Dear Diary.
Hari ini aku berkenalan dengan Shelly. Dia anak Bandung juga loh… dari tahun ’80-an.
Ayah Shelly pernah ke Amerika Serikat. Pengalamannya selama di sana Shelly
ceritakan lagi kepadaku. Aku terbengong-bengong menyimaknya. Selama ini aku
suka membaca cerita atau menonton film yang berasal dari Amerika Serikat. Tapi
rasanya berbeda ketika kehidupan di negara tersebut dilihat langsung oleh mata
orang Indonesia yang notabene muslim, pada tahun ’70-an pula.
University of California, Berkeley,
Ayah Shelly pernah belajar di sini. source
|
Pertama kali Ayah
Shelly ke Amerika Serikat pada tahun 1971/1972, yaitu untuk belajar
di University of California, Berkeley. Pada saat itu Berkeley merupakan
pusat pemberontakan mahasiswa, terutama untuk menentang Perang
Vietnam yang telah berlangsung selama dua puluhan tahun. Banyak juga
hippies yang tinggal di sana. Kali
kedua Ayah Shelly berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 1975 untuk
mengikuti suatu latihan di Universitas Massachusetts. Kali ketiga Ayah Shelly ke
Amerika Serikat pada tahun 1978 untuk mengikuti lokakarya selama sebulan di
Michigan State University. Nah, di luar kepentingannya tersebut, Ayah Shelly menyempatkan
diri untuk mendatangi berbagai objek menarik di Amerika Serikat seperti Grand
Canyon, Washington, Gedung PBB, Patung Liberty, Empire State Building, Air
Terjun Niagara, Gereja Mormon, Danau Garam, bahkan Disneyland. Pengalaman
ayahnya mencoba berbagai atraksi di Disneyland menginspirasi Shelly untuk mengirim
surat berisi masukan ke Taman Mini Indonesia, supaya mereka juga membuat
atraksi serupa! Hihihi, lucu ya, Di. Kadang Shelly bisa begitu detail
menceritakan apa yang dialami ayahnya, hingga aku merasa seolah-olah sedang
berpergian pula ke tempat-tempat tersebut.
Empire State Building ini yang pernah disamperin Kingkong! source |
Amerika Serikat sudah
merdeka selama dua ratusan tahun, dan pada tahun ’70-an sudah merupakan negara
yang sangat maju. Banyak bangunan wah di Amerika Serikat seperti jembatan
Golden Gate yang panjangnya 2 km, juga Empire State Building yang tingginya 375
meter. Ada sistem transportasi dengan kereta yang serba otomatis seperti BART (Bart Area Rapid Transit), yang
menghubungkan Berkeley dengan San Fransisco. Pekerjaan di ladang pun serba
mekanis sehingga produktivitasnya tinggi, yang tidak mungkin diterapkan di
Indonesia dikarenakan keterbatasan lahan dan akan merebut lahan kerja manusia. Jalanan
di kota-kota besar dibuat lurus-lurus bersilangan sehingga membentuk
kotak-kotak di mana bangunan didirikan—maka mencari alamat bukan perkara sulit.
Sering Ayah Shelly
bertemu dengan orang-orang yang tahu Indonesia. Tuan rumah Ayah Shelly dalam
suatu acara Rotary Club di Durnham mengatakan bahwa kopi Jawa sangat terkenal. Petugas
Hotel Commodore di Washington doyan rokok kretek, saudara-saudaranya yang
mengembara dari Arab Saudi telah tinggal di Indonesia selama belasan tahun sebagai
pedagang. Pelayan toko cinderamata di Gedung PBB adalah orang Filipina yang
sempat salah dikira Ayah Shelly sebagai orang Indonesia, tapi tentu saja ia
tahu Indonesia. Ketika Ayah Shelly diundang suami-istri yang pernah dua tahun
tinggal bersama suku Dayak, ia disuguhi pertunjukan wayang dalam bahasa Inggris—dan
didalangi bule! Penjaga toko cinderamata di Hawaii berkawan dengan pelatih
lumba-lumba dari Taman (Impian Jaya) Ancol—mereka dikirim ke sana untuk mempelajari
pertunjukan lumba-lumba dan kembali ke Jakarta dengan membawa hewan tersebut. Tapi
menurutku yang paling berkesan adalah ketika Ayah Shelly bertemu orang-orang
Belanda yang pernah tinggal di Indonesia. Pada tahun 1959 Pemerintah Indonesia
menerapkan kebijakan nasionalisasi yang membuat mereka angkat kaki. Walaupun
begitu mereka tetap merasa sebagai orang Indonesia, dan merasa kehilangan
ketika tidak lagi tinggal di sana. Ayah Shelly memiliki pengalaman tidak
menyenangkan ketika dulu bersekolah di gedung yang sama dengan anak-anak
Belanda. Dulu di Indonesia mereka bersikap sombong mungkin karena merasa
sebagai penguasa atau penjajah. Sedang kini di California mereka adalah
pengembara, dan bersikap sopan dan ramah.
Waaah… Di. Sebetulnya
banyak hal menarik lain di cerita Shelly, tapi aku tidak mungkin menuliskan semua.
Yang jelas menurut ayah Shelly ada yang patut dan tidak patut ditiru dari
kehidupan orang-orang di Amerika Serikat.
Yang patut ditiru,
misalnya: orang sana gemar membaca, sambil menunggu atau makan, di bis,
pesawat, atau kereta, pantas mereka pintar dan maju karena kebutuhan membaca sudah
seperti kebutuhan makan, begitupun kita yang muslim, toh ayat Al Quran yang
pertama turun pun menyuruh kita untuk membaca[1]; orang sana
hidup dengan tertib dan disiplin, tidak ada serobot-serobot, baik saat antri di
loket maupun berkendara di jalan raya; orang sana sejak kecil sudah dididik
untuk mandiri, dan saat remaja mereka sudah mulai bekerja untuk mengumpulkan
uang sendiri; orang sana selalu tepat waktu, dan akan masygul kalau ada yang
terlambat, lagipula Al Quran telah memperingatkan kita akan pentingnya waktu[2].
Yang tidak patut
ditiru juga banyak, seperti: hubungan keluarga di sana terkesan kurang akrab,
anak jarang berhubungan dengan orang tuanya lagi setelah tinggal terpisah;
minuman keras adalah minuman sehari-hari di sana, walau lumrah tapi sering
mengakibatkan kecelakaan; orang sana bekerja keras hanya untuk kehidupan
duniawi, padahal harta yang kita kumpulkan bisa menjadi bekal untuk di akhirat
kelak, semisal berupa amal jariah dengan membangun sarana berlatih keterampilan
bagi para penganggur, mendirikan sekolah bagi anak kurang mampu, dan
sebagainya, atau malah untuk menunaikan ibadah haji.
Terakhir, Di, kata
Shelly, dengan menarik pelajaran dari perjalanan yang dilakukan seperti ini, kita
mengamalkan ajaran Allah dalam Al Quran. Coba kita cek ya ayat apa saja yang
Shelly sebut tadi.
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. –Al Hajj
46
Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa. –An Naml 69
Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka
bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka.
Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih
banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu
tidak dapat menolong mereka. –Al Mu’min 82
Sayang sekali, Di, pertemuan
dengan Shelly tadi singkat saja L Doraemon buru-buru
ingin pulang ke masa kini, sudah waktunya Top
Gear tayang di saluran 200. Eh, begitu sampai, mesin waktunya rusak. Huh entah
kapan dia akan betulkan. Aku bahkan tidak sempat menanyakan nama dan pekerjaan
ayah Shelly. Kapan ya aku bisa bertemu dengan Shelly lagi... Aduh, siapa sih
Shelly?[][3]
[1] Al Alaq 1 - 5
[2] Antara lain dalam Al Ashr
[3] Shelly menuliskan kisah
perjalanan ayahnya ke Amerika Serikat dalam buku Menjelajah Amerika, diterbitkan oleh Penerbit Alumni, Bandung,
tahun 1984. Tidak ada keterangan bahkan
sepintas dalam
buku itu mengenai Shelly maupun ayahnya, walau ditampilkan foto-foto sang ayah
saat berkunjung ke tempat-tempat tertentu. Hasil penelusuran di Google juga
tidak membantu. Saya menanyakan soal buku ini pada Mama. Ia bilang ini buku
Kakek. Ia baru tahu kalau ada
buku ini di lemarinya.
Buku "Menjelajah Amerika" ini ditulis oleh ayah Shelly, yaitu Ahmad Surjadi (alm). Shelly lahir dan tinggal di Bandung. Sekarang sudah berkeluarga dengan dua putri kecilnya yang lucu-lucu. :)
BalasHapusKeterangan mengenai ayah Shelly (Ahmad Surjadi Sumadiredja) dapat diakses melalui link berikut: http://www.mandarmaju.com/pengarang.php?id=101
BalasHapusSemoga membantu :)