Sebagaimana yang terekam di blog ini, sejak pandemi, sudah tidak menonton bioskop sendiri lagi. Juga ada kesadaran mengalokasikan uang untuk suatu kepentingan. Tapi kalau ada teman yang mengajak, hayuk saja, filmnya pun menurut pilihan dia. Ada satu film yang kami tonton begitu pandemi reda. Film itu katanya diadaptasi dari cerita di suatu platform kepenulisan, tokoh utamanya diperankan oleh aktor kesukaan dia tapi saya lebih suka sama pemeran antagonisnya(?). Film itu saya tidak ingat amat judulnya, bikin saya ketawa-ketawa sendiri di ruang bioskop--maksudnya, itu bukan film komedi tapi teen romance action atau apalah istilahnya yang karena beberapa hal saya jadi literally ketawa sendiri--dan malas mencatat pengalaman itu di blog ini sesudahnya.
Teman itu baru-baru ini memilihkan film lain yang saya lagi-lagi ikut saja. Tanpa ekspektasi apa-apa. Tidak berdaya juga ketika kami dapat bangku di baris kedua dari depan. Memang itu hari pertama film tersebut ditayangkan di bioskop. Cukup banyak yang mengantre. Sebanyak inikah orang yang gabut pada Kamis siang? Akan jadi apa negara ini??
Kali ini si teman memilihkan film yang tepat buat saya. Di samping bikin tidak mengeluh karena mesti mendongak menontonnya, juga sekarang saya ketawa-ketawa tidak sendirian lagi tapi serempak bareng banyak penonton lain. Ketawa tulus karena terhibur oleh joke-joke yang mulus, bukan karena jiwa yang sok mau jadi snob. Film itu adalah Gampang Cuan, yang setelahnya saya berpikiran ini layak ditonton berkali-kali untuk ditelaah sembari mencari landasannya di buku-buku teori komedi. Memang dari segi komedi menurut saya film ini pol pisan somehow, tidak asal lucu.
Gambar dari Media Indonesia. |
Salah satu adegan mengibuli orang tua. Gambar dari KUY! |
Di samping komedi keluarga, ini juga film edukasi saham--atau pada pokoknya mengenai cara meraih dan mengelola cuan. Dasarnya, saya tidak ada ketertarikan pada permainan ini. Namun sepanjang perjalanan hidup saya sejauh ini (yang padahal belum juga paruh baya--sedikit lagi :p), ada beberapa referensi tentang dunia itu yang mampir. Yang langsung teringat yaitu:
1. Buku tentang kehidupan jurnalis pasar modal, yang sudah saya ulas di blog ini (tautan tersemat), dan;
2. Video Jaya Setiabudi.
Preferensi saya pribadi dalam hal ini masih lebih ke cara spiritual-tradisional seperti menabung emas (walaupun lama sekali baru bisa terkumpul hanya untuk membeli batang terkecil produk Antam wakakaka), bersedekah dan semacam itulah--yang tampak lebih "simpel" sekaligus berorientasi jangka paling panjang (sampai ke akhirat).
Harus pakai kostum bagus untuk mengikuti permainan orang kaya. Gambar dari TEMPO.co. |
Setelah menyajikan suatu gambaran akan jatuh-bangunnya pontang-pantingnya pergulatannya orang bawah menuruti permainan orang atas, film ini menyerahkan pilihan kepada pemirsa. Pilihannya pun bukan cuma saham, melainkan ada pula reksadana, deposito, surat utang negara, dan seterusnya, yang dijelaskan sesederhana mungkin menggunakan perumpamaan ternak ayam. Tapi, jangan lupa, investasi yang paling berharga mungkin ada pada kualitas hubungan dengan keluarga khususnya dalam masa terpuruk.
Sekilas info: Parkiran BIP diskriminatif karena tidak menampung sepeda di basement, lain dengan BEC dan Kings yang menyediakan palang parkir sepeda searea dengan motor di dalam gedung. Parkirlah di GGM; selain orang-orangnya ramah, saya mendapat fasilitas valet parking segala--gratis! Tersedia keran juga dekat situ buat cuci tangan habis pegang setang sepeda yang masih ada bekas oli dari bengkel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar