“Unicorn di Taman”
menceritakan tentang seorang lelaki yang mengatakan pada istrinya kalau ia
melihat unicorn di taman. Perempuan
yang menganggap suaminya sudah gila itupun menelepon polisi dan dokter jiwa,
agar lelaki itu dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi dan dokter jiwa pun datang.
Tapi cerita si istri tentang si suami yang melihat unicorn di taman itu malah membuat mereka menganggap kalau
perempuan itulah yang tidak waras. Selagi mereka meringkus si istri, si suami
datang. Lelaki itu menyangkal kalau ia telah melihat unicorn di taman. Si istri pun dibawa pergi, dan lelaki itu hidup
bahagia selamanya.
Selain karena gaya parodinya,
cerita itu sendiri membuatku geli. Padahal apa yang lucu dari situasi seperti
itu? Hubungan suami-istri yang tidak selaras. Istri yang ingin memasukkan si
suami ke rumah sakit jiwa. Suami yang dengan enteng membiarkan si istri dibawa
ke rumah sakit jiwa. Bukan situasi yang menyenangkan kalau kita sendiri yang
mengalami.
source |
Cerita dibuka dengan aksi
seorang komandan Angkatan Laut saat mengendalikan kapalnya supaya bisa
menerobos badai, dan berhasil, yang ternyata hanya khayalan seorang Walter
Mitty, yang terputus karena hardikan istri. Lelaki itu mengemudi terlalu cepat!
Kemudian kita tahu bahwa dalam realita ia hanyalah seorang lelaki dengan istri
doyan mengatur, dari mulai kecepatan saat mengendarai mobil, barang yang harus
dibeli, sampai apa yang harus ia kenakan. Ketidakberdayaannya kala bersinggungan
dengan orang lain terus berlanjut. Di lampu merah, ia dihardik polisi. Saat
memarkir mobil, ia ditegur petugas parkir. Saat mengingat-ingat apa yang harus
ia beli, seorang perempuan menertawakannya karena bicara sendiri, hingga ia
memilih untuk pindah saja ke lain toko. Namun dari interaksi sepenggal-penggal yang
tidak menyenangkan itu, imajinasinya berkembang. Ia menjadi seorang dokter yang
selain menulis buku tentang penyakit, juga sanggup memperbaiki mesin. Ia
menjadi seorang terdakwa di pengadilan yang memamerkan kemampuannya dalam
mengoperasikan senjata api. Ia menjadi seorang kapten yang dengan berani hendak
terbang sendiri dalam menangani musuh di tengah peperangan.
source |
“The Secret Life of Walter
Mitty” merupakan cerpen James Thurber paling terkenal sejak diterbitkan pertama
kali dalam The New Yorker tahun 1939,
dan menjadi yang paling sering dimuat dalam antologi. Bahkan karakter Walter
Mitty menjadi arketipe[1]. Seolah
menunjukkan bahwa sesungguhnya pribadi yang melarikan diri dari kenyataan
melalui imajinasinya itu… jamak! Sangat manusiawi. Bahkan nama “Mitty” menjadi lema baru di kamus,
dengan bentuk adjektiva “Mittyesque”
atau “Mitty-like”.
Dari pengarang lain yang
relatif semasa, kita bisa kaitkan Walter Mitty dengan Miss
Brill dari Katherine Mansfield, serta drama Death of a
Salesman dari Arthur Miller. “Miss Brill” juga menyampaikan
keterasingan manusia dari lingkungannya, dalam cerpen ini ialah perempuan.
Bedanya, Miss Brill masih bisa menaruh perhatian keluar dirinya, dan coba
memahami dengan caranya sendiri, sedang Mitty nyaris sepenuhnya lari ke dalam benaknya.
Sedang dengan Death of a Salesman,
Walter Mitty dengan karakter dalam drama itu, yaitu Willy Loman, sama-sama
pemimpi. Bedanya, mimpi Mitty imajinatif sedangkan mimpi Loman realistis. Loman
bermimpi menjadi salesman sukses
sehingga bisa membahagiakan keluarganya. Ia berusaha memenuhi mimpinya, dan
ketika keadaan tidak lagi menguntungkan baginya, ia gantungkan mimpi itu pada
anaknya. Pada akhirnya ia bunuh diri. Namun itu merupakan cara yang terpikir
olehnya untuk memperjuangkan mimpi. Dengan kematiannya itu, keluarganya akan
mendapatkan asuransi dan bisa meneruskan hidup dengan layak. Dalam
penyampaiannya, ada yang mengatakan, Mitty itu comic sedang Loman itu tragic.
Dengan mengesampingkan kreativitas Thurber sehingga cerpen yang konon ditulis
ulang sampai lima belas kali ini dianggap kocak, serta pemahamanku yang
pas-pasan saat membacanya dalam bahasa asli sehingga cenderung hanya menangkap
inti, buatku kisah keduanya sama tragis.
Pada zaman sekarang, ketika
budaya populer sudah demikian berkembang dan membanjiri kita dengan
produk-produk yang biasa kita andalkan untuk mengisi kekosongan dalam hidup, kita
temukan Walter Mitty di mana-mana. Kita mungkin lebih akrab dengan istilah “Mary Sue”,
yaitu karakter fiktif jagoan yang sebenarnya merupakan idealisasi pengarangnya
belaka. Esensi keduanya sama menurutku. Satu tokoh yang mencerminkan karakter
Walter Mitty dalam produk yang lebih kontemporer adalah Oscar Wao dari novel The
Brief Wondrous Life of Oscar Wao—pemuda gembrot yang tidak bisa memikat
cewek dan menjalankan pelariannya lewat fiksi ilmiah.
source |
Aku mengagumi James Thurber
karena imajinasi dan humor yang getir dalam karya-karyanya. Dari kemiripan
antara dua karya Thurber, kita bisa menyangka tokoh suami pengkhayal
mencerminkan sosok pengarang itu sendiri. Demikian pula menurut artikel-artikel
terkait yang kubaca di internet. Serupa dengan Dorothy
Parker yang mampu menyisipkan humor dalam kata-katanya,
kehidupan pengarang-pengarang yang menggelitik (bikin geli karena
dikitik-kitik) ini sesungguhnya diwarnai kepiluan. Ironis. Kukira seseorang
dengan sudut pandang suram memang sebaiknya mampu menyamarkan keadaannya itu
dengan humor.
“The Secret Life of Walter
Mitty” sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Fernando dengan judul
“Rahasia
Walter Mitty”—dimuat dalam Suara Merdeka, 16 Mei 2010. Belum terjemahan
yang enak menurutku, dan kalau kemampuanmu dalam memahami teks bahasa Inggris
juga pas-pasan, aku sarankan untuk membaca dalam kedua bahasa itu masing-masing
sekali, lalu membandingkan keduanya. Selamat terkekeh sambil meringis![]
NB.
James Thurber tidak hanya
menulis cerita, tapi juga membuat ilustrasi. Sekalian kusuguhkan satu karyanya
yang dilengkapi ilustrasi. Cerita ini cenderung getir ketimbang lucu.
[1] Mungkin seperti “Lolita”—novel karangan Vladimir
Nabokov—diasosiasikan dengan pedofilia, atau “Mrs. Robinson”—film tahun 1960-an
yang dibintangi Dustin Hoffman dan makin populer dengan lagu berjudul sama dari
Simon & Garfunkel dan berdekade-dekade kemudian dirujuk pula oleh
Outcast—dengan… MILF? Ups!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar