Selasa, 17 Desember 2019

Satire Situasi Kekinian di Amerika Serikat Berbungkus Cerita Detektif

Rupanya sekarang sudah memasuki waktu liburan sekolah. Ketika saya datang ke TSM XXI pada Senin siang itu, sebagian pengantre adalah anak-anak usia sekolah dibarengi ibunya. Malang bagi pihak bioskop, jaringan eror. Antrean yang sudah mah panjang, menjadi lama pula. Baru juga saya menyadari bahwa sebagian film yang sedang diputar ditujukan buat anak-anak: Jumanji, Doraemon, Frozen .... Adapun film yang saya hendak tonton dilabeli "17+". Ketika giliran saya tiba, saya takjub mendapati masih banyaknya bangku hijau. Dengan mudahnya saya pilih C9. Syukur.

Saya tergiur menonton film ini lagi-lagi setelah melihat review LIANT.


Dia bilang ini salah satu film terbagus tahun ini. Walaupun biasanya saya enggak suka cerita detektif, tapi yang satu ini tampaknya akan lain dan menyegarkan. Pelakunya enggak mudah ditebak. Saya jadi penasaran. Kalau begitu, saya mesti menonton film ini untuk tahu siapa pelakunya.

Enggak penting sih, tapi pengin aja.

Begitu duduk di dalam bioskop, saya perhatikan banyak juga calon penonton lain yang datang sendirian: rata-rata mas-mas atau bapak-bapak. Bahkan yang mengingatkan saya bahwa bangku yang saya duduki itu D9--alih-alih--C9 adalah seorang bapak-bapak paruh baya berkacamata yang tidak ditemani seorang pun. Ada juga yang mbak-mbak atau ibu-ibu. Hm, apakah mereka semua penggemar cerita detektif? Atau sekadar karena tidak ada pilihan lain ketimbang berjubel bareng anak-anak sekolahan dan para ibu?

Dimulailah film.

Cerita tentang konflik keluarga di rumah besar antik
mengingatkan pada film Ready or Not
Tapi kalau ini bergulir jadi kejar-kejaran sadis,
tentu saya enggak akan berani menonton sendirian 
Gambar dari artikel Los Angeles Times.
Dasar bukan penggemar cerita detektif, pada akhirnya ada yang lebih menarik bagi saya dari film ini ketimbang caranya mengupas fakta demi fakta sampai ditemukannya si pelaku sebenarnya.

"Amanat tersirat" ini bisa kita maklumi bila kita punya pengetahuan sedikit saja tentang keadaan di Amerika Serikat (selanjutnya "Amerika" saja), terutama soal imigrasi dan "ekonomi" (yang belakangan ini bisa menyangkut siapa saja). Sedikit banyak ini mengingatkan sama film Amerika lainnya yang belum lama ini saya tonton, Hustlers. Keluarga Thrombey mewakili kaum kulit putih yang merasa memiliki Amerika, menganggapnya sebagai warisan leluhur mereka. Adapun Marta Cabrera--perawat Harlan, kepala keluarga Thrombey--mewakili kaum imigran yang datang untuk kehidupan yang lebih baik.

Awas, bagian selanjutnya mengandung bocoran.

Warisan yang pada akhirnya jatuh ke tangan satu orang saja, dan seterusnya bergantung pada kebaikan hati pihak tersebut, seolah-olah menjustifikasi kapitalisme. Maksudnya, kapitalisme--yang kalau boleh secara kasar diartikan sebagai menumpuknya kekayaan di segelintir orang saja--itu enggak apa-apa asalkan pihak tersebut berhati emas dan tahu "hal yang benar" menurut kata hatinya (atau istilahnya mungkin filantropi).

Meskipun "ekonomi kasih" (the gift economy) yang diterapkan Harlan Thrombey selama ini kepada keluarganya (lewat pinjaman, dana tahunan, dan sebagainya) mungkin menjadikan mereka cukup manja, tapi itu pula esensinya: interdependensi; tidak ada yang benar-benar mandiri dalam menjalankan usahanya. Bahkan Harlan sang pemasok dana keluarga pun sesungguhnya membutuhkan teman, yang tidak dapat ia peroleh dari keturunannya yang pada sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, sehingga mempekerjakan Marta.

Kehadiran ibu Harlan pun menjadi ironi. Ibu Harlan tentu berusia jauh lebih tua daripada anaknya yang baru saja merayakan ulang tahun ke-85. Tidak ada yang tahu usia ibu Harlan sebenarnya. Tentunya, sebagai lansia yang lebih lansia, ibu Harlan pun kesepian. Ironisnya, alih-alih menemani ibunya untuk meredakan kesepiannya sendiri, desas-desusnya Harlan malah hendak mengirim wanita itu ke panti jompo!

Di samping itu, kombinasi Letnan Elliot yang berkulit hitam beserta ajudannya, Trooper, yang berkulit putih, seolah-olah hendak membalik stereotipe bahwa tokoh berkulit hitam paling-paling menjadi sidekick saja.

Secara keseluruhan, film ini seperti merangkum fenomena-fenomena yang tengah berlangsung di negeri Paman Sam. Bahkan ada SJW versus nasionalis sayap kanan pula. Untungnya, enggak sampai bawa-bawa isu attack helicopter malah sepasang mas-mas yang duduk di sebelah saya yang agak mencurigakan. Jangan-jangan cara Harlan mati merupakan sebentuk keputusasaan terhadap berbagai permasalahan itu, seakan-akan segalanya mesti ia tanggung sendirian sehingga merasa tak sanggup lagi--saking individualistis. Trik-trik ala cerita detektif hanyalah kemasan, biarpun bagi penggemarnya sepertinya bisalah memuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain