Yang saya
harapkan dari buku berjudul Teknik
Membaca Textbook dan Penterjemahan (ya,
pakai “t”) tentunya adalah mengenai “penterjemahan”-nya. Karena belakangan ini
saya telah mencoba-coba menerjemahkan sejumlah cerpen dengan segenap
kesoktahuan dan pemahaman bahasa Inggris yang pas-pasan. Barangkali saya bisa
mendapatkan semacam insight (???)
yang akan memperbaiki kemampuan saya dalam pratik penerjemahan.
Sebelumnya
saya beberkan dulu sedikit mengenai perawakan buku ini: di sudut kanan atas
tercatat 6/2-87 dan 1700—kita bisa berasumsi deretan angka yang pertama adalah
tanggal sedangkan yang kedua adalah harga; ukurannya
sekitar satu senti lebih pendek daripada ukuran buku tulis biasa; tebalnya 83 halaman; diterbitkan
oleh Kanisius yang beralamat di Yogyakarta; yang ada pada saya adalah cetakan
ketiga, 1986; di balik sampul depan terselip buklet Biro Kursus Tertulis (Bahasa
Inggris) “AIDA” yang beralamat di Jakarta; dan kalau bagian tengah sebelah
bawah dihirup, ada aroma semacam minyak angin yang entah sudah berapa lama terserap
di sana.
Dalam “KATA
PENGANTAR”, dikatakan bahwa buku ini ditulis akibat serba keterbatasan yang
dialami penulisnya selama mengajar di dua perguruan tinggi negeri di Bandung.
Salah satunya adalah: keterampilan membaca dalam bahasa Inggris masih kurang
dimiliki oleh para mahasiswa. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi
mereka yang ingin meningkatkan “ketrampilan membaca buku maupun majalah, novel yang ditulis dalam bahasa Inggris”. Tapi ternyata penerjemahan
teks sastra disinggung hanya sedikit sekali. Hanya satu paragraf! Boro-boro bicara novel…
Begini
katanya, di halaman 32, terjemahan teks sastra itu agak sulit dibandingkan teks
ilmiah. Dalam teks sastra terdapat ungkapan-ungkapan yang tidak bisa begitu saja
diterjemahkan secara harfiah. Kalau dipaksakan, hasilnya, selain tidak lazim
dalam bahasa sasaran, juga bisa-bisa memiliki makna yang menyimpang dari maksud
bahasa aslinya. Sebagai contoh, kalimat dalam bahasa Inggris “He kicks the bucket” tidak bisa serta-merta diterjemahkan menjadi
“Dia menyepak ember”, sebab ungkapan “to kick the bucket” mempunyai pengertian
“to die”. Contoh lainnya, ketika mencoba untuk menerjemahkan cerpen “Solid Objects” dari Virginia Woolf, saya menemukan ungkapan “ghost of chance”. Kalau
saya terjemahkan sekenanya saja, menjadi “hantu kesempatan”, o, tentu ganjil bukan kedengarannya? Untung ada Google—kamus
sagala aya!
Nah, adapun
jenis teks yang dibicarakan dalam buku Teknik
Membaca Textbook dan Penterjemahan
ini, ya tentu saja… textbook. Mulai
dari bidang CIVIL ENGINEERING, CHEMISTRY, BIOLOGY, sampai LANGUAGE. Masing-masingnya disertai contoh kalimat yang
berkaitan dengan bidang ilmu tersebut. Kiat menerjemahkannya yakni dengan memotong-motong
kalimat menjadi kelompok-kelompok kata yang dinamakan frasa dan klausa, serta
menentukan mana subject, verb, object, adverbial, complement,
dan sebagainya. Karena itulah bab mengenai penerjemahan ini didahului oleh
bab mengenai tata bahasa Inggris agar pembaca dapat membedakan unsur-unsur
kalimat tersebut—lengkap dengan diagram-diagram berisikan pola, rumus, apa yang
semacam itu. Masing-masing potongan daripada kalimat itu kemudian diartikan,
lalu disambung-sambungkan hingga tersusun menjadi kalimat baru dalam bahasa
yang dimengerti oleh pembaca sasaran.
Contohnya begini, saya ambil dari
halaman 59 di mana ada kutipan teks dari bidang DENTISTRY.
The exposed part of a tooth is the crown, the
concealed part is the root.
Kita cacah-cacah menjadi:
The exposed part of a tooth/ is/ the crown/ the
concealed part/ is the root.
Kelompok kata pertama adalah subject. Kelompok kata kedua adalah verb, sedang yang ketiga adalah complement. Urut-urutan ketiganya
disebut main clause. Begitupun urut-urutan kalimat berikutnya,
adalah main clause kedua. (Ini contoh
kalimat yang mudah. Banyak contoh yang jauh lebih rumit dan panjang dari ini.) Masing-masing
kelompok kata tersebut kemudian diartikan.
The exposed part of a tooth = bagian gigi yang
terbuka/ is the crown = adalah kepala gigi/ the concealed part = bagian yang
terselubung/ is the root = adalah akar/
Disambung menjadi:
Bagian gigi yang terbuka adalah kepala gigi dan bagian
yang terselubung adalah akar.
Saya pernah menerapkan cara yang hampir
mirip saat mencoba untuk menerjemahkan paragraf-paragraf pertama “Solid Objects” yang keterluan panjangnya. Tapi tidak sampai membedakan ini subject, ini verb, dan seterusnya, melainkan hanya memotong-motongnya jadi
kelompok-kelompok kata. Agaknya penulis berbahasa Inggris punya kecenderungan
menggemukkan kalimat. Jangan tanggung-tanggung sebagai penulis—jangan pelit
kasih informasi! Semisal, tidak cukup Anda mengatakan “The boy is a student”. Perkaya kalimat Anda menjadi “The lazy,
dirty, tall boy who came here
last night is a student.” (Halaman 18-19)
Sebaliknya dengan bahasa Indonesia. Oleh
dosen pembimbing skrispi saya (oh, masa itu sudah lama berlalu…), saya
diajarkan untuk menulis dengan kalimat-kalimat sederhana yang bisa berdiri
sendiri. (Hindari “ini” atau “itu” sebagai pengganti subjek—subjek harus
disebutkan dengan jelas!). Pokoknya strukturnya harus S-P-O-K. Satu kalimat
satu gagasan. Hindari kalimat majemuk yang bertingkat-tingkat. Anak kalimat jangan
mendahului induk kalimat. Kalau kita lihat karya ilmiah pada umumnya, tentu
saja aturan ini tidak mesti berlaku. “Tergantung dosen pembimbing
masing-masing,” begitu sering kita dengar di kalangan mahasiswa skrispi.
Dengan memecah-mecah kalimat seperti itu
boleh jadi kita agak mudah dalam mencerna teks. Teknik lainnya dalam membaca textbook adalah: Pertama-tama, bacalah
sepintas bagian pendahuluan, daftar isi, teks, daftar istilah, daftar pustaka,
dan indeks; Kedua, gunakan metode SQ3R alias SURVEY, QUESTION, READ, RECITE,
dan REVIEW. SURVEY berarti membaca sepintas (skimming) bagian yang ditugaskan untuk dibaca dengan tujuan
menangkap ide dalam teks tersebut. QUESTION berarti mengajukan pertanyaan yang
hendak dicari jawabannya di dalam teks. READ berarti membaca lagi untuk
menemukan jawaban daripada pertanyaan yang telah dibuat—kalau perlu tandai
hasilnya. RECITE berarti mengungkapkan lagi hal-hal yang telah didapatkan dan
merenungkannya. Dan REVIEW berarti membuat ringkasan teks secara keseluruhan
dengan mengumpulkan ide utama dari tiap bagian. Ada buku tersendiri mengenai
metode membaca ini. (Adapun dalam buku ini penjelasannya hanya 1,5 halaman.)
Dalam bahasa Indonesia ada buku berjudul Speed
Reading, tampaknya sudah dicetak ulang berkali-kali, tapi saya lupa apa
saja isinya ha-ha-ha, barangkali ada pula mengenai SQ3R.
Membaca buku ini seperti menyegarkan
ingatan akan pelajaran bahasa Inggris. Bagaimanapun pada saat buku ini ditulis kebanyakan
textbook yang tersedia ditulis dalam
bahasa Inggris. (Sepertinya sekarang pun masih begitu. Kalau dalam bahasa
Indonesia, namanya “diktat” dan jauh lebih tipis… atau tebal tapi terjemahan dari bahasa Inggris...) Oleh karena itu penguasaan
bahasa Inggris amatlah penting demi transfer ilmu pengetahuan (jyah!). Biarpun
begitu, kalau Anda tergolong kaum yang tidak mudah dalam hal mempelajari bahasa,
berarti kita bisa saling bersimpati. Dengan membaca teori saja, yang menempel
pada ingatan hanya sedikit sekali. Lebih praktis dengan praktik (cuman beda
satu huruf di belakang toh… hehe…): Bergabung dengan klub bahasa Inggris di
RRI; Menjalankan program Terrible English
Journal (eh, betul enggak ya, istilahnya, pokoknya menulis catatan harian
dalam bahasa Inggris biarpun hasilnya kacau-balau!); Atau coba-coba menerjemahkan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar