Nyaris
tidak ada penonton pada hari keempat (20/11) Science Film Festival (SFF) 2014
di YPBB Urban Centre. Pemutaran film hanya dilakukan pada satu sesi, setelah
ada dua pengunjung dari Earth Hour yang datang pada sekitar pukul setengah
sebelas.
Film-film
yang diputarkan, yaitu Global Ideas: What
is Your Personal CO2 Balance?, The
Show with the Mouse: Synthetic Wood-Plastic, My Dear Little Planet: The Ladybug and the Aphid, dan Supercomputers.
What is Your Personal CO2 Balance? menerangkan tentang
banyaknya emisi karbon yang dihasilkan dari industri makanan dan penduduk
negara-negara maju. Karena itulah pengeluaran karbon perlu dibatasi untuk
mengurangi pemanasan global.
Synthetic Wood-Plastic menunjukkan proses pembuatan plastik dari
kayu, atau tepatnya serbuk dan serpihan hasil limbah pabrik kayu. Film ini juga
memperlihatkan proses pembuatan suling baik dari kayu maupun plastik-kayu
tersebut.
The Ladybug and the Aphid merupakan film animasi Prancis,
menceritakan kunjungan Gaston dan Colline ke sebuah kebun yang diganggu oleh
banyak kutu daun. Colline mencoba mengusir kutu-kutu daun dengan insektisida
namun hama tersebut menjadi kebal, adapun kepik sebagai pemangsa alaminya malah
mati.
Supercomputers menjelaskan tentang teknologi canggih pada masa depan untuk
memecahkan masalah-masalah berat, yaitu komputer super. Teknologi ini
menggunakan banyak komputer yang super cepat dan dikendalikan sebagai sebuah
mesin tunggal.
Setelah
pemutaran film, berlangsung diskusi seputar film dan lingkungan hidup.
Dari The Ladybug and The Aphid, Kang Arief
dari YPBB menarik kesimpulan bahwa kita harus memperhatikan keseimbangan alam.
Sebenarnya cara kerja alam merupakan teknologi yang tidak tertandingi. Namun manusia
lebih suka mengambil jalan pintas untuk memecahkan masalah lingkungan yang
malah menimbulkan masalah baru.
Selain
itu, menurut Teh Reni dari YPBB, sebenarnya masih banyak potensi alam dan
kearifan lokal yang belum digali. Itu bisa disebarkan pada masyarakat modern di
perkotaan sebagai gaya hidup alternatif yang ramah lingkungan.
Menurut
Ibu Sulastri dari Goethe Institut, hal itu agak sulit di perkotaan karena
tersedia banyak teknologi yang menyaingi. Pada akhirnya kembali pada diri
masing-masing untuk konsisten menjalankan prinsip, misalnya menggunakan
transportasi umum alih-alih kendaraan pribadi yang bermotor, membawa tas kain
saat berbelanja sebagai pengganti plastik, memilah sampah dari rumah, dan
seterusnya. Beliau mencontohkan Ballarat, desa wisata di Australia yang
melestarikan gaya hidup zaman dulu sehingga lebih ramah lingkungan. Berbeda
dengan Kampung Naga di Indonesia yang berdasarkan adat, Ballarat sengaja dibuat
untuk dijadikan objek wisata.
Acara dihidupkan dengan bincang-bincang dan eksperimen |
Forum juga
membicarakan kesadaran masyarakat yang masih kurang, misalnya dalam menggunakan
air kemasan dan plastik. Di luar negeri air kemasan dan plastik dijual dengan
harga yang relatif mahal, sehingga orang akan berpikir dua kali untuk
menggunakannya dan lebih baik membawa sendiri dari rumah. Adapun di Indonesia
air kemasan dan plastik dapat diperoleh dengan murah, orang pun menjadi boros
dalam menggunakannya. Jadi sebetulnya, menanamkan gaya hidup ramah lingkungan
pada masyarakat tidak lepas dari pendekatan ekonomi.
Sungguhpun
begitu, peserta dari Earth Hour mengungkapkan bahwa ada sebuah SMA di Bandung
yang sudah mengimbau siswanya agar membawa botol minum sendiri dan menyediakan
galon untuk isi ulang. Earth Hour juga pernah mengadakan program edukasi untuk
mengubah kaos bekas menjadi tas belanja pengganti plastik. Selain itu, beberapa
tempat perbelanjaan telah menggunakan kantong plastik dari tapioka sehingga
mudah hancur.
Teh Anil dari YPBB menerangkan bahwa bahan campuran dalam plastik itu sebetulnya bukan tapioka
melainkan oksium dan kadarnya hanya nol koma sekian persen. Tujuannya memang
agar plastik cepat hancur, namun bentuk terurainya yang berupa
kepingan-kepingan tetap tidak dapat kembali menjadi tanah. Malah plastik menjadi
cepat sobek. Pemakaiannya pun semakin boros. Plastik yang tidak ditambahi zat
apa-apa justru lebih kuat dan awet digunakan.
Memang masyarakat
kita terbiasa menginginkan yang serba praktis tanpa memikirkan dampaknya
terhadap lingkungan. Meski demikian, dengan sikap yang konsisten, kita dapat
menunjukkan pada orang lain bahwa menerapkan gaya hidup ramah lingkungan bisa dilakukan.
Sebelum
ditutup, ada eksperimen Besar Versus Kecil dari relawan Goethe Institute. Dua
balon yang masing-masing berukuran besar dan kecil dihubungkan dengan keran
tertutup. Apabila keran dibuka, hadirin diminta menebak di antara tiga pilihan:
balon besar menjadi kecil sementara balon kecil menjadi besar; kedua balon
menjadi sama besar; atau balon besar menjadi tambah besar sedangkan balon kecil
menjadi tambah kecil. Kuncinya bukan saja pada tekanan udara, tapi juga
berhubungan dengan elastisitas balon.
Pemutaran
film-film SFF 2014 di YPBB Urban Centre, Jalan Sidomulyo 21, Bandung, masih
akan diselenggarakan hingga 22 November 2014 pada pukul 10-12.00 (sesi 1) dan
13-15.00 (sesi 2) WIB. Film-film tersebut ditayangkan khusus hanya selama
berlangsungnya SFF 2014, dan tidak akan diputar lagi pada kesempatan lain.
Acara ini gratis dan tersedia hadiah menarik bagi yang berpartisipasi dalam
eksperimen. Silakan datang dan ajak teman sebanyak-banyaknya.[]
Kontak Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)
Alamat | Jl.Sidomulyo No. 21 Bandung 40123 |Phone | 022-2506369-082218731619 |Email |ypbb@ypbb.or.id | Facebook | YPBB Bandung |Twitter | @ypbbbdg |Yahoo Messenger | ypbb_humas |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar