Rabu, 26 Juni 2013

Cerita Ayah Shelly tentang Amerika

Dear Diary. Hari ini aku berkenalan dengan Shelly. Dia anak Bandung juga loh… dari tahun ’80-an. Ayah Shelly pernah ke Amerika Serikat. Pengalamannya selama di sana Shelly ceritakan lagi kepadaku. Aku terbengong-bengong menyimaknya. Selama ini aku suka membaca cerita atau menonton film yang berasal dari Amerika Serikat. Tapi rasanya berbeda ketika kehidupan di negara tersebut dilihat langsung oleh mata orang Indonesia yang notabene muslim, pada tahun ’70-an pula.

University of California, Berkeley, 
Ayah Shelly pernah belajar di sini. source

Per­ta­ma ka­li Ayah Shelly ke Ame­ri­ka Se­ri­kat pa­da ta­hun 1971/1972, ya­itu un­tuk be­la­jar di Uni­ver­si­ty of Ca­li­for­nia, Ber­ke­ley. Pa­da saat itu Ber­ke­ley me­ru­pa­kan pu­sat pem­be­ron­tak­an ma­ha­sis­wa, ter­u­ta­ma un­tuk me­nen­tang Pe­rang Viet­nam yang te­lah ber­lang­sung se­la­ma dua pu­luh­an ta­hun. Ba­nyak ju­ga hippies yang ting­gal di sa­na. Ka­­li ke­dua Ayah Shelly ber­kun­jung ke Amerika Serikat pada tahun 1975 untuk mengikuti suatu latihan di Universitas Massachusetts. Kali ketiga Ayah Shelly ke Amerika Serikat pada tahun 1978 untuk mengikuti lokakarya selama sebulan di Michigan State University. Nah, di luar kepentingannya tersebut, Ayah Shelly menyempatkan diri untuk mendatangi berbagai objek menarik di Amerika Serikat seperti Grand Canyon, Washington, Gedung PBB, Patung Liberty, Empire State Building, Air Terjun Niagara, Gereja Mormon, Danau Garam, bahkan Disneyland. Pengalaman ayahnya mencoba berbagai atraksi di Disneyland menginspirasi Shelly untuk mengirim surat berisi masukan ke Taman Mini Indonesia, supaya mereka juga membuat atraksi serupa! Hihihi, lucu ya, Di. Kadang Shelly bisa begitu detail menceritakan apa yang dialami ayahnya, hingga aku merasa seolah-olah sedang berpergian pula ke tempat-tempat tersebut. 

Empire State Building ini yang pernah
disamperin Kingkong! source
Amerika Serikat sudah merdeka selama dua ratusan tahun, dan pada tahun ’70-an sudah merupakan negara yang sangat maju. Banyak bangunan wah di Amerika Serikat seperti jembatan Golden Gate yang panjangnya 2 km, juga Empire State Building yang tingginya 375 meter. Ada sistem transportasi dengan kereta yang serba otomatis seperti BART (Bart Area Rapid Transit), yang menghubungkan Berkeley dengan San Fransisco. Pekerjaan di ladang pun serba mekanis sehingga produktivitasnya tinggi, yang tidak mungkin diterapkan di Indonesia dikarenakan keterbatasan lahan dan akan merebut lahan kerja manusia. Jalanan di kota-kota besar dibuat lurus-lurus bersilangan sehingga membentuk kotak-kotak di mana bangunan didirikan—maka mencari alamat bukan perkara sulit.

Sering Ayah Shelly bertemu dengan orang-orang yang tahu Indonesia. Tuan rumah Ayah Shelly dalam suatu acara Rotary Club di Durnham mengatakan bahwa kopi Jawa sangat terkenal. Petugas Hotel Commodore di Washington doyan rokok kretek, saudara-saudaranya yang mengembara dari Arab Saudi telah tinggal di Indonesia selama belasan tahun sebagai pedagang. Pelayan toko cinderamata di Gedung PBB adalah orang Filipina yang sempat salah dikira Ayah Shelly sebagai orang Indonesia, tapi tentu saja ia tahu Indonesia. Ketika Ayah Shelly diundang suami-istri yang pernah dua tahun tinggal bersama suku Dayak, ia disuguhi pertunjukan wayang dalam bahasa Inggris—dan didalangi bule! Penjaga toko cinderamata di Hawaii berkawan dengan pelatih lumba-lumba dari Taman (Impian Jaya) Ancol—mereka dikirim ke sana untuk mempelajari pertunjukan lumba-lumba dan kembali ke Jakarta dengan membawa hewan tersebut. Tapi menurutku yang paling berkesan adalah ketika Ayah Shelly bertemu orang-orang Belanda yang pernah tinggal di Indonesia. Pada tahun 1959 Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan nasionalisasi yang membuat mereka angkat kaki. Walaupun begitu mereka tetap merasa sebagai orang Indonesia, dan merasa kehilangan ketika tidak lagi tinggal di sana. Ayah Shelly memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika dulu bersekolah di gedung yang sama dengan anak-anak Belanda. Dulu di Indonesia mereka bersikap sombong mungkin karena merasa sebagai penguasa atau penjajah. Sedang kini di California mereka adalah pengembara, dan bersikap sopan dan ramah.

Waaah… Di. Sebetulnya banyak hal menarik lain di cerita Shelly, tapi aku tidak mungkin menuliskan semua. Yang jelas menurut ayah Shelly ada yang patut dan tidak patut ditiru dari kehidupan orang-orang di Amerika Serikat.

Yang patut ditiru, misalnya: orang sana gemar membaca, sambil menunggu atau makan, di bis, pesawat, atau kereta, pantas mereka pintar dan maju karena kebutuhan membaca sudah seperti kebutuhan makan, begitupun kita yang muslim, toh ayat Al Quran yang pertama turun pun menyuruh kita untuk membaca[1]; orang sana hidup dengan tertib dan disiplin, tidak ada serobot-serobot, baik saat antri di loket maupun berkendara di jalan raya; orang sana sejak kecil sudah dididik untuk mandiri, dan saat remaja mereka sudah mulai bekerja untuk mengumpulkan uang sendiri; orang sana selalu tepat waktu, dan akan masygul kalau ada yang terlambat, lagipula Al Quran telah memperingatkan kita akan pentingnya waktu[2].

Yang tidak patut ditiru juga banyak, seperti: hubungan keluarga di sana terkesan kurang akrab, anak jarang berhubungan dengan orang tuanya lagi setelah tinggal terpisah; minuman keras adalah minuman sehari-hari di sana, walau lumrah tapi sering mengakibatkan kecelakaan; orang sana bekerja keras hanya untuk kehidupan duniawi, padahal harta yang kita kumpulkan bisa menjadi bekal untuk di akhirat kelak, semisal berupa amal jariah dengan membangun sarana berlatih keterampilan bagi para penganggur, mendirikan sekolah bagi anak kurang mampu, dan sebagainya, atau malah untuk menunaikan ibadah haji.

Terakhir, Di, kata Shelly, dengan menarik pelajaran dari perjalanan yang dilakukan seperti ini, kita mengamalkan ajaran Allah dalam Al Quran. Coba kita cek ya ayat apa saja yang Shelly sebut tadi.

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. –Al Hajj 46

Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa. –An Naml 69

Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. –Al Mu’min 82

Sayang sekali, Di, pertemuan dengan Shelly tadi singkat saja L Doraemon buru-buru ingin pulang ke masa kini, sudah waktunya Top Gear tayang di saluran 200. Eh, begitu sampai, mesin waktunya rusak. Huh entah kapan dia akan betulkan. Aku bahkan tidak sempat menanyakan nama dan pekerjaan ayah Shelly. Kapan ya aku bisa bertemu dengan Shelly lagi... Aduh, siapa sih Shelly?[][3]




[1] Al Alaq 1 - 5
[2] Antara lain dalam Al Ashr
[3] Shelly menuliskan kisah perjalanan ayahnya ke Amerika Serikat dalam buku Menjelajah Amerika, diterbitkan oleh Penerbit Alumni, Bandung, tahun 1984. Tidak ada keterangan bahkan sepintas dalam buku itu mengenai Shelly maupun ayahnya, walau ditampilkan foto-foto sang ayah saat berkunjung ke tempat-tempat tertentu. Hasil penelusuran di Google juga tidak membantu. Saya menanyakan soal buku ini pada Mama. Ia bilang ini buku Kakek. Ia baru tahu kalau ada buku ini di lemarinya. 

2 komentar:

  1. Buku "Menjelajah Amerika" ini ditulis oleh ayah Shelly, yaitu Ahmad Surjadi (alm). Shelly lahir dan tinggal di Bandung. Sekarang sudah berkeluarga dengan dua putri kecilnya yang lucu-lucu. :)

    BalasHapus
  2. Keterangan mengenai ayah Shelly (Ahmad Surjadi Sumadiredja) dapat diakses melalui link berikut: http://www.mandarmaju.com/pengarang.php?id=101

    Semoga membantu :)

    BalasHapus

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain