Gambar di-screenshot dari Ipusnas. |
ISBN : 979-407-483-7, 978-979-407-483-1
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta
Cetakan pertama : 1983
Edisi elektronik : 2021
Buku ini isinya pengenalan pohon-pohon yang dikemas dalam bentuk sajak anak-anak. Semuanya ada 20 pohon, yaitu: jengkol, meranti rambai, mara, jabon, mindi, kayu bapa, kedawung, petai, binong, kayu raden, kayu raja, akasia, cempaka, simpur, kenanga, turi, tengkawang kijang, kedondong, bintaro, dan tusam.
Tiap sajak umumnya mengandung informasi sebagai berikut:
- fungsi, manfaat,
- ciri atau karakteristik fiksi yang menonjol atau terkenal,
- tempat tumbuh/penyebaran,
- dan pastinya nama pohon, yang diulang-ulang seakan-akan yang baca kemungkinan pelupa :v
Sebagai contoh, saya salinkan satu puisi yang judulnya sama dengan nama daerah di dekat tempat tinggal saya.
BINONGkalian ingin membuat perahu?ambillah pohonkubatangku bulat dan lurus amat bagusnamaku?panggil saja: Binongkayuku bisa jugauntuk petidan batang korek apiaku ada di Sri LankaMuangthai dan IndiaMalaysia, Sumatradan Irian Jayaaku suka hidupdi tanah liatatau tanah berpasirlihatlah diriku berdiri terpakudi tanah datardi pinggir sungaidaunku gugurbila datang musim kemaraubungaku tumbuhbila datang musim hujanaku sendiri hidup senangbiar datang kemarau panjang
Satu lagi deh, jenis yang konon katanya sangat digemari masyarakat Sunda.
JENGKOLaku tanaman asli Indonesialalu tersebar ke MalaysiaMuangthai, BirmaLaos dan Filipinajauh juga perjalanankutapi aku gembira selaludi tepi hutan aku disenangidi tepi sungai aku disukaidi ladang aku disayangidi kampung aku dicintaibuahku enak dimakantapi, wowbaunya sangat tajamkalian berketombe?bersihkan pelan-pelandengan kulit polongkukalian belum lupa kan?Jengkol namaku
Menurut saya, buku ini baik dimiliki orang tua untuk anak berlatih membaca sekalian berkenalan dengan jenis-jenis pohon. Sebagai sajak anak-anak, tentu saja bahasanya sederhana. Halamannya penuh warna-warni, sudah begitu ada ilustrasinya walaupun sayangnya tidak untuk setiap pohon. Bagus lagi apabila membaca sajak sambil mengunjungi tempat pohon yang diterangkannya berada sehingga bisa berkenalan secara langsung, entahkah itu di halaman, pinggir jalan, taman, atau hutan terdekat, sambil meraba-raba permukaan batangnya, mengamati bentuk daun dan bunganya, memunguti buahnya kalau ada, membandingkannya dengan yang tertulis dalam sajak, sembari menghayati kegunaannya--suatu pendidikan literasi alam.
Bagi saya sendiri, terus terang, banyak pohon dalam buku ini yang masih asing atau cuma tahu nama tapi tidak kenal bentuk-rupanya. Memang saya tumbuh di kota besar dalam lingkungan yang lebih mengakrabkan saya dengan produk-produk rekayasa manusia ketimbang yang langsung dari Sang Maha Pencipta. Memang manusia itu sendiri produk langsung Sang Maha Pencipta, begitu pula kucing-kucing yang berkeliaran di jalanan serta tanaman-tanaman ala kadarnya di halaman. Namun, itu saja tidak cukup, mengerti, kan? Sering kali semua itu sekadar latar. Implikasinya, saya termasuk golongan yang masih lebih tertarik "dicuci-otak" konten-konten digital yang di baliknya ada pembakaran batu bara pencemar udara, ketimbang berusaha mengenali dan memanfaatkan tetumbuhan di sekitar yang dengan itu secara langsung memuji dan mensyukuri kebesaran Yang Maha Kuasa.
Hidup di kota besar bukan berarti tidak ada alam sama sekali. Bisa dimulai dari halaman rumah: taruh ponselmu, keluarlah, dan pegang daun-daun, amati serangga, dan seterusnya, kehidupan yang biasanya seakan-akan tak kasatmata. Saya yakin bukan saya seorang yang perlu begini, dan buku ini pun hanya satu dari sekian banyak buku untuk menginsafkan kita agar menjadi khalifah yang adil di muka bumi, rahmat bagi segenap alam bukan hanya bagi golongannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar