“Sunday
in the Park”, merupakan judul cerpen yang dikarang Bel Kaufman[1]. Judul yang
membuat kita bertanya-tanya, peristiwa apa yang mungkin terjadi pada suatu Minggu di taman? Judul yang bagus untuk dijadikan tema pelajaran mengarang,
seperti “Liburan ke Rumah Nenek”.
Bel Kaufman. source |
Kita kemudian ditampilkan sebuah situasi
yang sangat biasa. Sepasang suami istri pada suatu senja di taman, dengan anak
mereka yang berumur tiga tahun bermain pasir. Ada anak lain di kotak pasir itu,
yang sekonyong-konyong melempar pasir ke anak mereka. Sang ibu yang mengawasi
kontan terkejut, lalu melarang anak itu untuk melakukannya. Tapi anak itu tetap
melakukannya. Ia menahan naluri untuk menyelamatkan anaknya, dan menghardik
anak yang lain. Ia ingin anaknya membela dirinya sendiri. Selain itu ia juga
mencari-cari di manakah gerangan orangtua atau pengasuh anak yang telah berbuat
tidak baik pada anaknya itu. Tidak disangka, pria besar yang sedang membaca
buku komik di suatu bangku malah menyuruh anak itu untuk melempar-lempar pasir
lagi.
“You go right ahead, Joe. …. Throw all you want. This here is a public sandbox.”
Keruan ibu tersebut kalut, ia memberi
isyarat pada suaminya untuk bertindak. Tapi apa daya. Suami yang ingin
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik-baik, malah keder dengan tubuh pria
yang lebih besar tersebut. Ia pun mengajak istri-anaknya untuk pergi. Si anak
pun meronta-ronta, karena sebetulnya masih asyik bermain. Sepanjang jalan ada
perasaan yang mengganjal sang istri. Ia sebenarnya ingin suaminya bertindak
lebih, walaupun akibatnya mungkin akan konyol. Suaminya pun berpikir demikian.
Itu kejadian sepele, yang tidak akan menghasilkan apapun. Namun anak yang tidak
berhenti menangis membuat mereka gusar. Di sinilah karakter yang sebenarnya dari
suami-istri itu terlihat. Istri yang lega karena perkelahian tidak terjadi,
namun di sisi lain kecewa karena anak dan suaminya kurang agresif. Suami yang
rasional dan ingin menghindari adu fisik, namun secara ironis ia menunjukkan kecenderungan
untuk menghukum anaknya dengan kekerasan.
“If you can’t discipline this child, I will,” Morton snapped, making a move toward the boy.
Kita tidak bisa menilai orang hanya dari
penampakannya. Keluarga Morton yang tampak baik-baik, dengan Morton berprofesi
sebagai pengajar di suatu universitas, membaca Times, dan memiliki cara bicara yang santun, tampak kontras dengan
Ayah Joe yang bertubuh besar, membaca buku komik, dan omongannya kasar. Tapi Ayah
Joe lebih memiliki perhatian pada anaknya ketimbang Morton. Morton perlu diberi
isyarat oleh istrinya dulu, baru bertindak untuk membela anaknya. Sedangkan
Ayah Joe yang memang hanya sendirian, tahu-tahu saja menimpali ketika anaknya
ditegur oleh istri Morton. Toh barangkali Joe melempar Larry dengan pasir pun
karena ingin mendapatkan perhatiannya, ingin berteman. Karena Larry pada
mulanya tidak acuh saja, seperti ayahnya. Kemudian setelah meninggalkan area
bermain, kita tahu bahwa keluarga Morton pun masih menuai problemnya sendiri.
Menggunakan sudut pandang orang ketiga
perspektif istri Morton, informasi yang diberikan cukup jelas. Kita bahkan bisa
mengetahui isi pikiran perempuan yang tidak disebutkan namanya itu.
Of all the stupid, despicable bullies, she thought…
If there had been an issue involved, she thought, if there had been something to fight for. …
Kompleksitas dalam kehidupan manusia terkandung
dalam situasi yang amat biasa. Konflik-konflik kecil semacam itu, antara Morton
dengan Ayah Joe, lalu antara Morton dengan istrinya, yang melaluinya terungkap
bagaimana karakter masing-masing. Barangkali relevan dengan perkataan seseorang
yang saya lupa, bahwa karya fiksi yang dianggap besar itu justru hanya
menampilkan kejadian biasa dalam kehidupan sehari-hari. Satu-dua aspek dalam
kehidupan, beberapa detail terkait kita tonjolkan dengan kata-kata. Darinya
terletup pemikiran. Kembali saya jadi ingin mengutip kata-kata Harvey Pekar, ordinary life is pretty complex stuff.[]
dari The Harper Anthology of Fiction, ed. Sylvan Barnet, 1991, Harpercollins Publishers Inc.
beberapa ulasan yang cukup baik mengenai cerpen ini bisa dilihat di sini, sini, dan sini
teks asli bisa dilihat di sini
teks asli bisa dilihat di sini
[1] Pengarang Amerika
Serikat keturunan Yahudi yang lahir di Jerman. Ia masih hidup di usia yang melebihi satu abad. Karyanya yang terkenal adalah Up the Down Staircase (1965), kisah
tentang seorang guru idealis di sebuah SMA yang konon
berdasarkan pengalamannya sendiri. Novel
tersebut kemudian difilmkan dengan judul yang sama pada tahun 1967.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar