chamomile. Dalam video itu ditunjukkan bahwa sejak baru ditanam, biji-biji itu sebaiknya kena cahaya matahari.

Yeah, let's see.

Sorenya, hujan turun. Alamat enggak jadi nyiram, pikir saya. Kebetulan, hari ini ada banyak sampah kulit buah. Jadi sejak siang dan sore itu saya menyelesaikan tiga toples kecil ecoenzyme, dan hendak membuat satu toples besar.

Mungkin karena yang saya bikin hari ini lebih banyak daripada biasanya, saya mulai memikirkan tentang gula pasir. Beberapa hari lalu, ketika baru mencoba membuat ecoenzyme lagi, saya menunjukkan fotonya kepada beberapa teman. Salah seorang dari mereka berkomentar tentang mahalnya harga gula pasir sekarang ini. Baru sekarang terpikir oleh saya, benar juga, sayang juga .... Tapi toh saya enggak sengaja membeli gula ini. Saya hanya memanfaatkan yang tersedia cukup banyak di rumah. Nanti juga kalau gula atau toplesnya sudah habis, saya akan berhenti. Hehehe. 

Done with ecoenzyme, for now.
(Padahal ada orang-orang yang bikin ecoenzyme sampai bertong-tong. Gulanya sebanyak apa, ya? Apalagi kalau pakai gula jenis tertentu, sebab sebetulnya gula jenis pasir tidak begitu diremomendasikan. Mereka pasti orang kaya. Halah. Berkorban sedikit lah, demi lingkungan. Kan lingkungan sudah berkorban banyak buat kamu. Gantian :v)

Terpikir hal yang sama untuk komposter. Sebenarnya daripada beli compost bag "mahal-mahal" 50.000 rupiah per item (belum termasuk ongkos kirim), kenapa tidak menggunakan wadah yang sudah ada seperti karung, ember, dan semacamnya? Memang pada percobaan mengompos yang pertama--karena enggak mau ngemodal--saya sudah menggunakan barang-barang itu. Gagalnya mungkin karena pada waktu itu saya kurang menambahkan sampah cokelat serta mengaduk-aduknya. Selain itu, wadah komposter mesti ditempatkan di area yang kering tapi bagian bawahnya dapat menyerap rembesan air lindi. Yah, nanti deh saya pikirkan.

Hujan tampak mereda. Sambil menunggu hujan benar-benar berhenti, saya melubangi wadah-wadah untuk semai sambil mendengarkan podcast Bandung Permaculture episode pertama. Mendekati pukul lima, hujan benar-benar sudah berhenti, saya merasa harus segera keluar untuk menyiram atau hari keburu magrib.

Membentengi kacang hijau dengan garam, yang sepertinya
terlalu banyak?
Saya cuma mengisi komposter dan menyiram bedeng tembok. Untuk tomat, sirih cina, dan jeruk yang baru dipindahkan kemarin, karena sudah kena air hujan, saya tidak perlu lagi menyiraminya.

Ada penemuan menggembirakan (?) lainnya di bedeng tembok, yaitu satu biji kacang hijau telah tumbuh. Sebetulnya di dekatnya sekali ada satu lagi tumbuhan mungil, tapi saya tidak yakin itu dari jenis apa. Setelah beres menyiram, satu biji kacang hijau yang akhirnya tumbuh itu pun saya "amankan" dengan menaburi garam di sekitarnya. Saya enggak mau besok ketika menengoknya lagi tanaman mungil itu sudah raib dilahap bekicot seperti sebelum-sebelumnya ☹️

Ada sedikitnya dua kebodohan baru yang saya sadari baru-baru ini, setelah sharing pengalaman ini kepada seorang teman chat saya.

Tomat gantung yang saya khawatir
jangan-jangan salah perlakuan.
1) Teman chat saya bilang dia pernah menanam tomat, tapi kesulitan setelah tumbuhan itu memerlukan penopang. Saya pun mengirimkan link ke video YouTube yang menunjukkan tentang cara bikin tomat gantung. Pada thumbnail video itu tampak bahwa sekujur bodi botol sepertinya diberi banyak lubang, dan seketika saya sadar bahwa saya tidak melakukannya. Pikir saya, bagian atas dan bawah botol sudah cukup bolong. Mungkin lebih banyak lubang lebih baik?

2) Ketika saya memberi tahu si teman chat tentang jenis-jenis yang saya tanam, dia bertanya, "Kacang itu tumbuhnya di bawah tanah, ya?" Saat melihat ada kacang hijau yang akhirnya tumbuh tadi, saya pun tersadar betapa begonya saya menanam jenis itu dan cabai dalam jarak yang begitu dekat. Nanti, misalkan, semuanya berhasil tumbuh besar sampai layak panen, untuk mengambil hasil kacang (yang jenis kacang tanah) berarti mesti ada cabai yang dikorbankan .... Atau, bisa saja sebelum itu terjadi, saya memindahkan cabai yang masih kecil ke wadah lain yang lebih layak. No worries, lol.

H12 CMB, KH, CMK, KT
H5 ptTG
H5 C, F
H3 ptSC
H0 Lavender (L)

Setelah beberapa sore kemarin hujan, hari ini cerah. Tapi ada beberapa kabar menyedihkan.

Saya mendapati daun tomat gantung pada jelek. Saya pun teringat bahwa daun mesti dikurangi sehingga hanya menyisakan dua cabang dan pucuk teratas. Saya pun melakukannya dengan gunting. Lagi pula salah catu cabang yang di bawah itu daunnya jelek. Saya tidak tahu penyebabnya.

Saya mendapati bahwa ada lubang dan bekas digerogoti pada sirih cina yang saya tanam di pot serta ginseng jawa yang tumbuh sendiri di bedeng tembok. Siapa yang melakukannya? Entah apakah itu ada hubungannya dengan saya menjadi gatal-gatal seusai dari halaman.

Satu-satunya kacang hijau yang sudah tumbuh kini mati. Saya curiga penyebabnya gara-gara kemarin saya membubuhkan garam terlalu dekat di sekitarnya. Pada hari sebelumnya, dengan menggunakan sendok, saya menaburkan garam agak jauh, membentuk kotak, tapi lalu saya merasa itu boros. Garam itu lalu hilang kena hujan, hanya menyisakan sedikit sekali. Saya lalu menaburkannya lagi, kali ini dengan jari dan dekat-dekat tanaman saja, membentuk lingkaran. Tapi, kemudian ....

Meski begitu, tampaknya ada beberapa (masih sedikit sekali) cabai yang tumbuh. Saya menaburkan garam di sekitarnya juga, walau tidak yakin apakah bekicot juga menyukai daun cabai. Esoknya saya mendapati mereka masih utuh, tidak melepuh seperti daun kacang hijau.

Wadah-wadah semai selesai dilubangi, kecuali yang kaleng. Soalnya, saya baru tahu bahwa kaleng tidak bisa dilubangi pakai obeng dipanaskan ... tapi dengan paku dan palu. Berarti sekarang waktunya untuk mulai menanam biji ....

Sepertinya saya akan menanam satu jenis saja per hari, mencicil. Maka sore ini saya memulainya dengan menanam lavender, yang sebetulnya ada dua jenis. Kalau sebelumnya saya memilih biji yang harganya paling murah, kali ini yang jumlah per spesies(?)nya paling sedikit. 

Biji-biji lavender yang segede kutu.
Ada lavender jenis ellegance dan french white, masing-masing terdiri dari 3 biji.

Hari ini juga saya menyudahi bikin ecoenzyme, setelah menghabiskan sebagian persediaan gula pasir di rumah. Toples-toples bekas bawang goreng juga sudah terpakai semua, tinggal yang masih digunakan untuk wadah bumbu serta yang tidak ada penutupnya. Bisa saja saya mencari toples-toples plastik lainnya, tapi sudah sayang gula pasir. Lagi pula saya malah belum memanfaatkan hasil percobaan ecoenzyme sebelumnya yang sudah waktunya boleh dipanen. Mending saya alihkan perhatian ke pemanfaatannya saja dulu.

H13 CMB, KH, CMK, KT
H6 ptTG
H6 C, F
H4 ptSC
H1 L
H0 Amanthus (A)

Ada yang tumbuh di gelas floxglove 5. Tapi saya skeptis itu floxglove. Keduanya serupa: yang satu di tengah, yang satu lagi di tepi. Soalnya, saya kan cuma menanam satu biji per gelas; kenapa yang tumbuh dua dan letaknya berjauhan pula?

Biji amanthus yang saking mungil, sampai
sulit dibedakan dengan butiran pasir.
Petang ini saya menanam 6 biji amanthus. Yang saya takutkan terjadi juga. Ada kecelakaan saat hendak memasukkan biji-biji yang super mungil itu. Entahlah. 

Saat itu menjelang magrib. Pencahayaan di ruangan tempat saya menyemai kurang baik. Ini menjadi catatan: besok ketika hendak menyemai lagi, lakukankah tidak lama setelah azan asar supaya masih terang!

Di halaman, sepertinya beberapa biji cabai baru telah tumbuh. 

Tidak ada yang begitu istimewa.

H14 CMB, KH, CMK, KT
H7 ptTG
H7 C, F
H5 ptSC
H2 L
H1 A
H0 Marigold (M)
H0 Kacang Merah (KM)
H0 pindah tanam Gingseng Jawa (ptGJ)
H0 tutup Compost Bag 1 (tCB1)

Hari ini saya menanam 3 jenis marigold yang masing-masing terdiri dari 3 biji. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya, biji marigold cukup besar dan mudah dibedakan dari butiran pasir ataupun anak kutu.

Biji marigold yang menyenangkan untuk ditanam, karena
bentuk dan ukurannya tidak se-bikin-was-was biji jenis-jenis
bunga lainnya.
Tomat gantung daunnya tampak tua dan berpenyakit. Saya memerhatikan akarnya sendiri telah tumbuh; ada yang di luar tanah (terlihat dari mulut botol di sebelah bawah), ada juga yang merambat ke atas (terlihat dari permukaan badan botol yang transparan). Saya coba memindahkan posisi tanaman itu sedikit ke sisi yang tampaknya lebih tersinari oleh matahari. Mari kita lihat apakah akan ada perubahan.

Saat hendak menyiram, saya menemukan sebutir kacang merah di ember penampung air bekas cucian. Saya coba menanamnya di salah satu wadah bekas minyak goreng yang kosong (maksudnya cuma terisi oleh tanah dan sampah sisa cuci piring).

Saat hendak menyiram tanaman jeruk, timbul pikiran untuk memindahkan gingseng jawa yang tumbuh liar menumpang di potnya saat itu juga. Saya hendak memindahkannya ke bedeng tembok yang terdekat saja (yang saat ini dihuni lidah buaya, lidah mertua, dan semacam lili). Rupanya mudah mencabut gingseng jawa itu; akarnya berupa serabut kecil. Kondisi tanamannya sendiri tidak begitu bagus karena ada bagian yang patah, serta daun-daun yang bagiannya disarangi semacam penyakit putih-putih. Sepertinya saya memindahkan tumbuhan itu memang karena kasihan akan keadaannya. Mudah-mudahan dia kerasan di tempatnya yang baru.

Terakhir, saya memenuhi compost bag dengan sampah cokelat. Ada seplastik besar tambahan sampah cokelat hari ini. Saatnya untuk menyediakan wadah kompos baru. Saya membongkar wadah yang selama ini saya khususkan untuk sampah plastik, sebab di dalamnya juga ada dua karung bekas percobaan mengompos sebelumnya. Kedua karung itu saya gunakan untuk menampung sampah cokelat, terutama yang baru-baru, sampai cukup penuh, lalu saya ikat bagian atasnya. 

Cukup banyak juga yang bisa ditampung dalam dua karung itu. Selama ini, sampah cokelat dari halaman disimpan di sebuah plastik transparan yang sangat besar. Setelah memindahkan sebagian isinya ke dua karung tersebut, tampak sebagian bawah isi plastik tersebut yang agaknya sudah separuh busuk atau, kalau boleh saya katakan, sedang dalam proses pemasakan menuju kompos. Timbul pikiran untuk memindahkan semuanya ke compost bag yang baru atau ke salah satu ember pecah (bekas percobaan mengompos sebelumnya juga) yang ada penutupnya.

H15 CMB, KH, CMK, KT
H8 ptTG
H8 C, F
H6 ptSC
H3 L
H2 A
H1 M
H1 KM
H1 ptGJ
H1 tCB1

Hari ini saya terlalu malas untuk menanam, sehingga saya hanya menyirami yang sudah saya tanam.

Tomat gantung masih tampak menyedihkan. Telah tumbuh sepasang daun di pucuk, tapi tampak layu. Saya memindahkan lagi posisinya ke tempat yang lebih terpapar oleh sinar matahari. Saya tidak tahu apakah itu tepat atau sebaliknya.

Mudah-mudahan ada yang tumbuh ....
Kabar buruk: gingseng jawa pada tumbang. 

Gingseng jawa yang pertama tumbuh di dekat suplir. Ukurannya sudah cukup besar dan tumbuh bagus menggembirakan. Tapi hari ini seperti ada yang menebas beberapa batangnya. Entah siapa pelakunya, dan apakah motifnya. Yang jelas, sayang kalau yang tumbang itu dibuang begitu saja. Kebetulan ibu saya mau masak kangkung, jadi saya minta supaya itu ditambahkan. 

Sementara itu, gingseng jawa yang kedua loyo sampai jatuh.

Situasi yang menyedihkan ini memang menambah pesimisme. Sebenarnya sebelum memulai lagi ini, sudah timbul pikiran bahwa sebelum menanam, sebaiknya saya belajar mengenali macam-macam hama di halaman!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain