Hari itu Deraz tidak ada dispensasi dan mendapat jadwal piket
kelas. Seusai sekolah, dengan sukarela ia mengambil sapu dan mulai mengangkat
kursi-kursi ke atas meja. Ketika sampai di mejanya sendiri dan mengangkat kursi
Zahra, ia melihat sesuatu di kolong milik gadis itu. Rupanya itu sebuah buku
berukuran setengah buku tulis namun tebal. Kovernya bergambar Teddy Bear.
Diary?
Memang kadang ia mendapati Zahra
duduk memunggunginya. Kepalanya miring dan pundaknya naik seakan-akan
membentengi apa pun yang tengah diperbuatnya itu. Rupanya gadis itu suka
mencuri-curi kesempatan untuk menulis diary
di kelas. Lalu diary miliknya tertinggal.
Ceroboh sekali. Deraz menambahkan itu ke daftar kekurangan Zahra.
Ia mengedarkan pandang ke
sekeliling kelas. Ada satu anak yang juga sedang menyapu di pojok kelas. Ada
juga yang sedang memperbarui tulisan bismillah di atas papan tulis dengan gaya
kaligrafi. Sembari mengawasi mereka, Deraz menyelipkan diary itu ke ranselnya.
Ia baru sempat membaca diary itu di rumah saat malam sebelum
tidur. Kalimat pertama yang dibacanya: “Aku enggak suka sebangku sama Deraz!”
Kenapa?
Entri itu bertanggal akhir Juli,
berarti tidak lama setelah mereka duduk sebangku.
Jadi deg-degan enggak jelas, jadi enggak bebas. Padahal Deraz
juga enggak bakal ngeliatin aku. Biasa ajalah! Udah gitu, canggung lagi.
Ya, Deraz juga merasa canggung.
Malah akhir-akhir ini ia juga merasa
deg-degan tanpa sebab.
Apakah itu artinya …
… mereka sehati?
Bosen baca buku pelajaran. Tapi enggak tahu juga mau ke mana
pas istirahat. Enggak ada yang ngajakin jajan. Mau ngajakin jajan, malu, belum
ada yang akrab. Jadi aja kalau ada PR, aku langsung kerjain pas istirahat.
Deraz tahu perasaan itu.
Deraz juga kalau istirahat suka di kelas dulu, makan bekel.
Kayaknya dia enggak nyadar aku di sebelah dia. Kayaknya orangnya tuh fokus
banget. Bacaannya aja The Jakarta Post. Terus kalau bekelnya udah habis, dia
pergi.
Ternyata Zahra juga memerhatikan
dia.
Untung aja dia jarang masuk.
Kok?
Padahal udah tahun kedua di SMANSON, tapi aku masih belum
punya temen deket. Sekarang di kelas XI aku mesti cari temen baru lagi. Aku
pengin punya temen, sahabat, tempat aku bisa cerita segala macam. Bukan cuman
di diary. Diary enggak bisa nanggepin.
Deraz juga tahu ini.
Aku bisa mulai dari senyum. Apa susahnya sih? Ayo, semangat,
Zahra!
Tetapi, kemarin-kemarin, sebelum
Deraz mulai menghindari Zahra, tampaknya gadis itu dapat tersenyum lepas
kepadanya. Aslinya, sebegini sulitnya?
Tadi aku senyum sama Muti. Muti selalu balas senyum aku. Tapi
habis itu aku enggak tahu mesti ngapain. Jadi aja aku cuma duduk lagi, enggak
ngelihat ke dia lagi.
Pengin coba senyum ke Deraz juga. Tapi malu, entar dikira
genit.
Enggak, kok. Sama sekali enggak
genit, Zahra. Malah … Deraz ingin melihat senyum itu lagi. Rasanya sudah lama
sekali ia memalingkan muka dari gadis itu.
Alhamdulillah tadi pas istirahat aku diajak sama Muti ke
masjid buat salat duha. Dia anak DKM. Cantik, baik, lembut. Aku pengin jadi
anak DKM kayak dia deh. Terus aku kenalan juga sama Ria dan Anisa. Habis itu
kita jajan. Kebanyakan aku masih diam aja sama mereka, habis enggak tahu mau
ngomong apa. Kira-kira aku masih bisa enggak, ya, gabung sama DKM? Tapi
boro-boro mau aktif di DKM, gaul sehari-hari aja udah berat. Tapi aku pengin
cobain punya aktivitas, daripada cuman sekolah-rumah melulu.
Benar, kan. Zahra tidak aktif di
ekskul mana pun. Tetapi DKM boleh juga. Itu artinya, ketika nanti OSIS
berkegiatan bersama DKM, sebagaimana sudah direncanakan Deraz dalam beberapa
program kerja Bidang I, ia bisa beraktivitas bersama Zahra di luar kelas. Ia
bisa mendukung Zahra di DKM.
Deraz berdesah.
Ternyata enggak buruk-buruk amat sebangku sama Deraz. Dia
suka pinjem PR, tapi dia mah enggak nyontek. Enggak kayak si Dean nyebelin itu
tuh. Kalau Deraz tuh bener-bener pengin belajar. Aku jadi mesti sering nanya ke
Mas Imin atau ke Mas Ardi supaya bisa jelasin kalau dia nanya soal.
Mas Imin, Mas Ardi … apakah mereka
kakak yang pernah Zahra sebut itu?
Bener sih kata Dean, kelas XI pelajarannya makin susah. Tapi
kayaknya itu enggak masalah kalau ada motivasi belajar mah. Alhamdulillah sih
jadinya aku sebangku sama Deraz soalnya semangat belajar aku jadi tinggi.
Padahal pas kelas X asa enggak segininya.
Apalagi pas ulangan. Rasanya seneng aja pagede-gede nilai sama
Deraz. Mukanya dia lucu gitu kalau pas ngebandingin nilai.
Deraz merasa wajahnya memanas.
Aku jadi tambah deg-degan. Apalagi kalau lihat lesung pipit
dia.
Jaga perasaan, Zahra, jaga perasaan!
Jangan ke-GR-an!
Memang katanya Deraz enggak pacaran. Tapi, ya, nyadar diri
ajalah. Aku mah enggak pantes buat dia. Tipenya dia mah yang high class gitu. Lagian
hampir semua cewek suka dia.
Tapi kalau aku nunduk supaya enggak ngelihat dia, dia malah
ngangkat wajah aku pakai alat tulis, malah pernah pakai koran segala. Bener sih
kata dia, kalau ngomong tuh sambil lihat lawan biacara. Tapi kan aku enggak
kuaaat!!! Aku pengin jaga pandangaaan!!!!!!
Deraz menemukan satu halaman yang
penuh oleh gambar seraut wajah. Agaknya Zahra berusaha menggambar wajah Deraz.
Deraz merasa dapat menggambar potret dirinya dengan lebih baik, tetapi usaha
Zahra boleh juga. Gadis itu bahkan tidak melewatkan tahi lalat kecil di sudut
mata kiri Deraz.
Adakah detail pada wajah Zahra yang
Deraz lewatkan dalam bayangannya? Seketika Deraz ingat pada gigi taring Zahra
yang gingsul.
Deraz mau digigit.
Aduh.
Deraz sampai pada September.
Kenapa, ya, Deraz jadi
jutek gitu? Aku jadi enggak enak. Aku enggak tahu bikin salah apa. Apa aku
jelek? Jangan-jangan aku bau, tapi … enggak ah. Aku selalu ganti seragam tiap
hari. Kerudung juga aku ciumin dulu kalau-kalau bau, tapi enggak.
Apa gara-gara nilai
Kimia aku kemarin lebih gede daripada dia? Sama nilai Biologi? Kewarganegaraan? Dia kayaknya enggak seneng kalau nilai ulangan aku lebih
gede daripada dia. Tapi masak aku salah-salahin jawaban aku supaya dia seneng?
Terus kalau memang aku
jelek, memangnya aku bisa apa? Wajah aku dari dulu udah kayak gini.
Kadang dia kayak
ngeliatin aku. Apa cuma aku yang GR, gitu? Ih, aku pasti cuma GR. Aku mah apa. Tapi
ekspresinya dia kalau ngeliatin aku kayak sebel gitu. Kalau sebel, kenapa mesti
ngeliatin coba?!?!
Dia masih nge-SMS sih.
Cuman buat tanya-tanya ada PR atau ulangan apa enggak.
Tanggal baru.
Padahal aku cuman pengin nyapa biasa aja ke dia. Biasanya
juga dia yang negur aku duluan. Tapi kenapa dia sok cool banget kayak gitu? Geuleuh!!!
Geuleuh.
Jadi kayak lagu dangdut aja. Kau yang memulai, kau yang
mengakhiri!
Lagu dangdut yang mana? Zahra
ternyata penggemar dangdut? Itu kelebihan atau kekurangan?
Bisa ganti temen sebangku enggak, ya? Memang siapa yang mau
sebangku sama aku?
Deraz mau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar