Sabtu, 18 November 2023

Investasi yang Paling Berharga Adalah Keluarga

Sebagaimana yang terekam di blog ini, sejak pandemi, sudah tidak menonton bioskop sendiri lagi. Juga ada kesadaran mengalokasikan uang untuk suatu kepentingan. Tapi kalau ada teman yang mengajak, hayuk saja, filmnya pun menurut pilihan dia. Ada satu film yang kami tonton begitu pandemi reda. Film itu katanya diadaptasi dari cerita di suatu platform kepenulisan, tokoh utamanya diperankan oleh aktor kesukaan dia tapi saya lebih suka sama pemeran antagonisnya(?). Film itu saya tidak ingat amat judulnya, bikin saya ketawa-ketawa sendiri di ruang bioskop--maksudnya, itu bukan film komedi tapi teen romance action atau apalah istilahnya yang karena beberapa hal saya jadi literally ketawa sendiri--dan malas mencatat pengalaman itu di blog ini sesudahnya.

Teman itu baru-baru ini memilihkan film lain yang saya lagi-lagi ikut saja. Tanpa ekspektasi apa-apa. Tidak berdaya juga ketika kami dapat bangku di baris kedua dari depan. Memang itu hari pertama film tersebut ditayangkan di bioskop. Cukup banyak yang mengantre. Sebanyak inikah orang yang gabut pada Kamis siang? Akan jadi apa negara ini??

Kali ini si teman memilihkan film yang tepat buat saya. Di samping bikin tidak mengeluh karena mesti mendongak menontonnya, juga sekarang saya ketawa-ketawa tidak sendirian lagi tapi serempak bareng banyak penonton lain. Ketawa tulus karena terhibur oleh joke-joke yang mulus, bukan karena jiwa yang sok mau jadi snob. Film itu adalah Gampang Cuan, yang setelahnya saya berpikiran ini layak ditonton berkali-kali untuk ditelaah sembari mencari landasannya di buku-buku teori komedi. Memang dari segi komedi menurut saya film ini pol pisan somehow, tidak asal lucu. 

Gambar dari Media Indonesia.

Salah satu adegan mengibuli orang tua.
Gambar dari KUY!
Ini juga film keluarga dengan pesan moral yang sangat kuat. Sedikitnya ada dua poin yang saya tangkap yaitu konsekuensi dari berbohong kepada orang tua sekalipun untuk berbakti, di sisi lain posisi tokoh utama sebagai kepala keluarga yang ingin menjaga ketenteraman keluarga menjadi motifnya untuk berbuat demikian. Secara personal, ini kena bagi saya--mengingatkan pada kepala di keluarga saya sendiri yang kadang-kadang bikin saya menitikkan air mata diam-diam mengingat perbuatan-perbuatannya yang bercampur antara baik dan buruk, kasih sayangnya kepada keluarga yang kadang-kadang membuatnya seperti tidak ada rasa bersalah untuk begini-begitu, yah, sebagaimana si kepala keluarga dalam film ini lah. Film ini mestilah membuat kita mesti lebih mengapresiasi kepala di keluarga masing-masing, terutama jika ia sungguh-sungguh menyatakan tanggung jawabnya, dan tentu saja, kebersamaan dalam keluarga itu sendiri, yang mana nilai-nilai ini kian hari kian luntur; banyak manusia yang sudah tidak paham lagi pentingnya membangun keluarga, akibat tuntutan yang entah dari mana asal-muasalnya agar mementingkan diri sendiri dan mengurus segalanya sendiri-sendiri tidak perlu lagi saling berbagi. 

Di samping komedi keluarga, ini juga film edukasi saham--atau pada pokoknya mengenai cara meraih dan mengelola cuan. Dasarnya, saya tidak ada ketertarikan pada permainan ini. Namun sepanjang perjalanan hidup saya sejauh ini (yang padahal belum juga paruh baya--sedikit lagi :p), ada beberapa referensi tentang dunia itu yang mampir. Yang langsung teringat yaitu:

1. Buku tentang kehidupan jurnalis pasar modal, yang sudah saya ulas di blog ini (tautan tersemat), dan;

2. Video Jaya Setiabudi.

Preferensi saya pribadi dalam hal ini masih lebih ke cara spiritual-tradisional seperti menabung emas (walaupun lama sekali baru bisa terkumpul hanya untuk membeli batang terkecil produk Antam wakakaka), bersedekah dan semacam itulah--yang tampak lebih "simpel" sekaligus berorientasi jangka paling panjang (sampai ke akhirat).

Harus pakai kostum bagus untuk
mengikuti permainan orang kaya.
Gambar dari TEMPO.co.
Begitulah maka dari film ini pun siratan yang tertangkap oleh saya: pada akhirnya dari main saham keluarga kelas bawah ini tidak mendapatkan untung apa-apa, selain mendalami arti keutuhan keluarga dan menghargai peran kepala keluarga. Keluarga adalah benteng pertahanan, menegaskan ungkapan klise tapi nyata menjadi ujian banyak orang untuk dibuktikan: "harta yang paling berharga". Dari dialog tokoh Robert Winoto, terkesan bahwa saham itu permainan orang kaya yang sudah kebanyakan duit dan ingin mencapai tujuan-tujuan finansial yang lebih tinggi alih-alih cara cepat cari cuan bagi yang kepepet. Pun, sebagaimana dinyatakan lewat tokoh Evan, main saham tanpa hitung-hitungan menjelimet ("anal-isis", dia bilang, ini karakter memang ass-hole) alias cuma tebak-tebakan itu sama saja kayak judi. Dan, kita tahu, menurut sang kesatria bergitar ....

Setelah menyajikan suatu gambaran akan jatuh-bangunnya pontang-pantingnya pergulatannya orang bawah menuruti permainan orang atas, film ini menyerahkan pilihan kepada pemirsa. Pilihannya pun bukan cuma saham, melainkan ada pula reksadana, deposito, surat utang negara, dan seterusnya, yang dijelaskan sesederhana mungkin menggunakan perumpamaan ternak ayam. Tapi, jangan lupa, investasi yang paling berharga mungkin ada pada kualitas hubungan dengan keluarga khususnya dalam masa terpuruk.

Sekilas info: Parkiran BIP diskriminatif karena tidak menampung sepeda di basement, lain dengan BEC dan Kings yang menyediakan palang parkir sepeda searea dengan motor di dalam gedung. Parkirlah di GGM; selain orang-orangnya ramah, saya mendapat fasilitas valet parking segala--gratis! Tersedia keran juga dekat situ buat cuci tangan habis pegang setang sepeda yang masih ada bekas oli dari bengkel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain