TIDAK semua perusahaan swasta nasional selalu menjadi ayam kampung di arena tarung. Hal ini dibuktikan oleh PT Tripatra Engineering, perusahaan yang bergerak di bidang rancang teknik. Pekan lalu, perusahaan 100% pribumi ini berhasil menyingkirkan para pesaingnya--dua di antaranya perusahaan asing--dan muncul sebagai pemenang Proyek Telkom IV senilai US$ 10 juta.
Dan itu bukan kemenangan pertama bagi Tripatra. Sejak awal berdiri, usaha yang dibangun oleh sekumpulan insinyur lulusan ITB ini hampir tidak pernah kalah tender. Sebelum memenangkan tender Telkom IV, misalnya, Tripatra pula yang menggarap Telkom III dengan nilai proyek US$ 16 juta.
Dan September lalu, untuk kedua kalinya, mereka berhasil meraih proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) milik Caltex. Nilainya US$ 35 juta. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, lima PLTGU milik perusahaan minyak ini selalu digarap kontraktor asing--dengan penunjukan. "Sedangkan kami meraihnya melalui pertarungan tender," kata Eddy J. Danu, Direktur Eksekutif Tripatra.
Dilihat dari sejak awal berdirinya, prestasi gemilang itu bukanlah hal baru. Pada akhir tahun 1973, misalnya, Tripatra muncul sebagai perusahaan nasional pertama yang menangani proyek besar, yakni proyek perancangan teknis milik PMA di Irian Jaya, dengan nilai US$ 100 juta. Dan Tripatra pula yang pertama kali berhasil membangun anjungan minyak lepas pantai, yang kemudian disewa oleh perusahaan minyak Arco.
Wajarlah bila Eddy berani mengklaim bahwa 90% dari seluruh anjungan lepas pantai yang beroperasi di Indonesia merupakan hasil produksi perusahaannya.
Sumber: Tempo Nomor 35 Tahun XXIII - 30 Oktober 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar