Kantor polisi, malam
Seorang polisi menghirup rokok dalam-dalam. Pintu dibuka lebar. Angin mendesau. Titik-titik cahaya tampak. Derik jangkrik menyusup. Cahaya bulan merebak. Gumpalan asap terempas dari mulut polisi.
Dua jari menjepit puntung. Tatapan polisi terbang menembus ambang. Lamat-lamat sosok pemuda sampai.
"Ada yang bisa dibantu, Dek?" Polisi membubuhkan abu di asbak.
Diamat-amatinya pemuda itu. Matanya nanar seolah mencari sesuatu, walaupun sadar sia-sia saja mencarinya di ruangan ini. Pundaknya lunglai, hingga sorot lampu bebas menyinari ujung-ujung rambutnya yang cepak. Dagunya terangkat kembali dengan ragu. Kekukuhan yang lemas oleh masalah apapun yang dibawanya. Mulutnya yang terkatup, terbuka, suara agak bergetar, "Saya mau melaporkan kehilangan, Pak..."
Mata polisi menyipit dengan simpatik. "Apa yang hilang?"
Punggung pemuda condong perlahan. Matanya membesar. Ceruk mulutnya melebar...
"Harga diri saya."
Bibir polisi saling menekan.
***
OPEN or OPENING. Aku sedang mempertimbangkan situasi ini sebagai opening dari sebuah cerita. Ketika mengetiknya, alat di sampingku sampai di "Time to Pretend" dari MGMT. Agak-agaknya konten dalam lagu tersebut terkait dengan salah satu isu dalam kelanjutan cerita ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar