Minggu, 23 Desember 2018

(52)

Anak-anak tahun kedua di SMA-SMA negeri di Kota Bandung biasa mengadakan kunjungan ke Bali dengan label tur budaya atau TURBUD. Tetapi pada tahun itu ada semacam moratorium sehingga tujuan TURBUD SMANSON dialihkan ke Anyer.

Di bis XI IPA 9 yang baik siswa maupun siswi berjumlah ganjil, Deraz tidak memiliki teman sebangku. Ia tahu sedari awal Zahra tidak hendak mengikuti TURBUD dengan alasan tidak ada biaya. Kalaupun Zahra mampu mengikuti TURBUD, dengan keadaan yang sekarang, tidak mungkin mereka duduk sebangku di bis. Apa lagi yang bisa diharapkan? Dada Deraz masih biru dan ngilu.

Tetapi, seandainya keadaannya lain—Zahra tidak pernah bergabung dengan DKM—mereka bisa ….

Deraz menyalakan walkman. Di dalamnya ada kaset kompilasi pinjaman Ipong yang lain lagi—tidak mengandung lagu yang Deraz pikir pas untuk menembak Zahra. Beberapa lama lagu-lagu di kaset itu berhasil mengalihkan pikiran Deraz.

 

If you are not mine then why does your heart return my call?

 

Deraz ingat lagu ini populer ketika ia SMP, sepertinya sewaktu ia kelas satu.

 

I don't want to run away but I can't take it, I don't understand

If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?

Is there any way that I could stay in your arms?

 

Lagu apa sih ini?

 

If I don't need you then why am I crying on my bed?

If I don't need you then why does your name resound in my head?

If you're not for me then why does this distance maim my life?

If you're not for me then why do I dream of you as my wife?

 

Deraz memalingkan pandangan ke jendela. Kenapa ia tidak bisa melihat dengan jelas padahal cuaca cerah?

 

I don't know why you're so far away

But I know that this much is true

We'll make it through

And I hope you are the one I share my life with

And I wish that you could be the one I die with

And I'm praying you're the one I build my home with

 

Matikan, Deraz, matikan! Atau forward.

 

I hope I love you all my life

 

Deraz memencet tombol forward.

 

'Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away

And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today

'Cause I love you, whether it's wrong or right

And though I can't be with you tonight

You know my heart is by your side[1]

 

Masih lagu yang sama!

Deraz memencet tombol forward lagi. Barulah lagu berganti.

 

Dalam kepanitiaan TURBUD, Deraz tidak memegang tugas penting. Maka, setelah salat asar berjemaah, alih-alih bergabung bersama anak-anak yang hendak entah apa, ia menyelinap ke luar penginapan. Ia menyusuri jalan yang berbatasan dengan pantai dan baru berhenti ketika menemukan area yang sepi. Ia memasuki pantai lalu duduk memandang laut.

Mulailah ia memikirkan cerita Bunda berikut pernikahan-pernikahan yang terjadi di keluarganya. Barangkali Opa Buyut memang bukan orang yang beragama sehingga keluarga Oma Buyut menyingkirkannya. Tetapi Deraz telah berusaha menjalankan dengan sebaik-baiknya ajaran Islam—agama yang sama dengan yang dianut Zahra. Lalu apa yang salah? Kenapa anak-anak DKM menjadikannya pelik? Seakan-akan Tuhan melarang manusia bercinta jika belum siap finansial dan mental. Kalau untuk demikian harus menikah dulu, memangnya pernikahan itu gampang? Ayah saja bisa bercerai.

Di sisi lain, tebersit harapan Deraz untuk kembali bersama dengan Zahra. Kalau tidak dalam waktu dekat ini, mungkin nanti ketika mereka sama-sama sudah siap finansial dan mental pada usia sekitar tiga puluh tahun seperti Ayah dan Bunda. Kalau tidak begitu, kemungkinan ketika usia Deraz mendekati kepala empat Bunda akan mencarikannya “Nona Anna”—seperti yang dilakukan orang tua Opa Andre. Tetapi, bagaimana jika Deraz baru bertemu dengan Zahra lagi ketika ia sudah menikahi “Nona Anna”—pada usia enam puluhan tahun seperti Opa Buyut dan Oma Buyut? Mungkinkah ia menceraikan “Nona Anna” demi bersama Zahra—seperti Ayah menceraikan istri yang dulu?

Tetapi, bagaimana jika justru Zahra yang terganti? Bagaimana jika perjalanan hidup mempertemukannya dengan perempuan yang lebih menarik daripada Zahra?

Memangnya ada?

Tidak. Deraz tidak akan seperti Ayah, yang menikah sampai dua kali, yang penghasilan istrinya jauh lebih besar, yang uring-uringan ketika tidak ada lalap di meja makan, yang nyinyir terhadap kemewahan—terlepas dari betapa banyaknya orang yang bilang ia mirip Ayah. Tidak. Ia lebih seperti Bunda, yang berpendidikan tinggi di luar negeri dan senang bekerja, yang pasangannya cuma satu seumur hidup, yang mampu membelikan diri dan orang-orang yang dikasihinya barang-barang terbaik, yang pandai membuat roti dan teh herbal sehingga enak sekali.

Deraz akan kembali mengejar cita-cita masa depannya. Ketika semua itu tercapai, ia akan bertemu Zahra lagi. Mereka akan menertawakan masa SMA yang penuh kebodohan dan kekonyolan. Lalu Zahra akan menyadari yang telah diluputkannya dan tidak akan melepas Deraz untuk selama-lamanya. Lalu mereka akan menghabiskan masa tua yang tenang dan penuh kedamaian di pedesaan ditemani anjing penjaga yang pemberani tetapi lucu. Tunggu. Tidak mungkin Zahra menyukai anjing. Mungkin Zahra akan menyukai kucing. Tetapi Adrenalin membuat Deraz memandang semua kucing sama menyebalkan. Mungkin kuda. Atau llama. Memangnya mereka bakal tinggal di mana? Mudah-mudahan saat itu Zahra belum keburu diambil ikhwan yang kebelet menikah muda.

Sebenarnya, Deraz terkagum-kagum pada kisah Opa Buyut dan Oma Buyut. Mereka bisa bertemu lagi setelah puluhan tahun berpisah. Mereka pun meninggal dalam waktu yang berdekatan, selangnya hanya beberapa bulan. Seakan-akan yang satu tidak rela ditinggal yang lain sehingga menyusulnya. Bukankah begitu yang dinamakan cinta sejati—tidak terputus oleh waktu?

Sesaat Deraz hendak menyimpulkan bahwa cinta bisa terganti—seperti cinta Ayah pada istrinya yang dulu beralih pada Bunda—tetapi bisa juga sejati—seperti cinta Opa Buyut dan Oma Buyut. Deraz ingat ketika ia menaburkan abu Opa Buyut di atas kubur Oma Buyut. Sedang apakah mereka kini? Apakah mereka bersatu lagi di alam sana? Tetapi, apakah yang dimaksud Zahra waktu itu bahwa perasaan tersebut terbatas hanya di dunia? Apakah itu berarti cinta Opa Buyut dan Oma Buyut tidak langgeng sampai di akhirat? Untuk apakah diciptakan rasa cinta, jika itu hanya menyesatkan manusia?

Deraz tidak pernah lupa mendoakan Opa Buyut dan Oma Buyut seusai salat walaupun hatinya bergelut dengan sejuta pertanyaan. Deraz tidak pernah melihat mereka beribadah secara Islam. Bisakah mereka masuk surga? Bagaimana dengan Renata yang nonmuslim tetapi rajin beribadah menurut agamanya sendiri? Kenapa harus beribadah jika yang tidak beribadah saja dapat masuk surga? Kenapa agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam? Bukankah Dia juga yang menciptakan manusia lain yang mengadakan agama lain? Apakah Dia sengaja menciptakan manusia-manusia semacam itu hanya untuk menjadi bahan bakar neraka? Jika Dia Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kenapa Dia menciptakan kejahatan dan penderitaan? Kenapa …. Kenapa …. Kenapa …. Semakin ia mengetahui tentang Islam, pertanyaannya bukannya terjawab malah bertambah-tambah.

Deraz pusing. Sejenak ia mengalihkan tatapan dari ombak ke sekitarnya dan mendapati di kejauhan sepasang sosok yang bertempel. Deraz menyipitkan mata dan terkejut. Mereka berciuman?!

Deraz mengembalikan pandangannya pada ombak. Namun sejurus kemudian kepalanya menoleh lagi pada pasangan itu. Mereka masih berciuman! Deraz takjub menyadari bahwa berciuman bisa selama itu.

Teringat oleh Deraz pemandangan aneh yang suatu kali terjadi di rumahnya sendiri. Saat itu akhir pekan setelah ISDC. Padahal Deraz sudah menyetel alarm supaya bisa lari sehabis salat subuh, tetapi ia malah bangun pukul sepuluh. Terseok-seok Deraz keluar dari kamar. Sesaat ia cuma berputar-putar, tidak mendapati siapa pun lagi di rumah.

Tetapi ketika ia mengarah ke pintu Perancis yang berbatasan dengan halaman belakang, terlihat ada orang di saung tempat Ayah kerap merokok malam-malam. Dua orang. Deraz mendekatkan matanya ke kaca dan mengenali bahwa itu Dean dan …. Bukankah pacar Dean yang berambut panjang bergelombang? Tetapi cewek yang bersama Dean itu berambut pendek lurus model bob.

Deraz terjaga sepenuhnya setelah beberapa lama mengamati yang sedang dilakukan Dean dan cewek itu, dan menyadari bahwa ia telah melewatkan salat subuh. Setelah salat dua rakaat, Deraz melakukan kalistenik di kamar sampai mendengar azan zuhur. Ketika ia keluar lagi dari kamar, Dean dan cewek itu telah menghilang.

Melihat pemandangan begitu lama-lama menjengkelkan Deraz. Apalagi langit senja matahari jingga melatari pasangan itu seperti yang mendukung. Ia mau memegang tangan Zahra saja susahnya minta ampun! Ia menjejakkan kaki dan kembali ke penginapan.

Seusai salat magrib, Deraz disergap anak-anak OSIS. Mereka melempari Deraz bahan-bahan yang bila berada di tangannya dapat menjadi roti, sembari menyelamati atas keberhasilannya lolos seleksi AFS. Tentu saja Deraz pura-pura senang. Tidak lupa ia mengejar dan mengenai anak-anak lain supaya mereka ikut kotor.

Setelah mandi untuk ketiga kali hari itu, dengan amis telur yang tidak mau menghilang, Deraz bergabung di ruang prasmanan yang dilengkapi dengan panggung karaoke. Anak-anak OJOMBAS atau OSIS Join KOMBAS menguasai panggung memulai lomba karaoke antarkelas yang memang sengaja dadakan supaya seru.

Entah dari kelas mana mengalunkan “Kegagalan Cinta” Rhoma Irama. Deraz bukan pendengar dangdut, tetapi bait pertama lagu tersebut langsung mengena.

 

Cukup sekali aku merasa kegagalan cinta

 

Betapapun ia tidak menghendaki, telinganya terus mengikuti lagu itu.

 

Baru pertama bercinta sudah menderita

 

Deraz bersandar pada dinding sembari bersedekap seakan-akan dengan begitu datar dan dinginnya tembok akan meresap ke wajahnya. Padahal anak-anak lain pada tertawa menyaksikan cowok-cowok yang bergoyang dengan sok gemulai di depan panggung.

 

Kalau tahu begini akhirnya

Tak mau dulu ku bermain cinta

 

Di seberang ruangan Deraz melihat Dean dan pacarnya yang Sekretaris Umum OSIS sedang bercakap-cakap. Dean mengenakan kaus oranye pupus dan celana loreng sedangkan Rieka bergaun kembang-kembang cokelat besar. Deraz tertegun ketika mengenali warna pakaian mereka persis seperti yang dilihatnya sore tadi di pantai. Ia memalingkan pandangan seraya berdesah.

 

Ya nasib, ya nasib, mengapa begini ….



[1] “If You’re Not The One” - Daniel Bedingfield

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain